Di cerai karena anak yang dia lahirkan meninggal, membuat hati Adelia semakin terpuruk, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia di minta untuk menjadi ibu susu anak CEO di tempatnya bekerja, karena memang dirinya di ketahui mempunyai ASI yang melimpah.
Apakah Adelia mampu menyembuhkan lukanya melalui bayi yang saat ini dia susui? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Belas Tahun Berlalu
Tahun demi tahun sudah berlalu begitu cepat, anak yang dulu di dalam dekapannya sekarang sudah menjelma menjadi lelaki yang sudah beranjak dewasa, ya Dalton seorang bayi yang dulu ia susui bukan hanya sekedar ikatan pekerjaan saja, akan tetapi seiring waktu keduanya menyatu menjadi keluarga.
Adel tidak hanya sekedar ibu, tetapi ia merupakan rumah untuk anak laki-lakinya itu, kasih sayangnya mengalir bagaikan air dari pegunungan yang tiada surut meskipun kemarau melanda.
"Ma ... Anak kita belum pulang?" tanya Tuan Arthur, pria tampan yang memiliki tatapan tajam itu kini berubah 180°. Sikapnya menjadi manis dan hangat setelah 17 lebih ia mengarungi biduk rumah tangga meskipun ujian kadang silih berganti melanda keduanya.
"Belum Dad, paling bentaran lagi," sahut Adel.
"Anak itu selalu cuek dan dingin, kalau diajak ngobrol jawab sekenanya saja, tapi kalau sama kamu dia bisa terbuka semuanya, padahal aku bapaknya?" protes Arthur yang merasa anaknya selalu berpihak kepada ibunya.
"Sudah jangan mengeluh dia itu kan duplikatnya kamu, dingin cuek kaku, kalau ditanya jawab gak ditanya pun diam," sahut Adel.
"Iya sih, tapi aku gak begitu-gitu amat," bela Arthur.
"Apa? Gak salah dengar aku," goda istrinya itu.
"Ya enggaklah Sayang," sahut Arthur sambil mendekat ke arah istrinya.
Tatapan keduanya mulai bertaut, Arthur menatap wajah Adel yang sampai sekarang tidak ada perubahan, bahkan istrinya itu terlihat begitu cantik dan awet muda meskipun usianya sudah memasuki kepala empat lebih.
"Kau dari dulu selalu membuatku candu Adelia," bisik Arthur.
Adel bergidik meskipun ini bukan pujian pertamanya akan tetapi jantungnya selalu berpacu kencang saat pria itu selalu memujinya dengan kata-kata khasnya. "Makasih, kau selalu saja pandai membuat jantungku meloncat," ucap Adel, di sela-sela hawa panas yang meliputi suaminya.
Tanpa banyak tanya Arthur langsung membawa tubuh istrinya itu ke dalam kamar dan di siang ini keduanya melakukan hubungan suami istri.
Arthur masih sama seperti dulu selalu melakukan istrinya dengan lembut tidak ada perlakuan kasar dalam permainannya pria itu selalu melakukan ritmenya dengan pelan cendrung cepat hingga keduanya menemui titik pelepasan.
Tangan Arthur mulai tergerak untuk membingkai wajah istrinya lalu mulai mengecup keningnya. "Terima kasih untuk olahraga siang ini," ucapnya setelah mendapatkan pelepasan.
"Sama-sama, maaf ya sampai sekarang aku masih belum bisa kasih kamu keturunan," sahut Adel sedikit menundukkan pandangannya.
"Itu tidak menjadi masalah Sayang, bagiku kamu dan Dalton sudah lebih dari sekedar cukup," ucap Arthur sambil memeluk tubuh istrinya.
"Tapi Dad ... Aku juga ingin mempunyai anak seperti ibu-ibu pada umumnya, biar rumah ini sedikit ramai, setelah Dalton dewasa rumah ini terasa sepi," ungkapnya dengan penuh harapan.
Ya selama tujuh belas tahun ini mereka selalu menantikan kehadiran buah hati akan tetapi Tuhan masih belum memberinya dan pasangan satu ini pun tidak pernah mau menyerah begitu saja hingga sekarang.
☘️☘️☘️☘️
Angin sore menyapu halaman rumah keluarga Arthur. Di bawah langit jingga yang mulai meredup, sesosok remaja lelaki berdiri dengan postur tegap, tangan bersilang di dada. Wajahnya nyaris tak menunjukkan emosi, sorot matanya tajam namun dingin, dan setiap kata-katanya selalu terdengar lugas, itulah Dalton Alvaro Arthur.
“Mam, udah makan?” tanyanya singkat begitu memasuki ruang keluarga, menatap Adel yang tengah menyiapkan teh hangat.
Adel menoleh, tersenyum lembut. “Belum, Mama baru selesai bikin sop kesukaan kamu," sahut Adel penuh dengan kelembutan.
“Makasih,” jawab Dalton pendek, lalu duduk tanpa melepas seragam sekolahnya.
Di luar Dalton dikenal tegas dan tak banyak bicara. Ia menjadi sosok yang tak mudah didekati, bahkan guru pun jarang melihatnya tersenyum. Tapi di dalam rumah, hanya pada Adel, ibunya sikap dinginnya bisa sedikit mencair.
Adel menyentuh bahunya lembut. “Tadi di sekolah gimana? Kamu ada debat, kan?" tanya Adel.
Dalton mengangguk. “ Aku menang lagi," sahutnya sedikit menyunggingkan senyum.
“Kamu memang luar biasa, Nak, Mama bangga memilikimu," ucap Adel sambil menatap wajah anak remajanya itu dengan penuh kasih.
"Dalton juga senang mempunyai ibu seperti Mama, bagi Dalton Mama segalanya," sahut Dalton.
Dalton menoleh sebentar, ada gurat hangat di balik matanya. Tapi dengan cepat, ia menunduk lagi. Tak pernah ia tahu bahwa wanita yang ia panggil Mama itu... bukan ibu kandungnya.
☘️☘️☘️
Sementara itu, di sebuah gang kecil di pinggiran kota lain, seorang wanita dengan baju lusuh tengah menggelar lapak dagangan sederhana, gorengan, nasi bungkus, dan kue basah.
Shofia, wanita itu, menghapus keringat di dahinya sambil menata keranjang dagangannya. Usianya masih muda, namun gurat kelelahan dan waktu telah menambah keriput halus di ujung matanya.
Semenjak tiga tahun yang lalu Shofia memutuskan pindah ke negara asalnya yaitu Indonesia, 14 tahun menetap di kota Manhattan tak membuatnya lupa akan tanah kelahirannya.
Willy suami Shofia sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu makanya ia memutuskan pindah ke Indonesia karena ternyata setelah kepergian suaminya, hidupnya semakin susah, dari segi ekonomi, hingga pada akhirnya dia memberanikan diri untuk pulang dengan identitas lain karena memang dia sudah merubah identitasnya sendiri.
Dia tak pulang sendiri, semenjak bersama Willy dia memutuskan untuk mengadopsi anak yang dia beri nama Keysha, dan sekarang usianya sudah menginjak 17 tahun.
“Keysha, bantu Ibu angkat termos, ya, Sayang,” serunya pada gadis remaja cantik dengan kulit putih yang tengah menyapu halaman kontrakan kecil mereka.
“Iya, Mom!” seru gadis itu, meskipun di Indonesia dia hidup sederhana akan tetapi ia tidak pernah melupakan latar belakangnya yang memang dari luar negeri, bahkan tak jarang temannya meledek karena ia memanggilnya dengan sebutan Mommy.
Keysha, gadis yatim piatu yang diadopsi Shofia sejak usia dua tahun, tumbuh menjadi sosok ceria dan mandiri. Ia tahu hidup mereka tidak mudah, tapi ia tidak pernah mengeluh.
“Ibu tadi jualannya laku berapa?” tanya Keysha masih dengan logat bahasa Indonesia yang kaku.
Shofia tersenyum tipis. “Alhamdulillah, cukup buat bayar listrik dan belanja dua hari," sahutnya dengan senyuman getir.
“Besok aku ikut bantu jualan ya, Mom," ucap anaknya itu dengan semangat.
Shofia mengangguk sambil membelai rambut anak gadisnya. Ia tak pernah tahu bahwa di kota lain, anak kandungnya sendiri hidup dalam kemewahan, namun tumbuh dengan hati yang membeku, semenjak ia memutuskan untuk pergi saat itu pula Shofia sudah tidak ingin lagi melihat kembali masa lalunya.
Shofia masih menyimpan satu foto tua, foto bayi mungil yang ia peluk sebelum ia memutuskan pergi meninggalkan bayi kecil dulu karena keadaan. Bayi itu kini tumbuh menjadi remaja yang bahkan tak mengenal namanya sama sekali.
Air mata jatuh di pipinya. “Kamu pasti udah besar sekarang, Dalton ...," ucapnya penuh haru.
☘️☘️☘️☘️
Malam harinya ....
Di tengah malam yang hening, Dalton kembali terlelap dalam tidurnya yang gelisah, remaja satu ini selalu dibayang bayangi mimpi yang tidak biasa bahkan mimpi itu kerap sekali datang di dalam tidurnya.
Dalam mimpinya, ia berdiri di sebuah lorong panjang dan suram. Di ujung lorong itu, ada seorang wanita dengan wajah samar, berdiri membelakanginya, di dalam mimpi itu Dalton sudah tidak heran lagi dengan sosok perempuan yang memiliki wajah teduh dengan guratan lelah yang ada di wajahnya.
“Dalton...” suara itu lirih, namun menyayat. Suara seorang ibu yang kehilangan.
Wanita itu perlahan menoleh, mata basah, tatapan sayu penuh luka. Tapi sebelum Dalton sempat mendekat, bayangan itu menghilang dalam kabut.
Dalton terbangun dengan napas memburu. Keringat dingin membasahi pelipisnya, remaja itu langsung tertunduk lalu tangannya mulai meraih air putih yang ada di nakas samping ranjangnya.
"Siapa wanita itu ... dan kenapa aku selalu merasa kamu bukan sekadar mimpi?" ucapnya penuh tanda tanya.
Bersambung ...
Kak kasih komen dong ...
vote pun udah meluncur lho