Sean, seorang Casanova yang mencintai kebebasan. Sean memiliki standar tinggi untuk setiap wanita yang ditidurinya. Namun, ia harus terikat pernikahan untuk sebuah warisan dari orang tuanya. Nanda Ayunda seorang gadis yatim piatu, berkulit hitam manis, dan menutup tubuhnya dengan jilbab, terpaksa menyanggupi tuntutan Sean karena ulah licik dari sang Casanova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pintu terdengar, membawa kecanggungan diantara kedua anak manusia itu. Sean menegakkan punggungnya, membenahi posisi duduk dan melepaskan tangan yang telah berhasil diraih tadi. Nanda pun terlihat sama salah tingkah, membenahi seragam dan jilbabnya, padahal sudah rapi. Tiba-tiba hadir perasaan aneh setelah begitu dekat dan beradu pandang, dan terjeda oleh suara ketukan pintu.
"Masuk!" Sean berseru seraya menetralkan degub yang tak biasa di dada.
Lisa masuk, "Pak, meting dengan tuan Roxy dari Queras, tiga puluh menit lagi."
"Sudah kamu siapkan semua?"
"Sudah," ucap Lisa yang merasa aneh dengan Nanda yang duduk di sofa tamu ruangan Sean, bahkan duduk bersama dengan bosnya. Nanda yang notabene hanya seorang cleaning servis, bisa duduk sedekat itu dengan orang nomor satu, semakin menambah deretan tanya dikepala Lisa. Namun, seperti biasa ia memilih bungkam dari pada kepo dengan urusan atasannya.
"Baiklah."
Lisa menunduk sebagai penghormatan. Memutar tubuhnya, namun tertahan oleh suara Sean.
"Tunggu sebentar."
Lisa memutar lagi tubuhnya menghadap Sean.
"Aku perlu beberapa data. Laporan yang pagi ini masuk, kamu print kan. Biar dia yang susun dan mengkopinya," ucap Sean seraya menunjuk Nanda.
"Eehh? Iya, pak." Walau bingung dengan titah dari bosnya, Lisa mengangguk patuh.
Pekerjaan itu sebenarnya terlalu tidak perlu. Lagi pula, mengkopi berkas untuk laporan menjadi salah satu tugas Lisa, dan biasanya ia serahkan pada office boy di lantai itu.
"Ajari dia, jangan sampai salah." Sean menekankan seraya berdiri."Itu untuk meting berikutnya."
"Baik." Lisa menunduk patuh.
Sean kembali duduk di kursi kebesarannya. Nanda sendiri malah bingung harus apa sekarang.
"Kenapa diam saja?" Sean menatap Lisa dan Nanda bergantian.
"Saya, permisi kalau begitu," pamit Lisa.
Nanda ikut berdiri, "Saya ikut, Bu Lisa?"
"Iya, memangnya kamu mau nungguin saya di sini?" Ucap Sean terdengar ketus.
Nanda tersenyum kecut, memang suaminya ini tak bisa ia tebak. Sebentar-sebentar baik, sebentar-sebentar ketus, sebentar-sebentar nyakitin. Nanda berjalan mengikuti langkah Lisa keluar.
"Kamu bisa pakai mesin fotocopy?"
"Bisa," jawab Nanda begitu kedua wanita itu keluar dari ruangan Sean.
Lisa berjalan ke meja kerjanya, Nanda berdiri di dekatnya hanya berbatas meja.
"Ini aku print kan, susun sesuai nomor halaman. Terus, kamu copy ya," ucap Lisa tanpa terdengar nada perintah.
"Baik Bu Lisa," angguk Nanda.
"Jangan panggil Bu Lisa, mbak aja, kita mungkin seumuran soalnya," ucap Lisa terkekeh kecil.
"Baik, mbak."
"Nah, udah tuh," tunjuk Lisa dengan dagunya ke arah belakang Nanda berdiri. Di sana ada mesin fotocopy yang bersebelahan dengan mesin printer.
Nanda memutar tubuhnya melangkah mendekati kedua mesin itu.
"Ini semua di fotocopy, mbak?" tanya Nanda memastikan.
"Iya, jangan sampai keliru ya, semuanya ada sepuluh, masing-masing di copy jadi lima belas. Nanti kamu susun sesuai halaman, terus di bendel Pake steples. Harus ada lima belas bendel ya," kata Lisa menjelaskan sedetail mungkin agar, Nanda tidak salah.
"Iya, Mbak."
Setelah memastikan Nanda paham, ia berujar lagi,"Nanti kerjain di sini aja, tumpuk di sini aja," seraya mengusap meja kerjanya.
"Baik, Mbak."
"Aku tinggal ya," ujar Lisa lagi saat melihat Sean sudah keluar dari ruangannya.
Di depan pintu mata lelaki itu ketangkap tengah menatap Nanda, dan beradu beberapa saat. Menciptakan getaran aneh di dada. Nanda memutus lebih dulu, merapikan kertas-kertas ditangan.
"Kalau udah selesai, bereskan meja kerja saya." Sean yang memberi perintah seraya merapikan pakaiannya yang memang sudah rapi, tiba-tiba saja gugup."Ingat! Hanya membereskan! Jangan lakukan hal-hal yang tidak diperintahkan."
Ia sendiri tak tau kenapa malah kepikiran terus dengan Nanda jika ditinggalkan. Jadi, Sean membuat alasan saja agar Nanda berlama-lama di sana. Karena ia tak mau istrinya itu bersinggungan langsung dengan kebersihan yang akan menambah parah luka ditangan.
"Baik, Pak." Nanda mengangguk walau merasa aneh dengan perintah dari atasannya itu.
Lisa mengikuti langkah Sean dengan setumpuk bekas dan laptop di tangan.
Nanda melakukan semua yang Lisa perintahkan, menyusunnya diatas meja Lisa. Saat ia sedang sibuk membendel, merasa ada tatapan-tatapan sinis. Menoleh, dua orang sekertaris Sean yang lain terlihat menatapnya. Tapi, cepat-cepat mereka pura-pura sibuk dengan pekerjaan.
Nanda tak ingin terlalu berpikir, kembali fokus pada pekerjaannya. Walau ada rasa tak nyaman karena beberapa kali mendapat tatapan sinis lagi.
Melangkah masuk ke ruangan Sean setelah pekerjaan dari Lisa selesai. Terkejut, tiba-tiba saja ruangan itu jadi sangat berantakan. Tidak seperti saat tadi ia tinggalkan bersama Lisa, rapi.
"Apa yang dia lakukan sampai berantakan begini?"
Nanda tersenyum kecut, memandang ruangan yang berserakan banyak kertas yang di remas jadi gumpalan kecil. KeMemunguti satu persatu dan memasukannya ke dalam keranjang sampah. Membereskan meja yang sama berantakannya.
Setelah semua terlihat rapi, Nanda hendak mengepel lantainya. Berjalan mendekati pintu untuk mengambil peralatannya, namun tertahan. Ingat dengan ucapan Sean sebelumnya.
"Bereskan saja! Jangan melakukan hal yang tidak diperintahkan!"
Nanda tersenyum geli, "Apa dia merasa bersalah?"
Melihat tangannya lecet sudah mengering. Terlintas lagi perlakuan Sean yang mengobati lukanya dengan salep dingin. Bibir Nanda melekuk mengukir senyuman.
"Apa dia sengaja?" Nanda bermonolog.
Terkekeh sendiri,"Apa dia seperhatian itu?"
Menggeleng sendiri dengan pemikirannya. Nanda tau, Sean orang seperti apa. Tak mungkin lelaki itu sedemikan perhatian padanya sampai menahan di sini agar ia tak melakukan hal membuat luka di tangan lama mengering.
"Ya sudah. Aku sudah membereskan, itu artinya udah selesai."
Di ruang meting.
Sean memperhatikan seseorang yang sedang mempresentasikan di depan. Tetapi, pikirannya malah jauh dari sana.
Apa yang Nanda lakukan? Apakah pekerjaan nya udah selesai? Apakah mengerti apa yang sudah ia peringatkan tadi? Apakah gadis itu bandel dan malah membersihkan ruangannya?
Sean mengacak rambutnya frustasi. Meting masih belum selesai, dan ia sudah dibebani oleh pikiran Nanda, Nanda, Nanda, dan Nanda lagi.
Casanova OGEB
yang satu ingin selesaikan yang satu menghindar
kapan selesainya
ketakutan yang belum tentu benar ayolah bus akok
sakit banget denger nya
coba kalau keluarga Sean tau pastinya ga setuju anaknya berbuat seperti itu,,, kata ma"af dari Malika terlalu mahal buat kamu Sean dasar iblis
orang udah nikah juga kan harus terbuka bukan hanya terbuka saat berhubungan juga
padahal udah banyak perubahan tapi rasa ketakutan yang berlebihan membuatmu bersikap bodoh Nanda
dan Sean harusnya selesaikan masalah hari itu juga bukanya menghindari jadi berlarut larut hal seperti ini yang membuat para pasangan akhirnya berpisah kurang komunikasi selain perselingkuhan
tapi ya ada beberapa yang masih bertahan hingga akhir meski begitu berantem baikan jauahan kangen Deket beda pendapat tapi bukankan dalam pernikahan hal yang demikian adalah tantangan yang seru beda pendapat beda pandangan dan solusinya ya komunikasi
dari awal hubungan kamu selalu meminta imbalan setiap tersentuh bahkan disaat sudah semakin lebih baik sikap Sean kamu masih dengan diammu dan diam-diam mengulang KB jadi kalo kamu berfikir demikian Sean pun juga berhak berfikir demikian
selesaikan masalah kalian hari ini juga ya meski yang namanya masalah dalam rumah tangga selalu ada
lekas baikan