Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.
Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.
Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.
Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.
Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Bloodhounds
Dia tetap menghindar dengan langkah-langkah ringan.
Seolah-olah dia sudah tahu setiap serangan sebelum diluncurkan.
Di tribun, Rivia berdiri.
"Ayo, Rai!" serunya, suara nyaringnya terdengar di antara kerumunan.
Mata Rai tetap fokus ke depan.
Saat Zandi menebas ke arahnya, Rai melangkah ke samping dengan presisi sempurna.
Serangannya melewati udara kosong.
Zandi mengernyit.
"Ternyata kau cepat juga."
Dia mempercepat ritme serangannya namun setiap serangan berakhir sama.
Udara kosong.
Tidak ada satupun yang mengenai Rai.
Wajah Zandi mulai berubah, dari percaya diri menjadi frustrasi.
"Jangan hanya menghindar dan lawan aku!" Hardiknya
Para penonton mulai bergumam.
Axel, yang sejak tadi diam, menatap lebih tajam, Kenzo mengerutkan dahi, Darius yang awalnya tertawa kini terdiam.
Zandi mengaktifkan skill utama Phantom Blade yaitu Hundred Strikes!
Seratus tebasan dalam waktu lima detik.
Tebasannya menyebar ke seluruh arah, menciptakan badai bilah angin yang mengamuk di arena.
Para penonton bersorak, yakin bahwa Rai tidak akan bisa lolos.
Namun…
Di detik terakhir.
Rai bergerak ke depan, masuk ke dalam jangkauan Zandi.
Dia terkejut, tidak ada yang pernah berani masuk dalam jarak pedangnya saat dia menggunakan teknik ini!
Terlambat.
"CRACK!"
Dalam satu gerakan cepat, Rai menancapkan pisaunya ke bahu kanan Zandi.
Darah menyembur.
Zandi terhuyung mundur, matanya melebar namun Rai tidak berhenti.
Serangan kedua meluncur ke sisi perutnya, tusukan bersih, Zandi tersentak, tubuhnya mulai melemah.
Dia ingin menyerang balik, tetapi… tubuhnya terasa berat.
Pisau Rai dilapisi racun.
Efek bleeding mulai bekerja, menghisap kekuatan Zandi sedikit demi sedikit.
Arena menjadi sunyi.
Para penonton menyaksikan Swordsman Rank A terhuyung seperti orang sekarat.
Rai tidak menunjukkan ekspresi.
Dia berjalan perlahan ke arah Zandi, pisaunya berkilat dalam genggamannya.
Zandi mencoba mengangkat pedangnya, tapi tangannya gemetar, dia tahu dia sudah kalah.
"Tunggu…" katanya, suaranya lemah.
Namun Rai hanya tersenyum kecil.
"Terlambat...tidak ada yang hidup setelah menantang Bloodhound."
"SLASH!"
Darah muncrat ke tanah.
Pisau Rai menebas leher Zandi dalam satu serangan cepat.
Zandi roboh.
Mati.
Hening.
Lalu...
"HAHAHAHAHA!"Damar tertawa keras.
"Kau kejam, bocah!"
Semua yang menonton akhirnya bertepuk tangan.
Bahkan Togar, yang jarang menunjukkan ekspresi, juga ikut bertepuk tangan.
Damar turun dari tribun, berjalan mendekati Rai.
Rai menundukkan kepala, menunjukkan sikap hormat.
Damar menepuk pundaknya keras.
"Mulai hari ini… kau adalah Bloodhound sejati."
Sorakan kembali bergemuruh.
**********************************
Selama beberapa hari Rai pergi tanpa kabar karena ada urusan pribadi yang harus diselesaikan, dia kembali ketika tiba waktunya untuk menjalankan misi berikutnya.
Di ruang pertemuan yang dipenuhi dengan keseriusan, Damar berdiri tegak di depan meja besar yang dipenuhi dokumen misi.
"Silakan pilih misi kalian," suaranya datar, tanpa emosi.
Di sekitar meja, anggota Bloodhound lainnya berdiri dengan penuh perhatian.
Kenzo, dengan matanya yang tajam, menyelidiki setiap kertas, Darius yang besar dan berotot, selalu terlihat tenang, meski ekspresinya menyimpan ancaman yang tersembunyi, Axel memeriksa dokumen dengan sikap dingin, Liora menyusun rambut pendeknya dengan tangan penuh ketelitian, dan Tino hanya diam, matanya mengikuti setiap gerakan dengan fokus.
Rai, yang sudah berada di tengah-tengah mereka, mengamati seluruh ruangan.
Meski terlihat biasa saja, pikirannya tengah sibuk merencanakan sesuatu.
Karena baginya misi ini bukan hanya tentang menyelesaikan tugas, tetapi juga kesempatan untuk mempersiapkan strategi yang lebih besar.
Saat Damar memberi tanda untuk memilih, Rai melangkah maju pertama kali, tanpa ragu.
Dengan tangan yang tenang, dia mengambil salah satu dokumen di atas meja.
"Aku akan memilih ini, pencarian Armand Rank A di hutan barat Sumatra," katanya, memeriksa sekilas kertas yang ada di tangannya.
"Cepat sekali kau memilih, lawanmu adalah Rank A," gumam Axel, matanya tajam memperhatikan Rai.
"Aku hanya ingin menyelesaikan tugasku lebih cepat ataukah kau pikir aku tidak sanggup mengalahkannya," jawab Rai dengan nada santai, meskipun pikirannya sudah dipenuhi rencana lain.
Ketika dia kembali ke tempatnya, anggota lainnya mulai memilih misi mereka, satu per satu, Kenzo memilih misi di daerah utara, Liora mengambil tugas untuk menghancurkan persembunyian sihir, Tino memilih misi yang lebih berhubungan dengan eksplorasi, dan Axel pergi ke wilayah yang penuh dengan lawan yang lebih tangguh.
Yang terakhir Darius tertuju pada dokumen yang tersisa.
"Sial, terpaksa aku yang mengambil misi ini."
Dia merogoh tangan ke kertas itu, menggulungnya dengan wajah acuh tak acuh.
Saat matanya meneliti deskripsi misi, Rai hanya memerhatikan dengan santai.
'Ternyata nasibmu sial sekali Darius,' pikir Rai.
Dokumen itu tidak terlihat mencurigakan, deskripsi misi tentang pemberantasan kelompok penyelundup dan monster di hutan timur Sumatera terdengar seperti tugas yang mudah, tidak ada yang luar biasa tentang itu.
"Sepertinya ini pekerjaan yang mudah," kata Darius, sambil melirik ke arah Rai.
"Kau harus berhati-hati, anak baru, jangan sampai tersesat."
Rai hanya tersenyum tipis, seolah tidak terganggu.
Tidak ada yang tahu bahwa misi yang diambil Darius ini adalah misi yang sudah dipersiapkan dengan sangat matang oleh Rai.
Ketika semua anggota mulai bersiap untuk berangkat, Rai tahu bahwa keberuntungan tidak selalu memihak pada siapa yang merencanakan, tetapi terkadang pada siapa yang mengambil keputusan tak terduga.
"Kalau begitu, pergi sekarang, aku tidak mau melihat wajah kalian sampai misi selesai," Kata Damar setelah melihat semua orang mengambil misinya.
“Selamat jalan Darius, semoga misi ini menyenangkan,” kata Rai, berpura-pura tidak peduli.
Darius tertawa dan menepuk bahu Rai saat berjalan melewatinya.
"Jangan mati sebelum aku kembali, anak baru."
Rai hanya tersenyum tipis.
"Aku yang harusnya mengatakan itu padamu."
Dan saat semua anggota mulai bersiap untuk pergi, Rai tahu bahwa dia baru saja memastikan bahwa Darius tidak akan pernah kembali.
**********************************
Beberapa hari telah berlalu dari hari mereka menerima misi.
Kelompok Bloodhound kembali ke markas dengan ekspresi tegang.
Misi mereka di luar kota telah selesai, tapi begitu menginjakkan kaki di markas Iron Fang, mereka langsung dihantam kabar yang mengejutkan.
Darius telah ditemukan tewas.
Bukan hanya kematiannya yang mengejutkan, tetapi juga cara dia mati, tubuhnya dikelilingi ratusan mayat monster dan anak buahnya, seolah dia dan anak buahnya telah dibantai oleh kawanan monster.
Namun, ada sesuatu yang ganjil, selain luka karena serangan monster terdapat beberapa bekas luka pisau yang bersih dan dalam di tubuh Darius.
Liora berdiri di depan mayat Darius yang dibawah pulang oleh anggota Iron Fang, tatapannya dingin namun penuh analisis.
Ini aneh.
Darius adalah Rank A, ditambah dengan sepuluh anak buahnya yang Rank B, mustahil mereka kalah hanya melawan monster lemah seperti ini.
Tangannya menyentuh salah satu luka di tubuh Darius, dia bisa merasakan betapa bersihnya luka itu, tidak mungkin ini hasil cakaran monster.
“Pisau…” gumamnya pelan.
"Selain Rank A, hanya ada satu orang yang bisa melakukan ini…"
Axel, yang berdiri di sampingnya, menoleh.
“Kau pikir ini kerjaan seseorang?”
Liora mengangguk perlahan.
“Kalau ini ulah manusia… orang itu pasti sangat terampil.”
Sebelum mereka bisa menyimpulkan lebih jauh, suara langkah kaki menggema di lorong.
Tuk. Tuk. Tuk.
Semua anggota Bloodhound langsung siaga.
Kemudian, sosok itu muncul dari balik bayangan.
Rai.