Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Malam harinya...
Sudah jam 9 malam, namun Ahen belum pulang juga. Tentu Alena masa bodo dengan hal itu. Malam ini ia tidur di kamar Ahen sesuai keinginan Ibunya, matanya mulai lengket, ia meletakkan HP-nya di atas meja di samping tempat tidurnya.
Jam 10 malam, Ahen baru pulang. Ia membuka pintu kamar dengan perlahan karena ia menebak ada Alena di dalamnya, dan benar saja ada Alena yang sudah terlelap dengan selimut yang tersingkap dan menunjukkan sebagian paha mulusnya, Ac juga full dingin sesuai kebiasaan Alena.
"Kulitnya setebal kulit badak." celetuk Ahen sambil menggigil saat baru memasuki kamarnya.
Ahen meletakkan tas kerjanya dan membukaa sepatu serta kaos kakinya, ia melihat Alena sambil berkacak pinggang.
"Entah Ibunya mengidam apa sampai-sampai kulitnya saingan sama badak. Dingin begini dan masih ogah-ogahan pakai selimut? Gak wajar."
Ahen mendekat dan menyelimuti paha Alena.
"Kalau ku sentil kira-kira bangun nggak, ya?" gumamnya pelan.
Ahen menggeleng, malam ini ia terlalu lelah untuk kembali ribut jika ia melakukan sentilan kecil itu.
Alena tiba-tiba membuka matanya.
"Apa weh?!" tanya Alena bersamaan dengan kedua matanya yang tiba-tiba terbuka.
Ahen terkejut.
"Astaga!" Ahen agak mundur.
Tidak berselang lama, Alena kembali tidur dengan dengkuran yang berirama dan bernada rendah.
"Lah?! Ngigau?"
Ahen kembali mendekat dan mengayukan tangan kanannya di depan wajah Alena, tetap tidak ada respon. Ahen menghela napas dan mematikan lampu kamarnya.
Sekitar jam 12 malam, Alena terbangun.
"Hooaammm~" Alena menguap sambil mengucek matanya beberapa kali.
Alena meraih HP-nya dan melihat jam yang ada di layar HP-nya.
"Masih jam 12,"
Alena menoleh ke sampingnya dan tidak menemukan keberadaan Ahen.
"Lah belum pulang? Hoaamm~"
"Males banget lagi enak-enak mimpi indah malah mau pipis." keluhnya sambil beranjak dari tempat tidur.
Alena menyingkap beberapa helai rambutnya dan menyangkutkannya di belakang telinga, ia terkejut saat menyadari ada sesuatu di telinganya.
"Eh? Kapas?"
Kedua telingan Alena di sumbat dengan kapas yang digulung dan agak padat.
"Pantes rasa budek barusan. Pasti ini ulah Ahen."
Alena mengambil kapas-kapas itu dari telinganya, ia terdiam saat telinganya menangkap suara yang tidak asing baginya.
Jantung Alena berdegup kencang, Alena berjalan perlahan dan tanpa menimbulkan suara, ia mendekat ke pintu kamar mandi, kemudian ditempelkan telinga kanannya ke pintu kamar mandi, dengan seksama ia mencoba fokus mendengar suara dari dalam.
"Itu kan... Suara lagi anu..." ucapnya lirih dan sangat pelan.
"Salma.." terdengar suara Ahen yang menyebut nama Salma.
"Oh My God! Apakah Ahen sedang itu-ituan sama arwahnya Salma?" tebak Alena.
"Salma...." suara itu terdengar lagi, suaranya berat dan tedengar seperti sedang berada di puncak kenikmatan.
Alena merinding mendengar suara Ahen yang seperti itu.
"Serem! Bayangin sama arwah begituan. Gila banget! Dasar aneh. Udah Gay, malah ditambah begini. Bener-bener nggak normal."
"Eh?! Kalau dia beneran gay, terus kenapa gila sama Salma, ya?" Alena kembali memikirkan hal itu.
Mata Alena membulat.
"Hah?! Apa jangan-jangan... Salma itu dulunya laki-laki di foto itu ya? Terus dia operasi jadi cewek. Masuk akal sih! Foto itu kelihatannya foto lama, udah bertahun-tahun lalu dan dia gila banget sama Salma! Salma dan laki-laki itu pasti ada kaitannya, yakni mereka sebenernya satu orang. Alamak, suamiku emang nggak normal."
Alena tertegun setelah menjabarkan pemikirannya itu. Alena kembali bersikap biasa saat mendengar suara air di kamar mandi sudah tidak ada dan berarti Ahen akan keluar dari dalam kamar mandi.
Ahen sedikit terkejut saat membuka pintu dan mendapati Alena berdiri di depan pintu.
"Kenapa?" tanya Ahen.
Ahen menelan ludah saat melihat ekspresi datar Alena.
"Iseng banget sih tuh kapas di telingaku. Ku isengin balik nanti nggak terima." protes Alena sambil berkacak pinggang.
"Emang mau bales gimana?" tanya Ahen.
"Ku buang ke kuburan, sekalian tuh nemenin mbak kunti biar nggak kesepian." jawab Alena sambil memicingkan matanya.
"Minggir-minggir, aku mau pipis."
Ahen pun menepi.
"Galak amat." celetuk Ahen sambil menggeleng kepalanya pelan.
Setelah selesai buang air kecil, Alena juga mengganti popok bulanannya itu, lalu keluar dari kamar mandi. Alena mendapati Ahen sudah tertidur pulas, ia pun bergabung merebahkan dirinya di tempat tidur.
Alena tidak bisa tidur, kantuk tak kunjung mendatanginya, ia melihat ke sampingnya dan memandang wajah rupawan Ahen, suaminya.
"Bingung banget sama si Salma ini. Siapa sih dia? Ya bukannya kepo sih, pengen tau dikit aja. Kalau bener dia adalah laki-laki di foto itu, sumpah jijik banget aku sama dua orang ini, si Ahen dan si Salma. Hais! Pening kepala. Sekalinya nikah sama cowok modelan kayak gini, arrgh! Gini amat nikah di umur tua dan hasil di paksa sama si Mama. Cepet-cepet deh pisah," batin Alena.
Alena mencoba memejamkan matanya namun isi kepalanya selalu berisik tentang Ahen dan Salma. Alena
"Apa nanya Bi Mia aja ya? Tapi nanti ketahuan kalau aku yang ambil foto najis itu. Nanya sama Ali, eh Lili yang salah paham. Nanya sama mertua, lah makin berabe, ribet urusan ke belakangnya. Nanya sama Mama, mana Mama tau?" lanjutnya.
Alena menghela napas kasar.
"Ya Allah, berilah hamba petunjuk!" pinta Alena dengan spontan sambil memejamkan mata.
Alena kembali menghela napas dan memiringkan tubuhnya membelakangi Ahen.
"Aku lama-lama bisa kepo tingkat tinggi ini, seperti puzzle yang sulit diselesaikan." gumamnya.
Alena mencoba untuk tidur, ia memejamkan matanya lagi sambil membayangkan anak domba yang melompat-lompat dan dihitung olehnya.
Gerombolan domba itu lenyap dari bayangan Alena, Alena terkesiap saat merasakan tubuhnya tiba-tiba saja di peluk erat oleh Ahen yang sedang di punggungi itu.
Ahen mengacak-acak rambut Alena dengan wajahnya, Alena juga mendengar Ahen menghirup udara di sela-sela rambutnya.
"Salma..." lirihnya.
Alena menghela napas saat nama itu kembali di sebutkan. Perlahan Alena menyingkirkan tangan Ahen yang memeluknya dari belakang, Alena berbalik badan dan mendorong tubuh Ahen agar tidak menempel dengannya lagi, Alena memasang guling di tengah-tengah mereka.
"Dikit-dikit Salma. Heran deh," Alena mendengus sebal, ia membuang muka dan kembali memunggungi Ahen.
"Sabar Alena... Sabarrr.... Anak gadis harus penyabar." ucapnya sambil mengelus dadanya pelan.
"Kalau sampek ngigau si Salma lagi, ku tendang habis ini." lanjutnya sambil mebuang napas beberapa kali.
"Ini bukan cemburu, tapi ini risih. Ya, betul! Ini risih. Apa itu cemburu? Nggak minat."
Alena mengoceh untuk beberapa saat dengan mata yang terpejam, rasa-rasanya Alena ingin memukul Salma, bukan karena cemburu namun risih.