Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengintaian dan penyergapan
Setelah pertemuan di aula utama kerajaan Vazkal, dan menerima perintah dari pangeran sekya. Lyra segera menyusun pasukannya. Ia memilih prajurit yang paling tangkas dan ahli dalam penyamaran. Setelah semua siap, mereka berangkat diam-diam meninggalkan Vazkal.
Jalanan begitu sunyi saat mereka melintas, setiap langkah yang mereka ambil, diatur agar tak menimbulkan suara. Lyra memimpin di depan, matanya waspada mengamati setiap sudut jalan. Tujuannya hanya satu, Kerajaan Lamina, tempat Raja Vazkal disekap.
Para prajurit yang bersamanya sudah terlatih untuk misi seperti ini. Mereka tahu cara bergerak tanpa diketahui musuh, siap sedia untuk melaksanakan tugas penyelamatan.
Lyra menghentikan langkah mereka di balik semak belukar. Ia menoleh ke belakang, menatap prajurit-prajuritnya satu per satu, wajahnya serius dan penuh perhatian.
"Dengar," bisiknya, suaranya pelan namun mengandung bobot yang berat. "Kita sudah sangat dekat dengan wilayah musuh. Jangan sampai ada satu pun yang membuat kesalahan, kita tidak ingin menarik perhatian sedikit pun."
Prajurit-prajurit itu mengangguk serempak, menatapnya dengan tatapan yang serius dan penuh tekad.
Lyra lalu melanjutkan, "Ingat baik-baik, misi utama kita bukan untuk berperang habis-habisan, tapi untuk menyelamatkan Raja. Kita akan bergerak seperti bayangan yang tak terlihat. Jika ada yang sampai terlihat oleh mata musuh, itu berarti kalian gagal dalam misi penyamaran ini."
Seorang pemuda, yang tampak tegang, bertanya, "Lalu, bagaimana jika kita ketahuan, Kapten?"
Lyra menatapnya tajam, pandangannya tidak menunjukkan keraguan sedikit pun. "Jangan pernah berpikir sampai itu terjadi. Jika sampai kita ketahuan, kalian pasti tahu apa risikonya. Nyawa kita semua yang menjadi taruhannya, bukan hanya satu dua orang. Jadi, pastikan tidak ada kesalahan, mengerti?"
Pemuda itu dan prajurit lainnya mengangguk, wajah mereka memucat tapi tekad mereka semakin kuat, memahami betul betapa penting dan beratnya tugas yang diemban ini.
Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan dan penuh kehati-hatian, mereka tiba di perbatasan Lamina. Lyra segera memimpin pasukannya untuk menyamar sebagai pedagang keliling.
Mereka mengenakan pakaian sederhana, menggendong karung berisi barang dagangan, dan menyembunyikan senjata di bawah tumpukan kain. Lyra memastikan setiap detail penyamaran itu sempurna.
Mereka akhirnya berhasil masuk ke dalam kota Lamina yang megah, siap memulai misi penyelamatan. Di sana, keramaian pasar langsung menyambut mereka.
Suara-suara tawar-menawar, riuhnya langkah kaki, dan celotehan warga memenuhi udara. Lyra berjalan di depan, menggendong karung berisi buah-buahan, sambil terus mengawasi sekitarnya.
Matanya meneliti setiap sudut, setiap wajah yang mereka lewati. Ia melihat pengawal-pengawal kerajaan berjaga di pos-pos strategis, tatapan mereka tajam dan waspada.
Lyra berbisik pelan pada pasukannya, tanpa menggerakkan bibir, agar mereka tidak berpencar dan tetap bersikap santai, seolah-olah mereka benar-benar pedagang biasa.
"Ingat," bisik Lyra pada pemuda itu saat mereka melewati sekelompok pengawal.
"Jangan banyak bicara. Cukup anggukan kepala, pura-pura saja bisu. Kita tidak tahu siapa yang bisa mendengarkan kita."
Pemuda itu hanya mengangguk, wajahnya pucat karena tegang.
Lyra lalu mendekati prajurit lain. "Pakaianmu sedikit kotor," katanya pelan. "Itu bagus. Buatlah dirimu terlihat seperti baru saja tiba dari perjalanan jauh."
Prajurit itu mengangguk, lalu mengoleskan sedikit debu di pipinya. Lyra menoleh pada dua prajurit di belakangnya.
"Dan kalian berdua," bisik Lyra. "Tawarkan barang dagangan dengan suara yang ramah. Buat mereka lengah, mengerti?"
Mereka berdua menjawab "Ya" dengan suara yang nyaris tak terdengar. Lyra tersenyum kecil, ia tahu, mereka semua mengerti betapa berbahayanya misi ini, dan mereka siap untuk itu.
Di dalam istana Lamina, Pangeran Lamino menghadap Raja Abbas di ruang kerja. Raja Abbas sedang membaca gulungan laporan di mejanya. Lamino berdiri dengan tenang, menunggu ayahnya selesai membaca.
Setelah selesai, Raja Abbas menatapnya. "Ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Raja Abbas.
"Ayah," jawab Lamino dengan suara yang penuh hormat. "Saya ingin meminta izin, saya ingin pergi ke Vazkal."
Raja Abbas mengerutkan dahinya, tatapan matanya menunjukkan kebingungan. "Ke Vazkal? Untuk apa kau ke sana?"
"Saya ingin bertemu dengan Dion," jawab Lamino dengan jujur. "Sudah lama kami tidak bertemu, Ayah. Saya hanya ingin memastikan dia baik-baik saja."
Raja Abbas menghela napas panjang. Ia memang tidak tahu tentang situasi di Vazkal. "Baiklah," jawabnya akhirnya. "Kau boleh pergi. Tapi bawa beberapa pengawal untuk menjagamu. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu di jalan."
Lyra dan pasukannya telah menyusup jauh ke dalam kota Lamina. Namun, hingga malam menjelang, mereka belum juga mendapat informasi penting tentang keberadaan Raja Vazkal. Akhirnya, Lyra mengumpulkan kembali pasukannya di sebuah gang sepi, jauh dari keramaian pasar. Setelah memastikan keadaan aman, Lyra berbicara.
"Sepertinya kita harus mengubah rencana," bisiknya. "Misi ini lebih sulit dari yang kita duga. Tidak ada satu pun informasi yang bisa kita gunakan."
Lyra menarik napas, lalu menatap satu per satu prajuritnya. "Mulai sekarang, kita berpencar. Cari informasi sebanyak mungkin, perhatikan setiap detail yang mencurigakan, tapi jangan sampai ada yang tahu siapa kita."
Ia lalu menjelaskan tempat pertemuan. "Kita akan bertemu lagi besok malam, di belakang patung Raja Lamina yang ada di alun-alun kota. Jangan sampai ada yang terlambat."
Prajurit-prajurit itu mengangguk paham, lalu perlahan menghilang satu per satu ke dalam gelapnya malam.
Lyra berjalan sendiri di tengah keramaian. Setelah beberapa saat, dia memilih untuk berjalan menuju pusat kota, di mana istana megah berada. Tak lama kemudian, ketika dia hanya berjalan beberapa meter saja, dia melihat Pangeran Lamino baru saja keluar dari gerbang istana.
Pangeran Lamino terlihat berbeda dari lukisan yang Lyra lihat. Ia mengenakan pakaian biasa seperti rakyat biasa, namun raut wajahnya yang berwibawa tidak bisa disembunyikan. Di belakangnya, beberapa prajurit yang menyamar sebagai pengawal pribadi mengikutinya dengan cermat.
Lyra menyembunyikan dirinya di balik kerumunan, mengamati Pangeran Lamino dengan saksama. Ia penasaran mengapa Pangeran Lamina ada di sini.
Ia kemudian terpikirkan sebuah ide. Jika dia bisa menculik Pangeran Lamino, dia bisa menginterogasinya untuk mendapatkan informasi tentang di mana Raja Vazkal disekap. Lyra tersenyum kecil, rencana baru telah terbentuk.
Lyra tidak membuang waktu, dia segera mengikuti Pangeran Lamino. Dia menjaga jarak aman, sesekali bersembunyi di balik tumpukan karung atau di antara kerumunan orang yang baru saja akan keluar dari kota.
Lyra melihat Pangeran Lamino dan rombongannya berjalan lurus, menuju gerbang kota yang akan menuju ke Vazkal. Lyra terus mengikuti, memastikan dirinya tidak terlihat sedikit pun, sampai akhirnya mereka keluar dari gerbang kota Lamina.
Setelah beberapa saat, Lyra terus mengikuti Pangeran Lamino dan pengawalnya, yang kini berjalan di tengah hutan yang gelap. Lyra tersenyum. Ini adalah daerah kekuasaannya. Di bawah lindungan kegelapan, dia tidak akan terlihat.
Dengan cekatan, dia bergerak di antara pepohonan, mempersiapkan diri untuk melancarkan serangan. Tanpa suara, dia melompat dari pohon ke pohon, mendekati targetnya. Setelah berada di posisi yang sempurna, Lyra meluncurkan serangan.