 
                            Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan. 
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya. 
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya. 
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 27
Tiba di kantor, Zio menggandeng tangan Aprilia menuju ruangan Yuka.
"Papa!" seru Zio, langsung memeluk Yuka yang sedang duduk di kursi kerjanya.
"Hai, sayang. Udah makan siang?" tanya Yuka sambil mengusap rambut Zio dengan sayang.
Aprilia, di sisi lain, tak berani mengangkat kepala nya. Ia benar-benar dilanda rasa takut yang luar biasa.
"Aprilia," panggil Yuka, menyadari bahwa Aprilia sedari tadi hanya menunduk.
"Maaf, Pak. Saya lalai. Saya janji, lain kali saya akan lebih hati-hati. Jangan pecat saya, Pak," ucap Aprilia dengan mata terpejam, takut mendengar jawaban Yuka.
Yuka bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Aprilia, berdiri tepat di hadapannya. "Maksudnya apa ini?" tanya Yuka dengan nada serius.
Aprilia membuka matanya, terkejut mendapati Yuka berdiri begitu dekat. Refleks, ia mundur selangkah.
"Tadi, pas aku sama Kak April nyebrang jalan, ada mobil kenceng banget mau nabrak kami, Pah. Kak April langsung narik aku, tapi dia yang jatuh," jelas Zio dengan polos.
"Apa benar yang dikatakan Zio?" tanya Yuka, menatap Aprilia dengan tatapan menyelidik.
Aprilia balas menatap Yuka, lalu dengan ragu mengangguk membenarkan.
"Kamu terluka?" tanya Yuka, nada suaranya mulai melembut.
Aprilia menunjukkan siku dan lututnya yang sudah diperban.
"Aku sama Om Beni tadi langsung ke rumah sakit, Pah," timpal Zio.
"Syukurlah," ucap Yuka, merasa lega. "Apa ada yang masih sakit?" tanyanya lagi pada Aprilia.
Aprilia menggeleng. Ia tak bisa berkata apa-apa, masih dibayangi rasa takut kalau Yuka akan marah padanya.
"Lain kali hati-hati, ya. Jaga diri kamu dan Zio," ucap Yuka dengan nada yang lebih lembut dari biasanya. Ia lalu berjalan menuju sofa dan duduk di sana, diikuti oleh Zio.
"Aprilia, duduklah," ajak Yuka.
Dengan ragu, Aprilia menurut dan duduk di sofa, memberikan jarak yang lumayan jauh antara dirinya, Yuka, dan Zio.
"Pak Yuka, jangan pecat saya," pinta Aprilia, menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Siapa yang mau pecat kamu? Saya menyuruh kamu ke sini itu buat makan siang bareng Zio. Kebetulan saya pesen sushi kebanyakan, dan saya ingat Zio juga suka banget sushi," jelas Yuka.
"Beneran? Saya nggak dipecat?" tanya Aprilia dengan mata berbinar, tak percaya.
"Iya, sudah, ayo makan sushi," ajak Yuka sambil membuka kotak sushi.
Aprilia pun dengan malu-malu ikut menikmati sushi bersama Yuka dan Zio.
"Kenapa kamu bersikeras untuk bekerja?" tanya Yuka tiba-tiba. Ia penasaran, mengapa seorang istri dari Vernando, yang notabene berada, masih sangat membutuhkan pekerjaan.
"Saya... saya pengen nyembuhin jerawat saya tanpa harus ngerepotin suami saya, Pak," jawab Aprilia, berusaha menutupi alasan sebenarnya.
Yuka hanya mengangguk-angguk.
"Mulai besok, sepulang sekolah Zio, kamu boleh melakukan treatment untuk menyembuhkan jerawat kamu. Untuk biaya, saya yang tanggung ,Ini sebagai bentuk terima kasih saya karena kamu sudah menyelamatkan Zio hari ini," tawar Yuka.
"Wah, beneran, Pak?" tanya Aprilia dengan nada riang.
"Iya. Nanti biar Zio main di kantor saya. Sepulang treatment, kamu mampir ke kantor saya buat jemput Zio," jelas Yuka.
"Terima kasih banyak, Pak," ucap Aprilia sambil tersenyum lebar.
"Kak April pasti tambah cantik," celetuk Zio, membuat Aprilia terkekeh geli mendengar celotehan anak kecil itu.
***
"Sar, itu cucumu, lho, suruh periksa sana. Siapa tahu ada masalah, kok sudah nikah setahun belum hamil-hamil juga," celetuk salah seorang tetangga, memecah keheningan sore itu.
Nenek Sari, yang sedang asyik menyiram tanaman di halaman rumahnya, menghela napas pelan.
"Sudah kubilang, jangan pernah bahas soal itu sama cucuku. Aku juga nggak pengen punya cicit buru-buru. Aku lebih mentingin kebahagiaan cucuku dulu," jawabnya dengan nada tegas namun tetap ramah.
"Tapi, Sar, kamu kan bisa dibilang orang terkaya di kampung ini. Kenapa nggak coba bisnis di kota aja? Biar usahamu bisa lebih berkembang," timpal tetangga itu, tak menyerah.
"Nggak mau ah. Aku lebih seneng nikmatin masa tua di kampung. Kalau di kota kan banyak polusi," tolak Nenek Sari, berusaha terdengar ceria. Namun, nada bicaranya menyimpan kesedihan yang mendalam.
Tiba-tiba, ingatannya melayang pada anak perempuan satu-satunya yang telah tiada, yang tak lain adalah ibu dari Aprilia. Kenangan itu selalu berhasil membuat hatinya terasa nyeri.
 
                     
                    