🏆Juara 1 Lomba Air Mata Pernikahan S3🏆
“Apa yang kami lakukan bukan zina karena semenjak Nurma selesai masa idah, aku dengan sadar menikahinya atas restu keluarga, Ci! Jadi, meski kamu istriku, kamu enggak berhak melarangku terlebih selama ini, kamu hanya memberiku anak perempuan dan justru menjadi sumber sial!” tegas Budi tak lama setelah bogem panasnya membuat darah segar muncrat dari mata kiri Suci.
Suci pikir, KDRT hanya akan ia alami di pernikahan orang tuanya lantaran dulu, selain terbiasa judi dan mabuk-mabukan, sang bapak yang sangat bengis juga ringan tangan. Namun kini, niat hati menyudahi perselingkuhan Budi sang suami dan Nurma—janda dari kakak kandung Budi—yang juga telah membuat warga sekitar geram karena keduanya kerap terpergok zina, Suci malah mendapatkan kenyataan yang lebih menyakitkan. Karena bukannya meminta maaf, Budi yang ternyata sudah menikahi Nurma secara siri tanpa sepengetahuan apalagi izin Suci meski mereka tinggal di rumah yang sama, justru tak segan KDRT dengan brutal.
Suci dituntut menjadi istri sempurna, dipaksa menerima pernikahan suaminya sekaligus menjadi tulang punggung keluarga, jika Suci masih mau Binar sang putri yang tidak bisa jauh dari Budi, diakui oleh Budi sekeluarga. Suci berjuang di tengah lingkungan toxic yang menjadikan anggapan ‘anak pertama perempuan kurang membawa hoki’. Padahal selama menikah dan menjadi bagian dari keluarga Budi, justru Suci yang menjadi penyokong utama penghasilan karena hidup Nurma saja masih Suci yang membiayai.
Sanggupkah Suci bertahan, jika yang ia dapat hanya air mata pernikahan, sementara di luar sana, ada Sepriandri—pria difabel yang mencintai Suci sekaligus Binar dengan sempurna? Pria difabel yang sangat pekerja keras dan memiliki banyak pekerjaan bahkan usaha, terlebih Sepri merupakan anak dari pemilik klinik Suci bekerja, dan keluarganya juga sangat peduli kepada Suci apalagi Binar.
🌟Merupakan bagian dari novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga.🌿 Talak Di Malam Pertama (Kesucian yang Diragukan)🌟
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 : Berkas Perceraian
Binar menatap Budi dengan tatapan yang dipenuhi luka. Air mata terus berlinang, tapi bibir bocah itu bungkam di tengah tatapannya yang terus tertuju kepada kedua mata Budi.
“Binar Sayang—” Budi bingung harus bagaimana.
“Papah pembohong!” lirih Binar. “Papah sayang ke bude Nurma!”
Detik itu juga Budi makin tidak bisa berpikir.
“Binar apaan sih, bikin rusuh saja. Tahu gitu ngapain enggak minggat saja. Minta orang tua kamu buat beneran cere. Karena meski mas Budi enggak mau nyerein mamah kamu, asal mamah kamu minggat dari sini, alamatnya pasti aku yang jadi ratu!” kesal Nurma yang hanya berani berbicara dalam hati. Ia sungguh tidak berani terang-terangan melakukan perlawanannya karena ia takut diamu*k Budi. Terlebih dengan kondisinya sekarang yang mirip gajah bengkak dan ia pun sedang hamil muda, ia tak mungkin bisa memikat laki-laki lain melebihi Budi.
“Ah! Binar!” Budi berangsur jongkok kemudian meraih sekaligus menggenggam kedua tangan Binar. Ia melakukannya secara paksa karena lagi-lagi, Binar membatasi interaksi mereka.
“Kalau Papah benar-benar sayang aku, Papah harus pilih aku!” ucap Binar masih sangat emosional.
Budi mengangguk-angguk kemudian memeluk Binar dengan hangat. Namun kenyataan tersebut membuat Nurma merasa terancam.
“Mas—” Baru juga memulai, Nurma sudah langsung mendapat lirikan tajam dari Binar.
“Kamu harus jujur, Mas!” tegas Suci sambil menyeka ka*sar air matanya menggunakan kedua jemari tangannya. “Kamu harus jujur ke Binar tentang hubungan kamu dan Nurma. Pernikahan kamu, dan juga kehamilan Nurma!”
Detik itu juga, Binar meraung-raung, mengatai Budi jahat dan Binar menegaskan dirinya benci Budi. Budi meradang, menatap Suci penuh emosi. Susah payah ia memeluk Binar lagi meski bocah itu sibuk memberontak.
“Enggak, ... enggak, sayang. Apa yang Mamah katakan enggak benar. Mamah bohong karena Papah sama Bude, enggak ada hubungan apa-apa. Sumpah! Papah sayang banget sama kamu. Papah juga sayang banget ke mamah!” yakin Budi.
Benar-benar seperti yang Suci takutkan, Budi memutar balikkan keadaan. Budi berani bersumpah di atas kebohongannya bahkan itu kepada Binar. Terlebih, sampai detik ini Budi tetap tidak mau menjatuhkan talak kepadanya.
“Kalau begitu, usir Bude, Pah! Aku enggak mau dia ada di sini. Atau, ayo kita saja yang pergi!” balas Binar yang lagi-lagi langsung berusaha menatap Budi penuh tuntutan. Ia sangat marah. “Aku sangat marah. Apalagi papah bobo bareng Bude dan mamah enggak ikut. Terus, Papah juga minta aku buat panggil mamah ke Bude. Jadi, yang bohong itu Papah. Papah yang pembohong!”
Karena apa yang Binar lakukan pula, Budi tidak punya pilihan lain selain mengusir Nurma dari sana. Apalagi biar bagaimana pun, Budi sayang Binar. Budi tidak bisa jauh dari Binar juga, meski pesona Nurma sempat membutakan kehidupannya.
“Mas—” rengek Nurma ketar-ketir.
“Bud ... manager loh. Sekarang Nurma sudah jadi manager.” Ibu Syamsiah angkat bicara. Ia tidak sepenuhnya setuju jika hubungan Nurma dan Budi harus berakhir terlebih ia belum mencicipi gaji Nurma. “Lagian kamu Binar, masih kecil sudah berisik banget. Banyak banget maunya kayak enggak ngotak!” Ia melampia*skan omosinya kepada Binar.
“Bu!” Kali ini bukan hanya Suci yang membela Binar. Karena Budi pun melakukannya.
Budi buru-buru mengemban Binar, memboyongnya masuk kamar dan sampai menguncinya, setelah ia juga sampai menggandeng paksa Suci dari sana.
“Ini aku gimana dong, Bu?” Nurma kalang kabut, tak bisa jika Budi harus mengorbankannya.
“Makanya kamu di dalam kamar saja!” sergah ibu Syamsiah yang juga jadi emosi kepada Nurma. Andai ia tidak ingat bahwa kini Nurma seorang manager dan gajinya lebih dari sepuluh juta, sudah ia beje*k-beje*k Nurma.
Binar diam duduk di tikar biasa mereka tidur. Namun, Binar yang merasa sangat lelah termasuk pikirannya, perlahan ketiduran. Menyadari itu, Suci dan Budi yang duduk mengapit Binar, berangsur berdeham.
Suci mengeluarkan amplop besar berwarna cokelat dari tote bag cokelat yang menghiasi pundak kanannya. Ia memberikan amplop tersebut kepada Budi yang detik itu juga menerima sambil menerka-nerka.
“Aku sudah menyiapkan sekaligus ... mengajukan perceraian kita,” lirih Suci yang perlahan menatap Budi.
Mendengar itu, Budi langsung naik darah. Budi merobek-robek amplop berikut isinya sambil menatap marah Suci.
“Kenapa Mas tetap enggak mau menceraikan aku?” lirih Suci sambil menangis pedih. Terlebih setelah semua yang terjadi dan Budi pun tak segan pamer kemesraan sekaligus menghi*na Suci, Budi tetap tidak mau menjatuhkan talak kepada Suci.
“Bahkan Mas tetap enggak bisa memilih, kan? Mas cukup ceraikan aku dan akhiri hubungan kita dengan baik-baik demi Binar. Aku beneran membebaskan Mas. Aku ikhlas. Aku yakin ini akan jauh lebih membuat kita bahagia khususnya Binar. Aku ingin fokus mengurus Binar. Karena daripada terus begini dan dampaknya jauh lebih fatal buat Binar. Terlebih dengan berakhirnya pernikahan kita, aku enggak perlu menafkahi keluarga ini dan semuanya benar-benar akan lebih bermanfaat buat Binar,” mohon Suci.
Setelah menghela napas dalam, Budi yang mengakhiri tatapannya kepada Suci pun berkata, “Tolong beri aku waktu.”
“Waktu buat apa? Menikahi Nurma saja, Mas sampai enggak izin aku dan sampai sekarang, status kalian masih belum jelas. Memang selepas Nurma masa idah, Mas menikahinya. Masalahnya, pernikahan kalian tanpa izin aku. Oke, anggap saja itu jadi urusan kalian dan aku enggak mau ikut campur lagi. Namun sekarang, aku mau Mas beresin aku dulu.” Setelah berucap demikian, Suci berkata, “Talak aku!”
Budi langsung menggeleng sambil tetap menunduk.
“Talak aku agar di surat gugatan perceraian kita, tidak ada visum KDRT dari Mas, serta Mas yang berstatus sebagai tahanan kota.” Suci benar-benar memohon.
Budi berangsur menghela napas dalam kemudian menatap Suci. “Aku pilih kamu sama Binar!” yakinnya, tapi Suci yang menatapnya berangsur menggeleng.
“Enggak, Mas. Aku enggak mau melanjutkan ini lagi!” yakin Suci.
“Sumpah! Untuk sementara waktu, biarkan Nurma tinggal di sini!” yakin Budi lagi.
Suci menghela napas dalam seiring ia yang mengakhiri tatapannya dari Budi. Tak disangka, Budi mendadak menyembah sekaligus mendekap kedua kakinya.
“Demi Binar, Ci. Aku mohon. Aku benar-benar minta maaf. Maaf buat semuanya. Aku benar-benar menyesal, Ci!” Budi meraung-raung.
“Enggak Mas. Jangan dilanjutkan lagi. Sebab semua yang Mas lakukan sudah telanjur membuat aku trauma. Aku telanjur enggak bisa jadi istri siapa pun lagi. Semuanya sudah telanjur hanc*ur.” Berlinang air mata, Suci berangsur menghela napas dalam. “Sekarang aku hanya bisa jadi seorang ibu. Beneran tidak lebih. Aku sudah tidak bisa melaya*ni suami karena apa yang Mas lakukan kepadaku, juga membuatku ji*jik pada diriku sendiri.”
“Kalau Mas minta waktu, oke. Namun dalam minggu-minggu ini, aku akan membawa Binar pergi. Mas Aidan sudah membantuku mendaftarkan berkas perceraian kita. Namun jika Mas tetap bersikeras, kami akan memberikan surat visum KDRT Mas kepadaku!” Suci yakin dengan keputusannya. Ia sungguh tidak bisa membiarkan dirinya apalagi Binar terluka lebih dalam hanya karena menjadi bagian dari Budi sekeluarga. Meski untuk Binar, sampai kapan pun, hubungan Binar dengan Budi tidak akan pernah hilang.
semangat terus kak miga semua ceritamu jadi juara
untuk Budi kapokmu kapan bang Bud?
entah kapan Budi tobat
aku gak tau mo bilang apa