Jangan pernah menyalahkan cinta!
Salahkan saja waktu kedatangannya yang tidak tepat. Sebab, beberapa orang sering datang terlambat di kehidupan kita.
Bagaimana rasanya ketika cinta menjadi sebuah dilema? Kau ingin segera menghentikannya, tetapi di sisi lain ingin memeliharanya dan terus memupuk cinta itu.
Ketika cinta mampu menabrak semua pembatas dan penghalang yang ada di depan. Namun, di saat itu juga sang pengemudi kehilangan arah dan bingung harus membawa ke mana cinta mereka.
Novel yang mengangkat tema dunia gangster Jepang (Yakuza). Yu Hiroshi, ketua Yakuza termasyur di Jepang yang mendapat julukan Kaisar Bawah Tanah. Ia bersama Ken Ryuu—adik angkatnya—mempunyai misi balas dendam terhadap seorang wanita.
Ikuti kisah penuh aksi dan kejutan yang dibungkus dalam romansa mengharu-biru.
Warning!
***+ (Novel Dewasa)
Genre : Dark romance, Action, Misteri, Adult, and drama.
Setting : Japan.
Alur : Gabungan (maju-mundur cantikk 💃)
Visual : Ikemen (All pictures diambil dari fansclub artis bersangkutan)
Status : End 149 chapter
cover by pinterest, edit by me
Catatan penulis ✍️
Harap menjadi readers yang cerdas, novel ini mempunyai plot yang cukup berat dan mengandung banyak teka-teki.
Novel ini bersetting luar negri, jadi tolong pikirannya ikut dibawa keluar negeri. banyak adegan kissing scene dan dewasa.
Bukan penulis pro, hanya seseorang yang mempunyai imajinasi tinggi lalu menuangkannya dalam bentuk kata-kata.
Kenali aku lewat karyaku, maka akan kubawa kau hanyut bersama imajinasiku yang terangkai dalam kata.
©2020, Aotian Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
忘れないで : Nyonya Yamada
Chiba terkejut. Ia tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara teriakan Ken. Bahkan, Yu dan Hana pun mengalihkan pandangan mereka pada dua pria yang tampak serupa tapi tak sama. Suasana menjadi canggung beberapa detik sebelum Chiba memutuskan untuk pergi. Mereka lalu menaiki lift yang sama. Hana dan Chiba hanya saling diam selama berada dalam lift. Sementara di belakang mereka Yu dan Ken masih setia dengan penyamaran mereka sebagai bodyguard.
Ketika mereka memasuki mobil, Hana langsung menarik tangan Yu dan menyingsingkan lengan kameja yang pria itu pakai. Ia dapat melihat dua bekas luka sekaligus, yaitu bekas luka bakar dan luka sayatan yang masih dibalut perban.
"Dua luka ini akulah penyebabnya, maafkan aku," ucap Hana lirih sambil menunduk tak berdaya.
"Aku rela terluka untukmu ...."
Ucapan yang baru saja keluar dari mulut Yu, sontak membuat Hana mendongakkan kepalanya untuk menatap Yu. Keduanya saling melempar tatapan dalam. Tatapan hangat dari pria itu melemahkan Hana. Napasnya memburu, dan jantungnya menjadi berdegub kencang.
Yu tersenyum tipis. Sambil tetap memandang manik cokelat milik Hana, ia melanjutkan ucapannya, "Aku rela terluka, karena itu sudah menjadi tugasku untuk melindungimu. Dan aku akan menjadi pelindung utama untukmu."
Debaran jantung Hana kian berdetak tak karuan. Sekali lagi, ia hanya mampu menatap bergeming dengan mulut yang terkatup rapat. Memandangi wajah pria itu secara lekat.
"Mana ponselmu?" Yu menengadahkan tangannya ke arah Hana.
Gadis itu memasang ekspresi bingung, tak mengerti mengapa Yu tiba-tiba meminta ponselnya. Namun, secara otomatis tangannya bergerak mengambil ponsel lalu menyerahkannya ke bodyguard-nya itu. Yu menekan tombol angka-angka di pengaturan kontak.
"Ini adalah nomor ponselku. Hubungi aku jika kau memerlukan di luar jam kerja," ucap Yu memperlihatkan layar ponsel yang telah terisi kontaknya.
Hana hanya dapat mengangguk. Ia seperti orang terhipnotis pagi ini. Tiba-tiba menjadi tak banyak bicara. Ia pun keluar dari mobil untuk masuk ke kelasnya.
Setelah pulang dari kampus, Hana memerintahkan Yu untuk membawanya ke permandian air panas. Ya, mertuanya, Nyonya Yamada menghubungi untuk mengajaknya bertemu di sana. Sontak hal itu membuat Hana senang, meskipun hubungan ia dan Chiba hanya sebatas status, tetapi bukankah dia telah menjadi bagian keluarga Yamada? Apa salahnya berhubungan baik dengan mertuanya, 'kan?
Sesampainya di permandian air panas. Hana dan Nyonya Yamada berendam bersama dengan hanya berbalut handuk, dan dalam satu permandian outdoor yang telah di booking khusus untuk mereka.
Nyonya Yamada wanita cerdas berwibawa yang masih terlihat awet muda di usia menjelang 50 tahun. Gelagatnya yang anggun membuat Hana begitu terpesona dan kagum pada sosok ibu mertuanya itu.
"Kudengar, kau mabuk saat acara ulang tahun Yamada Grup?" tanya Nyonya Yamada tiba-tiba.
Hana menjawab dengan gugup. "I-iya ... aku khilaf dan minum terlalu banyak."
Nyonya Yamada tersenyum simpul. "Itulah mengapa aku tidak menyukai barang murah. Meskipun dipoles sedemikian menarik tetap saja tidak berkelas."
Hana terdiam. Ucapan Nyoya Yamada seakan menyiratkan tentang dirinya. Sementara Nyonya Yamada kembali tersenyum, akan tetapi sorot matanya berubah menjadi penuh kebencian.
"Aku heran mengapa suamiku suka mengumpulkan barang-barang sampah," sindirnya kembali.
Hana masih terdiam. Suhu panas air rendaman kini terasa dingin baginya saat menerima kalimat hinaan dari ibu mertuanya.
"Kau tahu, aku sangat membenci suamimu," ungkap Nyonya Yamada seketika.
Hana terperanjat mendengar ucapan Nyonya Yamada. "Kenapa mama membenci Chiba? Apakah karena dia bukan anak kandungmu?" tanya Hana dengan penuh hati-hati.
Nyonya Yamada tersenyum kembali. "Tentu saja," ucapnya spontan. "Tentu aku tidak bisa menerima anak dari rahim wanita yang liar," lanjut Nyonya Yamada penuh cibiran.
Ia lalu menatap lekat Hana sambil berkata. "Anak itu mempunyai banyak nyawa. Sepanjang hidupnya, dia telah mengalami percobaan pembunuhan selama lima kali. Dan kau tahu siapa dalangnya?" tanya Nyonya Yamada sesaat.
Hana bergeming dengan mata membulat sempurna.
"Aku dalangnya." Nyonya Yamada menjawab pertanyaannya sendiri dengan senyum merekah di wajahnya.
Hana terperangah seketika. Pupilnya membesar, napasnya memburu, jantungnya berdegub kencang. Seluruh badannya bergetar. Bagaimana bisa seorang wanita terhormat melakukan hal itu? Dan yang paling membingungkan, kenapa Nyonya Yamada malah membocorkan ini semua padanya.
"Meskipun percobaan pembunuhan selalu gagal, tetapi tidak sia-sia. Karena anak itu menjadi phobia dan paranoid dengan orang yang tak ia kenali," lanjut Nyonya Yamada sambil tertawa.
Hana mulai mengerti akan sikap Chiba yang tak mau disentuh. Juga tak mau memakan sembarang makanan dan tak mau memakai fasilitas umum. Mungkin percobaan pembunuhan yang terus ia alami membuatnya trauma dan menjadi anti sosial.
Nyonya Yamada kini mendekat ke arahnya. Ia memegang kedua pundak mulus Hana. Lalu berkata dengan suara setengah berbisik. "Hingga kini, aku masih mempunyai keinginan untuk melenyapkan dia dan juga kau!"
Mata Hana yang besar menjadi lebih besar saat mendengar ucapan yang begitu menusuk gendang telinganya. Namun, bibirnya tetap terkatup rapat seolah sedang terkunci.
"Bukankah kau semalam diserang sekelompok orang?" tanya Nyonya Yamada.
Hana menjawab dengan anggukan kecil. Meskipun Nyonya Yamada tak melanjutkan ucapannya, tetapi gadis itu bisa menebak jika dalang dari penyerangan semalam adalah mertuanya sendiri. Namun, sekali lagi ia tak mengerti mengapa Nyonya Yamada menceritakan ini padanya.
Matahari mulai terbenam. Warna jingga telah terlihat di langit. Hana kembali ke apartemennya setelah pulang dari permandian air panas. Hatinya dirundung kalut. Otaknya terus merekam suara Nyonya Yamada. Apakah sekelam itu yang dihadapi Chiba selama ini? Kenapa pernikahan ini seolah menjadi mimpi buruk baginya? Ia harus menghadapi suaminya yang sangat dingin padanya dan sekarang harus menghadapi mertua yang secara langsung berterus terang ingin melenyapkannya dan juga suaminya.
Hana masih ketakutan. Ia kembali mengingat penyerangan sekelompok orang yang membuat Yu terluka. Mungkin itulah yang menyebabkan ayahnya tak begitu bahagia menikahkan ia dengan Chiba. Tidak! Dia tak boleh berpasrah seperti ini. Dia harus bisa melindungi dirinya sendiri, dan juga melindungi Chiba dari ibu tirinya.
Hana membuka pintu apartemen. Ia terkejut ketika melihat Chiba telah pulang dan tengah melakukan olahraga membentuk otot dengan menggunakan barbel. Dengan ragu-ragu ia mendekat ke suaminya itu.
"Chiba-kun, ada yang ingin kukatakan padamu," ucap Hana pelan.
Chiba menoleh. Ia meletakkan barbelnya dan mengambil handuk kecil untuk mengusap butiran keringat yang menetes di wajahnya.
"Ada apa?"
"Ayo kita pindah."
Chiba memicingkan matanya. "Pindah?"
Hana mengangguk. "Ayo kita pindah dari Tokyo. Kita bisa pindah ke kota lain dan memulai kehidupan baru," ucapnya dengan napas memburu.
"Kau sudah gila?" cibir Chiba yang langsung meninggalkan Hana menuju ke dapur.
Hana tak menyerah. Ia malah mengekor Chiba seraya berkata, "Ibumu jahat! Dia tidak menyukaimu karena kau anak suaminya dari wanita lain."
Langkah kaki Chiba terhenti seketika. Ia membalikkan badannya. Memandang Hana dengan tatapan penuh amarah. Darahnya seakan mendesir, wajahnya memerah.
"Apa maksudmu mengatakan itu? Apa kau ingin mengatakan bahwa aku anak dari seorang pelaacur?" teriak Chiba dengan luapan emosi.
Hana mencoba menjelaskan. "Bukan itu maksudku. Tapi ... bukankah kau ...."
Sebuah tamparan melayang di pipi mulus Hana. Gadis itu terbelalak. Matanya membulat. Ia memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh lelaki yang berstatus suaminya.
"Dengarkan aku! Aku sudah memperingatimu untuk tidak mencampuri urusanku!" ucap Chiba dengan mata menyala.
Mendengar hal itu, membuat air mata Hana menetes begitu saja. Ia langsung berlari keluar apartemen meninggalkan Chiba. Dia memang sering kali mendapatkan pukulan dari kakak kandungnya, tetapi entah mengapa kali ini sangat berbeda. Bukan hanya pipinya yang sakit, tetapi juga hatinya. Ia hanya bermaksud menolong pria itu dari ancaman ibu tirinya, tetapi maksud baiknya malah dibalas seperti ini.
Hana terus berlari tanpa arah. Ia melewati jalanan malam kota Tokyo yang padat akan kendaraan. Sementara Chiba tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan pada gadis yang bersedia menjadi istrinya. Ia menatap tangannya yang baru saja dipakai menampar gadis itu. Ia memejamkan matanya dengan mulut yang sengaja dikatup rapat. Ya, dia membenci orang yang menyinggung statusnya sebagai anak Tuan Yamada dari wanita lain.
Chiba masuk ke dalam kamarnya. Ia buru-buru membuka laci, lalu mengambil sebuah foto tua yang menampilkan seorang wanita dengan dua anak balita laki-laki yang kembar.
"Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang dipilih untuk hidup bersama papa? Kenapa bukan dia?" Chiba berkata sendiri di depan foto tersebut.
Yu berjalan terburu-buru memasuki sebuah kedai yang menjual minuman keras. Matanya menilik setiap sudut ruangan dan ia mendapati Hana sedang berdiri di sudut tangga sambil memegang botol minuman keras. Ia langsung menghampiri gadis itu.
"Kenapa menghubungiku malam begini?" tanyanya sambil memerhatikan botol yang dipegang Hana.
Gadis itu mendongak. Wajahnya terlihat sendu. Ada sisa genangan air mata di sudut matanya. Namun, yang menarik perhatian Yu bukanlah itu, melainkan tanda merah di pipi mulus Hana.
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Yu sambil meraih dagu Hana ke samping.
Hana ingin menepis tangan Yu, tetapi yang ada malah botol minumannya yang jatuh ke lantai hingga membentuk kepingan-kepingan tajam. Dengan panik Hana berjongkok untuk memunguti serpihan kaca botol. Namun, kesialan kembali menimpanya. Jari telunjuknya berdarah terkena pecahan botol.
Yu melihat itu semua. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu ikut berjongkok di depan Hana. Ia Meraih tangan gadis itu, menarik beling yang ada di ujung jari. Kemudian tanpa kata ia menghisap darah yang masih keluar di jari Hana hingga membuat gadis itu mengerjapkan matanya. Tentu saja tak berkutik.
.
.
.
.
.
.
bersambung
dukung terus Author Yu, dengan like dan Komeng....
• Menghibur banget karena ceritanya bagus.
• Bisa belajar bahasa Jepang dikit². 🥰
Semangat selalu Kak Yu