Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Bertepuk Sebelah Tangan
Aku baru saja keluar dari kelas. Saat itu sedang jam istirahat. Aku pun duduk di mejaku yang terletak di ruang guru. Ku buka ponselku, ada chat dari ibuku.
Ibu: Kapan pulang, Ra? Udah lama kamu gak pulang.
Sejak aku kuliah, ibuku kembali tinggal di Indonesia dan meninggalkan Kuala Lumpur. Namun saat itu justru aku yang merantau ke Jakarta. Maka ibuku sering sekali memintaku pulang. Apalagi setelah kuliah, aku tidak kembali ke Bandung. Aku lebih memilih berada di sini dan mengajar meskipun hanya sebagai tenaga honorer.
Aku pun mengetik balasan.
Naira: Insyaa Allah Jumat sore Rara pulang, Bu.
Kemudian aku pun mempersiapkan materi berikutnya, karena masih ada kelas yang harus aku masuki setelah istirahat.
Tiba-tiba ponselku berdering. Rita menelponku, "Ra, jadi 'kan kita ketemuan nanti sore?" tanya Rita memastikan.
Aku dan Rita memang janjian untuk bertemu. Sekitar sebulan yang lalu saat kami bertemu, kami berjanji untuk bertemu lagi untuk sekedar bercerita dan melepas rindu bersama sahabat. Saat sudah bekerja, dan Rita kuliah S2, kami tak punya sahabat dekat seperti kami waktu kuliah. Jadi sesering mungkin saat kami punya waktu luang, kami akan menyempatkan untuk bertemu.
Tiba di coffee shop, aku mengedarkan pandanganku dan melihat Rita menempati satu meja di dekat jendela. Namun Rita tidak sendiri, dia bersama Alleta.
Kenapa ada Alleta? Kenapa harus bertemu lagi dengan gadis itu? Keluhku dalam hati. Walaupun Alleta sudah putus dengan Gaga, tetap saja aku merasa tak nyaman untuk bertemu dengannya.
"Ra, sini." Rita menangkap kehadiranku dan melambaikan tangannya.
Aku pun dengan ragu melangkah mendekat pada meja itu. "Ada Alleta juga," sapaku berusaha terlihat ramah.
"Iya, Ra. Apa kabar?" tanyanya dengan senyumnya yang cerah seperti biasa. "Gue sengaja ngajak ketemu sama Rita soalnya mau ngasihin langsung undangan pernikahan gue seminggu lagi. Eh tahunya Rita janjian juga ketemu sama lo. Gue juga mau kasih undangannya buat lo. Nih, dateng ya."
Aku pun menerimanya. Kenapa dia mengundangku? Kami tidak sedekat itu perasaan? Tapi mungkin karena ia tidak enak karena aku cukup dekat dengan Rita, makanya ia memutuskan untuk mengundangku juga. Mungkin begitu.
"Makasih ya, Alleta. Nanti gue dateng bareng sama Rita. Lancar acaranya ya," ucapku.
"Aamiin. Makasih ya," sahut Alleta. "Kalian bawa cowok kalian juga dong, biar barengan nanti."
"Lo ngehina aja sih, Ta. Gue jomblo nih, Naira juga. Jadi udah paling pas gue dateng sama Naira. Lo gak ngundang dia juga, gue pasti ngajak dia ke nikahan lo," dumel Rita.
Aku dan Alleta pun tertawa mendengar gerutuan Rita. Rita memang sama sepertiku, tidak terlalu dekat dengan makhluk bernama laki-laki. Rita sendiri sebetulnya memiliki banyak teman laki-laki, namun baginya mereka hanya teman. Karena Rita ini memang tomboy, pakaiannya sama seperti cowok. Rambutnya juga pendek sekali, gaya berjalan dan yang lainnya pun persis seperti laki-laki.
"Dasar lo gak berubah dari SMP," timpal Alleta. "Lo feminim dikit deh, dandan gitu, mau sampai kapan lo jomblo?"
"Hey, kalau gue prinsipnya nunggu cowok yang emang bisa nerima gue apa adanya. Gue nyaman sama gue yang sekarang, kalau belum ada cowok yang nyantol sama gue, ya udah. Kenapa juga gue yang harus berubah biar disukain sama cowok?"
"Iya deh, iya. Emang swag banget temen gue yang satu ini," puji Alleta. "Kalau lo gimana, Ra?"
Aku pun seketika kikuk ditanya seperti itu oleh Alleta. Ku sunggingkan senyum dan menggeleng pelan.
"Dia sih gak punya cowok. Belum pernah pacaran dari orok," jawab Rita mewakiliku. "Soalnya dia udah ngecengin satu cowok dari dia SD. SD, SMP, SMA, mereka selalu satu sekolah. Rumah juga deketan. Legend gak tuh?"
"Hah?!"
"Rita," tegurku bersamaan dengan teriakan Alleta.
"Eh, sorry, Ra. Gak maksud," sesal Alleta. "Maksudnya gue kaget aja. Lo setia sama satu cowok sejak lo SD? Serius? Tapi kenapa lo gak pacaran sama dia?"
"Apa sih lo pertanyaannya," tegur Rita.
Aku pun merasa Alleta pasti sudah paham mengapa aku tidak pernah menjalin hubungan dengan pria yang ku sukai bertahun-tahun hingga sekarang. Bukankah jawabannya sudah jelas bahwa perasaanku ini bertepuk sebelah tangan?
"Gak apa-apa, Ta. Gue bertepuk sebelah tangan. Jadi selama bertahun-tahun, gue cuma nyimpen perasaan gue buat diri gue sendiri," terangku, tanpa Alleta tahu laki-laki yang ku cintai itu adalah mantan kekasih Alleta sendiri.