Raisa tidak menyangka bahwa hidup akan membawanya ke keadaan bagaimana seorang perempuan yang menjalin pernikahan bukan atas dasar cinta. Dia tidak mengharapkan bahwa malam ulang tahun yang seharusnya dia habiskan dengan orang rumah itu menyeretnya ke masa depan jauh dari bayangannya. Belum selesai dengan hidup miliknya yang dia rasa seperti tidak mendapat bahagia, malah kini jiwa Raisa menempati tubuh perempuan yang ternyata menikah tanpa mendapatkan cinta dari sang suami. Jiwanya menempati raga Alya, seorang perempuan modis yang menikah dengan Ardan yang dikenal berparas tampan. Ternyata cantiknya itu tidak mampu membuat Ardan mencintainya.
Mendapati kenyataan itu Raisa berpikir untuk membantu tubuh dari orang yang dia tempati agar mendapatkan cinta dari suaminya. Setidaknya nanti hal itu akan menjadi bentuk terima kasih kepada Alya. Berharap itu tidak menjadi boomerang untuk dirinya. Melalui tubuh itu Raisa menjadi tahu bahwa ada rahasia lain yang dimiliki oleh Ardan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eloranaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Pinjam Sebentar
Raisa, Yura, Mita, dan Laura keluar bersamaan dari dalam mobil dengan gayanya masing-masing. Pesona keempatnya memang sangatlah tidak bisa disangkal, begitu memanjakan mata. Para perempuan jenjang itu berjalan masuk ke klinik kecantikan bak dalam mode kerja sebagai model.
Raisa yang paling ujung tertawa geli melihat perilaku sendiri dan tiga gadis di sebelahnya. Dia segera membenarkan pace berjalannya seperti biasa dan diikuti yang lain.
"Merasa cakep banget gue beberapa detik," ujar Laura. "Tapi gue emang cakep sih," lanjutnya cekikikan.
Mereka bertiga yang tadinya hanya berbekal semangat untuk bermain keluar bersama memutuskan secara mendadak tempat-tempat yang ingin dikunjungi lewat bersuten di dalam mobil. Untuk dua orang yang kalah harus menerima dibawa ke mana saja, sedangkan dua lain bisa menentukan tempat-tempat yang ingin dikunjungi. Dan dari keempat orang itu, Raisa serta Mita harus menerima kekalahan sehingga tanpa penolakan harus menerima keputusan Yura dan Laura yang ingin pergi ke klinik kecantikan dan mall yang sering Laura kunjungi.
Saat sudah selesai meremajakan diri di klinik mereka segera melesat ke giliran tempat yang ingin Laura datangi. Untuk pilihan Laura ini sebenarnya banyak protes berdatangan tetapi karena memang sudah kesepakatan awal dan Laura enggan mengubah pilihannya, jadi mau tidak mau semuanya menuruti.
"Kenapa nggak main ke alam, sih?"
"Nah, iya. Mall terus bosen gue."
Meskipun ujung-ujungnya, mereka bertiga ketika menginjakkan kaki ke dalam mall yang notabene memang belum pernah mereka kunjungi, saat sampai semuanya sama-sama excited. Kesana-kemari mengunjungi booth-booth yang ternyata sedang ada event kuliner di sepanjang koridor dan berbelanja beberapa set macam pakaian.
"Nggak usah protes, deh. Gue pilih ke sini karena dapet bocoran sebentar lagi kantor mau ngadain bonding. Mau nge-camp, nggak pada tau kan kalian? Makanya bergaul." Laura dengan semangatnya menelusuri tempat tersebut, menarik teman-temannya.
"Kapan, Lau?"
"Nggak tahu, tapi udah fiks Starlit bakal ada agenda itu."
Setelah tidak ada lagi bahasan, Mita yang sejak tadi menahan banyolan segera mencetus, "Kurang bergaul apa coba gue? Dari ujung ke ujung Starlit bisa lo tunjukin mukanya depan gue, gue pasti bener nebak namanya." Mita yang menyerobot menjadi penutup perdebatan mereka. Berikutnya keempat orang itu sibuk membeli makanan yang beraneka ragam. Meskipun di tangan mereka sudah menenteng churros dan minuman yogurt, tidak ada sedikitpun meloloskan untuk mengantri di depan stand kue koin dan crepes.
Mencapai giliran antrian, Mita dan Raisa yang jadi satu kelompok bertugas mengantre kue koin segera mengatakan apa yang dipesan. Lantas duduk di kursi kosong yang disediakan. Mengistirahatkan diri dari capeknya berdiri.
Raisa yang sembari menikmati churros di tangan kanan sontak menegak dan memutar badan ke arah belakang punggung, tepat pada tudingan Mita yang menunjuk.
"Itu Ardan bukan, sih, Al?" tanya Mita yang sempat ragu.
Tidak perlu menyipitkan mata. Raisa yakin sosok yang dilihat Mita adalah orang yang sama yang Raisa lihat. Dia menjawab, "Iya, itu Ardan."
"Sapa nggak ya?" Mita bergumam sendiri. "Sapa ah. Nanti kalau marah, kan ada elo, Al." Mita mengerling. Dibalas dengan tatapan Raisa yang seperti mengatakan: apa maksud lo?
"Hoiii, Ardan!! Siniii!!" Beberapa orang sontak menatap ke arah Mita. Termasuk Ardan sendiri. "Yah, nggak digubris." Mita lesu dan langsung ikut membuang muka ketika Ardan bukannya mendekat ke tempat dia serta Raisa berada, malah justru berbalik arah menjauh.
"Eh? Alya? Sama Mita?" Kedua orang tersebut sekonyong-konyong mencari sumber suara. Sosok tinggi melambai ramah pada mereka berdua. "Manggil siapa kok teriak begitu?" Itu adalah Devan. Dia muncul dengan setelan kasualnya berjalan ke arah Raisa berada.
"Tuh, orang cuek bebek," balas Mita. Menunjuk Ardan yang berjalan menjauh dengan mata malas. Perempuan itu seketika berdiri dan menepi ke sebelah Devan yang datang.
"Mau gue samperin orangnya biar nemuin kalian?"
Raisa yang masih duduk perlu menengadah untuk melihat Devan yang sedang menatapnya juga. Dia menggeleng. "Enggak usah. Nggak bakal mau juga."
"Gue bisa bantuin," lanjut Devan.
"Aman, Van. Nggak usah beneran." Raisa kembali menolak dengan akrab. Berakhir Devan yang meng-iya-kan.
...****************...
Puas menghabiskan waktu bersama keempat perempuan tersebut segera keluar dari mall dengan tangan penuh tentengan. Raisa di tangannya terlihat dua buah paper bag berisi belanjaannya. Berbanding terbalik dengan tiga perempuan lain yang tiap genggaman sebanyak lima buah.
Tepat ketika kaki mereka melangkah keluar seseorang muncul dari samping. Menghalangi jalan mereka.
"Boleh pinjam Raisa nggak, ya? Ada yang mau gue bicarain sama dia."
Devan yang tadinya setelah menawari bantuan dan pamit pergi kembali muncul bersamaan mereka berempat keluar.
Raisa yang namanya disebut-sebut menuntut penjelasan. "Kenapa ya? Di sini aja nggak bisa?" Dia menatap satu per satu teman Alya yang ikut memperhatikannya.
Devan menggeleng.
Mita menyelonong, mendahului semuanya untuk jalan ke mobil terlebih dahulu. "Ayo, guys. Mereka punya urusan berdua. Kita balik dulu aja soalnya udah sore, nih, keburu malem." Semua mengikuti, kecuali Raisa. Dia sengaja masih berdiri di depan Devan.
"Mau ngomongin apa, Van? Itu mereka udah pergi semua."
"Bicaranya sambil jalan aja, ya, Al." Dengan senyum yang mentereng Devan menuntun Raisa. Menggiring perempuan itu ke motornya. Secara tersirat lelaki itu menginginkan agar Raisa mau naik ke boncengannya. "Naik, ya? Kita makan dulu."
"Gue masih kenyang."
"Yaudah temenin gue makan bentar." Devan mulai mengenakan jaketnya. "Ini gue beneran ada yang perlu diomongin."
Raisa tanpa perlawanan pilih mengangguk. Terlebih lagi mobil yang dikendarai teman Alya sudah melaju pergi. "Oke, deh." Dia menerima helm yang diulurkan Devan padanya. Raisa tertawa karena barang itu masih tersegel rapi oleh plastik dan bahkan masih ada tag harganya.
...****************...