"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Bukankah itu Rara dan Nina?" ia langsung mengambil ponsel dan merekamnya. Kali inj dia tidak ingin hanya memotret tapi lebih dari itu.
"Ah ... kita lihat Ra. Bagaimana kalau ini masuk group sekolah." Senyum bangga menyelimuti hatinya tanpa dia berfikir lagi kemungkinan yang akan terjadi.
Riuh para siswa siswi berjalan memasuki gerbang sekolah. Berbagai macam karakter berkumpul jadi satu dan saling mengenal satu sama lain. Ada yang menggunakan kendaraan roda dua, ada juga yang menggunakan roda empat. Bahkan banyak juga yang masih di antar jemput oleh keluarganya, bukan manja tapi lebih kepada keinginan mungkin.
"Pagi pak ...." sapa Nina dan para siswa siswi yang melawati post satpam ramah.
"Pagi ...." sahutnya tak kalah ramah.
"Pak ada sedikit buat sarapan he he he ... , tapi maaf ya pak kalau nggak enak buatan sendiri." ujar Rara memberikan kotak yang berisi sandwich ala kadarnya.
"Duh terharu Pak Udin Neng. Makasih banyak, jadi bisa ngerasain Kaya apa roti yang pake mayo ... mayo apa sih itu ...." menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mayonnaise pak." sahut Aurora yang sudah berada di belakan Rara. Kedua tanganya memegangi tali ransel dengan memamerkan senyum manisnya.
"Nah ... itu. maksud Bapak." membenarkan ucapan Aurora dengan menggerakan jemarinya dan kepalanya mengangguk.
"Bapak ini bisa aja. Ya udah pak kita masuk dulu," pamit Rara dan Nina serta Aurora. Ketiga gadis itu masuk berjalan melewati lorong sekolah. Di persimpangan Nina berlawanan serta melambaikan tangan pada kedua kakaknya.
"Bye," ucapnya berlenggang dan bersenandung ala anak muda pada umumnya. Sebaliknya Rara juga Aurora melakukan hal sama seperti yang di lakukan Nina.
*****
Seorang pria melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, di tengah keramaian ibu kota. Beberapa kali menatap layar ponselnya yang bergetar dan membalas pesan.
Pagi itu seakan dirinya tidak ada beban. Mobilnya berhenti tepat di lampu merah. Satu lenganya di letakan pada pintu mobil dan sedikit bersiul seakan dunianya sangat indah. Melihat beberapa pengendara bermotor, orang-orang yang berjalan kaki menjadi pemandangan pasti.
Tak lama berlalu mobil yang di kendarainya terparkir di depan cafe. Dari dalam mobil ia sudah melihat sangat jelas orang yang ingin dia temui. Membuka pintu mobil kemudia berjalan masuk.
"Baby." panggil seorang perempuan yang tak lain adalah Vina. Athur memberikan sapaan dengan seulas senyum.
"Hai Bro." sapa seorang pria yang berjalan mendekat dari arah toilet kearahnya.
"Kau?"
"Gimana kabar lo." Dion merangkul bahu Athur.
"Singkirkan tangan lo." ketus Athur yang berusaha mengibaskan tangan Dion dari bahunya.
"Dih ... galak amat lo. Lagi datang bulang ya sensi lo kumat." ledek Dion renyah karena jemarinya menoel dagu Athur genit. Membuat Vina ikut tertawa kecil melihat tingkah letoy ala-ala perempuan.
"Ih ... geli gua. Minggir." singkir Athur bergidik ngeri oleh tingkah Dion. Kemudian pria itu duduk di sebelah Vina.
Perempuan itu langsung bergelayut manja karena sudah lama tidak bertemu. "Sayang, kamu nggak kangen aku." ucapnya manja.
"Tentu aku rindu. Tapi kamu tahu sendiri aku benar-benar sibuk." Athur menoel hidup Vina games.
"Kalian anggep gua obat nyamak." celetuk Dion melihat interaksi dua sejoli yang di mabuk cinta.
Bisa-bisanya keduanya malah asyik bermesraan di depannya. Sungguh pemandangan yang membuat pria itu iri. Bagaimana tidak, Vina terlihat sangat agresif mencium berkali-kali pipi Athur bahkan sesekali mencium bibirnya. Athur pun membalas ciuman itu sebaliknya.
"Ingin sekali aku tenggelam saja di laut selatan."
"Ha ... ha ... ha ...."
Tawa renyah Vina mengejeknya. "Lagian siapa juga yang ngundang lo bergabung." ucap Athur acuh padanya dan membuang muka. Pria itu saat ini justru fokus pada ponselnya karena sendari tadi terus bergetar.
"Apaan sih. Nggak ada kata sibuk untuk hari ini. Kan udah janji!" Vina meraih paksa ponsel Athur dan meletakan di atas meja.
"Vin, itu tadi mamah loh yang telephone." ujar Athur menunjuk ponselnya.
Dengan berat Vina memberikan ponselnya, ia sangat faham jika sintia menghubungi Athur pasti memang ada sesuatu yang penting. "Nih." ulur Vina memberikan benda pipih itu.
Tapi saat membuka ponselnya ia membulatkan matanya tajam. Reflek tanganya menggebrak meja cukup kuat.
"Brakk!"
Kedua manusia yang sedang asik mengobrol dan menikmati secangkir cappuccino serta kopi itu tubuhnya sedikit terangkat kaget.
"Baby kenapa? Bro ada apa?" tanya keduanya bersamaan.
"Tidak!" sahutnya dengan raut wajah merah padam menahan amarah.
"Bohong lo Bro!"
"Apa ada masalah di kantor?" tanya Vina menelisik. "Devan pasti bisa cepat menyelesaikan. Hari ini kamu udah janji bukan." Vina memaparkan wajah sedih dan menyandarkan kepalanya di bahu Athur.
"Nanti malam kamu harus temani aku. Temen-temenku selalu mengejekku, mereka bilang kau sudah berubah dan mungkin akan membuangku." ucap Vina sengaja agar Athur mau pergi menemaninya malam ini.
"Baiklah." jawab Athur singkat.
"Gua nggak di ajak?" sabar Dion menunjuk dirinya sendiri.
"Lo mah biasa juga datang tanpa di undangkan." celetuk Vina membuat Athur memalingkan wajahnya. Kedua alisnya bertemu seakan bertanya tentang ucapan Vina barusan.
"Baby maksudku Dion kan memang selalu datang kesana. Kamu jangan gitu natap aku, ngeri aku tahu." ujar Vina memajukan bibirnya cemberut.
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭