Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Setelah rapat OSIS berakhir siang itu, Intan menunggu seseorang di taman belakang sekolah tempat yang jarang dilalui siswa lain.
Langit mulai jingga, daun-daun berguguran tertiup angin sore, dan suara jangkrik samar-samar terdengar.
Tak lama kemudian, datanglah Tania Kusuma, kakak sepupu Wilona, dengan seragamnya yang masih rapi dan parfum mahal yang langsung menusuk hidung.
“Lo yang manggil gue?”
Tania melipat tangan di dada, menatap Intan dengan tatapan tajam.
Intan berdiri, bibirnya membentuk senyum samar.
“Iya. gue rasa… kita punya tujuan yang sama.”
Tania mengangkat alisnya. “Tujuan yang sama?”
“Maksud lo apa?”
Intan menatapnya lurus. “Kita sama-sama benci Wilona, kan?”
Nada suaranya datar tapi menusuk, seperti racun yang disembunyikan di balik senyum manis.
Tania terdiam sejenak, sebelum akhirnya tersenyum miring.
“Lo cepat tanggap juga rupanya.”
Ia melangkah lebih dekat, matanya berkilat dingin.
“Gue nggak tahan lihat dia. Gadis kampung yang numpang hidup di rumah keluarga Kusuma… dan sekarang malah dekat sama Galen. Seolah-olah dia pantas.”
Intan mengangguk. “Gue juga muak. Galen itu orang yang paling gue kagumi. Tapi sejak Wilona datang, dia berubah drastis terutama ke cewek itu.”
Nada suaranya terdengar getir.
“Padahal dulu, Galen itu dingin. Sulit didekati. Sekarang? Semua karena tu cewek kampung.”
Tania menatap Intan dengan rasa puas. “Kalau begitu… kita bekerja sama aja.”
Ia mendekat dan berbisik, “Kita buat Galen membenci Wilona. Biar dia lihat sendiri kalau gadis itu bukan seperti yang dia kira.
"Gue setuju. Nanti biar gue yang pikirin rencana apa yang cocok." ucap Intan tersenyum miring.
"Deal." ucap Tania sembari mengulurkan tangan nya dan mereka bersalaman.
Sementara itu saat ini Wilona Tengah berada di taman belakang, Iya tiba-tiba teringat akan ibunya. Dihari bahagianya nanti saat ia menikah dengan Galen orang tuanya sudah tidak ada lagi di dunia ini.
"Hekhmmm"
"Gal."
"Ngapain bengong sendirian disini?, nanti,,,, kesambet loh."
"Aku gak papa "
Galen duduk di samping Wilo, "Cerita sama aku, ada apa, hem?."
"Beneran Gal, aku gak apa-apa."
"Mau aku cium dulu baru kamu mau cerita?." ucap Galen menaikan satu alisnya dan mendekatkan wajahnya ke arah Wilo.
"K-kamu mau apa?."
"Cium atau Cerita?."
"Ya udah aku cerita, jangan deket-deket." Ucap Wilo berusaha menghilangkan gugupnya. Entah kenapa setelah kejadian malam itu, jantung Wilona berdegup kencang setiap kali berada di dekat jalan dengan posisi seperti ini.
"Kenapa wajahnya memerah gitu?."
"Awas ih, jangan godain aku terus."
"Ada masalah apa sayang?."ucapkan lembut sembari menyematkan anak rambut Wilona ke belakang telinga gadis cantik itu yang berhasil membuat Wilona salah tingkah.
"A-aku hanya lagi kangen sama ibu aku aja."
"Mau aku temenin ke makamnya sebelum kita nikah?."
"Beneran Gal?."
"Hem."
"Mauuu!!! Makasi Gal." ucap Wilona begitu girang dan tanpa sadar gadis itu sudah memeluk Galen. Galen yang awalnya terkejut pun membalas pelukan tersebut yang berhasil membuat Wilona tersadar dan segera menjauh dari Galen.
"S-sorry Gal, aku reflek."ucap Wilona malu.
"Aku suka refleks kamu. sering-sering aja kayak gitu ya." bisik Galen yang berhasil membuat pipi Wilona bersemu merah.
...****************...
Sepulang sekolah, Tania duduk di kamar, menatap ponselnya dengan senyum licik yang tersungging di bibirnya.
Ia baru saja menerima pesan dari sekutu nya yaitu, Intan,
“Tan,bsok gue atur biar Wilona disalahin di ruang OSIS. lo bantu dari luar. Kita buat dia kelihatan buruk.”
Tania membalas cepat.
“Tenang. gue punya ide."
Ia tertawa kecil, puas dengan rencana itu.
“Lo pikir lo bisa merebut segalanya dari gue, Wilona? Nggak semudah itu.” gumam Tania
...****************...
Wilona datang lebih pagi dari biasanya.
Ia membawa beberapa berkas yang diminta Galen untuk rapat OSIS nanti. Tapi begitu ia masuk ruang OSIS, suasananya hening dan aneh.
Semua mata menatapnya… dengan tatapan sinis.
Intan yang duduk di kursi ketua rapat pura-pura kaget melihat Wilona.
“Oh, Wilona… lo akhirnya datang juga.”
Nada suaranya manis tapi mengandung ejekan halus.
“Berkas proposal kemarin ke mana, ya? Katanya lo yang pegang, tapi tadi pagi gue dengar dari guru pembina kalau file nya… hilang.”
Wilona menatap bingung. “Hilang? Tapi gue, gue sudah simpan di ruang OSIS kemarin…”
“Oh, jadi lo yang nyimpan?” Intan memotong cepat, dengan senyum kemenangan,“Berarti memang lo yang lalai.”
Beberapa anggota OSIS mulai berbisik.
“Wah, gawat tuh, Galen pasti marah.”
“Dia kan ketua yang perfeksionis…”
Wilona menunduk. Pipinya terasa panas, bukan karena malu, tapi bingung. Ia tahu betul ia tak bersalah. Tapi bagaimana bisa semua orang seolah sepakat menuduhnya? memang benar kemarin sehabis mereka ngobrol di taman Galen buru-buru ke toilet meminta Wilona untuk meletakkan berkas di atas mejanya dan Wilona pun meletakkannya sesuai dengan yang diperintahkan oleh Galen.
Di luar ruangan, tanpa sepengetahuan Wilona, Intan dan Tania saling menukar tatapan dari balik jendela kaca.
Rencana mereka berjalan mulus sejauh ini.
Galen datang ke ruang OSIS membawa wajah serius.
“Lona.”
Suara baritonnya membuat semua orang menoleh.
Wilona mendongak, jantungnya berdebar kencang.
“I-iya?”
“Berkas kemarin yang aku minta kamu buat taruh di mejaku, kamu taruh di mana?."ucap galon lembut yang membuat semua orang di sana terkejut karena mereka berpikir kalian akan marah kepada Wilona.
Wilona tergagap. “Kemaren aku sudah taruh di meja kamu, Gal.. Aku yakin! Habis itu kita pulang.”
“Kamu yakin?”
“Yakin banget.”
Wilona menatapnya lurus, kemudian sudut matanya menangkap interaksi Intan dan Tania.
"Oh...kalian mau jebak gue?." batin Wilo.
“Mungkin Wilona lupa, Galen. Dia kan…baru di sekolah ini. Bisa jadi belum terbiasa.”
Tania yang entah sejak kapan berdiri di dekat pintu ikut bicara pelan.
“Galen, lo jangan terlalu percaya sama dia. gue aja kemaren lihat Wilona sibuk main ponsel saat ke ruang OSIS. Mungkin dia nggak fokus.”
“Sudahlah. Gue ada berkasnya, nanti gue print lagi aja. Ya udah, Lona, kamu ke kelas aja ya."kejanggalan lagi sembari mengusap kepala Wilona membuat semua orang yang ada di sana menganga tidak percaya dengan tingkah lembut Galen.
"Kok lo biarin aja dia pergi sih Gal, dia harus bertanggung jawab dong karena udah ngilangin berkas. ini setengah jam lagi kita mau rapat loh."
"Tania, itu urusan gue. Lo gak usah ikut campur. kau tenang aja gue pastikan saat rapat nanti berkasnya sudah ada." ucap Galen dingin dan tatapan datar. Tania dan intan merasa kesal dengan sikap kalian yang tampak dingin kepada mereka sedangkan begitu lembut kepada Wilona.
Wilona berbalik pergi , tapi tatapan dingin sesaat yang ia berikan sebelum melangkah pergi menusuk hati Intan, dan ia menjulurkan lidahnya pada Tania.
Untuk pertama kalinya, gadis itu merasa ia kehilangan kepercayaan dari seseorang yang mulai ia sukai.
Malamnya, Galen terdiam lama di kamarnya.
Ia memandangi layar ponselnya — foto Wilona yang diam-diam ia ambil saat gadis itu tertawa di taman belakang sekolah.
Tapi kata-kata Tania dan Intan berputar di kepalanya.
> “Apakah benar Wilona seperti yang mereka bilang?”
“Atau gue yang bodoh karena terlalu cepat jatuh hati…”