Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Ethan duduk di kursi kebesarannya dan menyandarkan punggungnya. Dia meraih ponselnya dan membuka rekaman singkat itu lagi. Vanya dan Vian, tampak mesra, keluar dari kosan.
"Jadi, setelah aku pulang, dia bersama Vian?" gumam Ethan, jemarinya mengetuk-ketuk meja. Perasaannya benar-benar resah memikirkannya. "Apa yang mereka lakukan di dalam kamar kos itu?"
"Pantas saja Vanya tidak mau mengakui kalau sudah pernah melakukannya denganku. Dia pasti takut Vian marah dan meninggalkannya," lanjutnya, membuat kesimpulan sepihak.
Ethan merasa bertanggung jawab, tetapi fakta bahwa Vanya memiliki pria lain membuatnya merasa dikhianati, padahal mereka tidak memiliki hubungan apa pun.
Tak lama kemudian, Vanya berjalan pelan menghampirinya. Ekspresi Vanya kali ini berbeda. Tidak ada tawa menyebalkan atau sorot mata menantang, hanya ada kegelisahan dan rasa bersalah.
"Pak Ethan, maaf sudah membuat kegaduhan di perusahaan ini," kata Vanya. Kali ini dia cukup serius mengatakannya. Tidak seperti biasanya yang berkata asal dan penuh candaan.
Ethan menatap Vanya yang juga terlihat gelisah. Dia merasakan perubahan emosi itu. Tidak biasanya Vanya bersikap patuh dan menyesal seperti itu.
"Iya, tidak apa-apa," jawab Ethan. "Aku sudah meminta admin untuk menghapusnya." Ethan sengaja menghidupkan layar laptop-nya agar bisa mengalihkan pandangannya dari Vanya, takut jika menatapnya terlalu lama, dia akan kembali menyeret gadis itu ke sudut dan menuntut pengakuan.
"Sebenarnya, hubunganku dan Kak Vian tidak seperti yang ada di pikiran Pak Ethan dan yang lainnya," kata Vanya, dia memilin jarinya. Baru kali ini dia gugup berbicara dengan Ethan.
Ethan menghela napas. Dia tidak ingin mendengar penjelasannya tentang hubungannya dengan Vian. Dia ingin Vanya mengakui bahwa dia adalah wanita yang menghabiskan malam bersamanya.
"Iya, aku mengerti," potong Ethan cepat. "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan menemui Vian. Aku yakin kamu bisa menyelesaikannya dengan baik. Lagipula, itu urusan pribadi kamu." Ethan berpura-pura fokus pada laptop-nya.
Vanya mengepalkan kedua tangannya. Ini adalah kesempatannya! Kesempatan untuk mengakui bahwa Vian adalah kakaknya, bahwa dia dijodohkan dengannya, dan mengakhiri drama ini. Padahal, biasanya dia bicara seenaknya tanpa rasa takut. Entah mengapa, bibirnya terasa sulit untuk berbicara.
"Pak Ethan, sebenarnya..."
Belum sempat Vanya melanjutkan perkataannya, Raka masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang sangat serius.
"Pak Ethan, sudah buka e-mail masuk?" tanya Raka sambil mengambil alih laptop yang ada di hadapan Ethan. Raka langsung membuka e-mail yang dimaksud.
Vanya menggeser dirinya, mundur pelan, dan kembali ke meja kerjanya. Dia urung mengatakan yang sebenarnya karena sepertinya ada masalah yang jauh lebih serius.
"Ada apa? Aku belum sempat buka e-mail," tanya Ethan.
"Ada masalah serius dengan barang kita yang kita ekspor ke Singapura," lapor Raka.
Ethan segera melihat e-mail itu, matanya tajam dan fokus. Wajahnya mengeras. "Kalau begitu, pesankan tiket pesawat sekarang juga. Aku akan mengurusnya dengan Pak Liam di sana."
"Baik." Raka segera membalik badan untuk menghubungi agen tiket.
Samar-samar Vanya mendengar apa yang dikatakan Ethan. "Ethan mau ke Singapura?" Vanya merasa ada rasa sesal karena dia kehilangan momen pengakuan.
"Mungkin memang belum saatnya Ethan tahu." Vanya kembali melanjutkan pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian, Ethan keluar dari ruangannya dan menghampirinya. "Aku akan ke Singapura. Mungkin selama satu minggu. Kalau ada masalah dengan pekerjaan kamu, langsung hubungi aku saja."
"Baik, Pak." Hanya itu yang Vanya katakan.
Ethan terus menatap Vanya tapi tidak berkata apapun, begitu juga dengan Vanya.
"Kita bicara lagi setelah aku pulang," kata Ethan memutuskan. Kemudian dia keluar dari ruangan itu dengan buru-buru.
Vanya hanya terdiam. Dia menoleh ke arah jendela kaca dan melihat tempat duduk Ethan yang kini kosong.
"Untuk apa aku tetap di sini, kalau jalan ceritanya sudah berbeda begini," gumam Vanya. Dia menatap setumpuk pekerjaannya. "Aku sudah muak dengan pekerjaan ini."
Sejak Ethan ke luar negeri, Vanya merasa sepi. Sudah tidak ada lagi yang dia ajak debat. Sudah tidak ada lagi yang sok perhatian padanya. Bahkan setelah dua hari berlalu, rasanya semakin sepi.
"Vanya, kamu lihat e-mail. Kerjakan semua itu!" suruh Raka sambil memberinya setumpuk dokumen."
"Banyak banget! Kamu gak kerja?" tanya Vanya sengan sinis sambil menatap Raka.
"Kerja. Semua jadwal Pak Ethan aku yang handel. Kamu tenang saja, selama Pak Ethan pergi tidak akan ada yang berani ganggu kamu. Sadam dan Rosa untuk sementara ditempatkan di kantor cabang selama beberapa minggu. Ternyata kamu memang sangat spesial. Selama Pak Ethan tidak di sini, kamu boleh belajar menjadi istri bos besar yang berkuasa."
Vanya menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya. "Memang bagaimana perasaan Pak Ethan sebenarnya?" tanya Vanya.
"Aku sudah bersama Ethan sejak kuliah. Aku tahu persis bagaimana sifat dan sikapnya. Dia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya." Raka menggeser kursi lalu duduk di dekat Vanya untuk membicarakan bosnya yang masih berada di luar negeri.
Vanya tersenyum kecil. "Jatuh cinta? Mana mungkin. Ethan hanya pria mesum."
"Tidak. Beneran dia jatuh cinta sama kamu sejak pandangan pertama. Bahkan sebelum dia lepas perjaka sama kamu."
Seketika pipi Vanya merona merah. Buru-buru dia memukul Raka dengan gulungan kertas. "Ih, jangan bicarakan itu! Sana pergi! Ternyata para pria juga suka bergosip. Ember banget!"
Raka hanya tertawa melihat wajah memerah Vanya. "Kamu punya hubungan apa sama Pak Vian? Sepertinya gara-gara itu Pak Ethan patah hati, tapi kalau aku lihat hubunganmu dan Pak Vian seperti kakak dan adik." Raka mengambil dokumen dan membukanya. Dia membaca lalu menandatanganinya sebagai perwakilan dari Ethan sambil menunggu Vanya menjawab pertanyaannya.
Vanya terdiam sambil memainkan jemarinya. "Kamu tidak akan membocorkan rahasia kan?" tanya Vanya.
"Tentu saja. Rahasia aman." Raka menutup dokumen itu dan membawanya. Dia kini menatap Vanya.
"Iya, aku adik kandungnya Kak Vian. Sebenarnya aku mau mengatakan ini sebelum Ethan berangkat, tapi ada masalah mendesak jadi aku menundanya."
Raka terkejut mendengar hal itu. "Kamu anaknya Pak Bima?"
Vanya menganggukkan kepalanya. "Iya, aku anaknya Pak Bima. Wanita yang dijodohkan dengan Ethan. Awalnya aku bekerja di sini memang untuk membuat Ethan membenciku dan membatalkan perjodohan."
Raka tertawa mendengar hal itu. "Sudah aku duga, karena tidak akan ada yang berani memarahi Ethan seperti itu. Makanya Ethan sampai jatuh cinta. Jangan batalkan perjodohan ini, kalian sangat serasi. Kalau Ethan sudah jatuh cinta, dia tidak mungkin menyakiti kamu." Kemudian Raka pergi dari tempat itu sambil membawa dokumen.
Vanya menghela napas panjang. "Jatuh cinta? Apa aku juga sudah jatuh cinta sama Ethan?"