Setelah Di Khianati Sahabat Dan Kekasih

Pagi hari yang cerah, sinar mentari perlahan mengeluarkan cahaya nya yang menyilaukan serta menghangatkan bumi.

Jemima dan Bu Sekar sibuk di dapur berbaur bersama para pelayan menyiapkan hidangan sarapan pagi.

Sementara Pak Hasan berada di taman samping rumah yang luas, di sana beliau merangkap menjadi tukang kebun, membersihkan taman yang sudah mulai di tumbuhi rumput liar. Ia mencabut rumput rumput liar yang belum tinggi tersebut. Pak Hasan tak mau hanya bersantai-santai saja, tubuhnya terasa pegal-pegal kalau tidak di bawa bergerak. Padahal Dixon sudah melarang agar Jemima, Bu Sekar dan Pak Hasan tidak melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi mereka mana mau diam saja hanya ongkang-ongkang kaki.

Usai menyiapkan sarapan pagi, Jemima memanggil sang kekasih ke kamar utama.

"Ayo kita sarapan," ajak Jemima sembari membantu kekasih nya itu memasang dasi.

"Kening mu sedikit berkeringat," Dixon menghapus keringat yang ada di kening Jemima.

"Apa aku bawa bawang?"

"Tidak. Kamu selalu wangi."

"Kamu bisa aja,"

"Aku merasa sudah memiliki istri. Semuanya serba di siapkan, dan dilayani dengan baik oleh calon istri ku yang cantik ini. Aku akan ke perusahaan sebentar karena ada sesuatu yang harus aku urus. Setelah itu kita berangkat ke kampung Bujung Sakti, karena nanti malam kita akan menikah secara siri atau secara agama dulu. Kata kepala tukang pembangunan rumah kamu sudah lima puluh persen, sekalian kita cek secara langsung apakah pembangunan nya memuaskan,"

"Lah emang kita mau menikah di mana? 'kan rumah aku belum selesai dibangun,"

''Kita akan melangsungkan pernikahan di sebuah Villa yang tidak jauh dari desa Bujung Sakti,"

"Villa Asri?"

"Iya. Kita akan menikah di sana dan menginap di sana untuk beberapa hari,"

"Terimakasih banyak ya, kamu tau tidak, sudah dari lama aku bermimpi bisa menginap di Villa Asri, karena aku belum cukup dana makanya mimpi ku tak kunjung terwujud. Dan sekarang ... Kamu hadir mengwujudkan semua mimpi ku. Terimakasih untuk semuanya," ucap Jemima menatap lekat wajah tampan sang kekasih. Mereka berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat.

"Sama sama Sayang. Aku senang bisa melakukan itu. Melihat mu bahagia akupun ikutan bahagia. Pokoknya kamu harus bahagia setiap harinya," Dixon berkata seraya mengelus pelan pipi Jemima.

Entah bisikkan setan dari mana, Dixon semakin berani mendekatkan bibirnya pada bibir Jemima, lalu ...

"Eh ... Kamu mau ngapain?" Jemima mengelak. Di tahan nya bibir Dixon dengan jari nya. Ia menatap Dixon dengan tatapan garang.

Dixon tersenyum malu dan salah tingkah.

"Maaf,"

"Sabar dong. Nanti kalau Ayah aku tahu bisa bisa kamu di pecat jadi calon mantu idaman," goda Jemima.

Dixon semakin salah tingkah, mereka lalu berjalan berdampingan menuju meja makan.

***

Pukul Sepuluh pagi.

Dixon sudah berangkat ke kantor, Pak Hasan dan Bu Sekar juga sedang tidak berada di rumah, mereka pergi di bawa oleh supir yang ditugaskan oleh Dixon untuk membawa mereka jalan jalan memutari pusat kota dengan di temani Bi Rahmi juga. Dixon juga meminta sang supir membawa orangtua Jemima ke Mall untuk membeli pakaian dan apa saja yang mereka inginkan.

Jemima di rumah dengan di temani beberapa orang pelayan. Ia duduk di gazebo samping rumah mengobrol bersama dua orang pelayan. 2 orang pelayan yang usianya belum terlalu tua, dan mereka juga belum menikah.

"Gak apa apa, Non. Biar kami pijitin, Non pasti capek habis mengurus tanaman," ucap pelayan yang bernama Sarti. Jemima baru selesai mengurus tanaman bunga mawar.

"Iya Non. Tadi pagi Non juga ikut bantu bantu bikin sarapan. Nanti Non sakit, kami tidak mau Tuan Dixon marah. Tuan Dixon kalo marah bikin ngeriii!" timpal Sumi.

Jemima tersenyum mendengar itu, ia senang bisa mengobrol bersama para pelayan yang sudah dianggap nya seperti teman.

Banyak hal yang ia tanyakan kepada Sumi dan Sarti tentang bagaimana Dixon yang sebenernya.

Jemima membiarkan saja Sumi dan Sarti memijit nya. Sarti memijit bagian kaki sementara Sumi memijit tangan.

Saat mereka tengah bercerita, tiba tiba terlihat mobil mewah berwarna merah melaju memasuki halaman.

Mobil berhenti, lalu keluar seorang wanita dengan penampilan begitu modis. Seorang wanita dengan sepatu hak tinggi, dress ketat menampakkan lekuk tubuh, tas branded bertengger di bahu serta wajah cantiknya di poles make up.

Wanita itu memanggil pelayan lalu bertanya di mana keberadaan Jemima.

"Itu, Non Jemima duduk di sana," ucap pelayan laki-laki dengan jari telunjuk menunjuk ke arah Jemima.

Wanita itu tersenyum kecut menatap ke arah Jemima, lalu ia berjalan dengan langkah kaki gemulai bak seorang model ternama.

"Hai ... Anda siapa ya? Anda cantik sekali ... Wajah anda seperti nya sudah pernah aku lihat, tapi di mana ya? Em anda seperti seorang model terkenal itu, yang sering aku lihat di sosmed," sapa Jemima tersenyum ramah. Sarti dan Sumi berlalu kebelakang.

"Hai juga. Iya betul saya adalah seorang model terkenal."

"Apakah nama anda Diandra Gautama?"

"Nah itu tahu," ucap Diandra dengan wajah tak bersahabat.

"Wah ... Saya senang bisa berkenalan langsung dengan anda, anda wanita karir yang hebat." Jemima tersenyum sumringah. Ia menjulurkan tangannya berharap Diandra membalas uluran tangannya itu sebagai salam perkenalan, tapi tanpa di sangka Diandra malah menepis tangan Jemima.

"Oh ya, saya kesini cuma mau bilang, saya adalah calon istri Dixon yang sebenernya. Saya dan Dixon sudah berhubungan baik sedari kecil, orang tua kami berteman akrab. Beberapa bulan yang lalu, saya dan Dixon bertengkar, dia salah paham sehingga membuat hubungan kami sedikit renggang, dia menjauhi saya, dia pergi ke suatu desa kata nya buat menenangkan dirinya sejenak. Pokoknya inti dari perkataan saya adalah, Dixon itu cinta mati sama saya, kamu ... Ya, kamu itu cuma dijadikan pelarian semata. Kalau dia sudah bosan sama kamu maka kamu akan ditinggalkan begitu saja, lalu dia akan kembali kepada ku. Begitulah Dixon, dia tidak pernah berubah dari dulu," ucap Diandra panjang lebar.

"Ayolah ... Sadar diri Jamima. Lihatlah dirimu lalu bandingkan dengan saya. Kamu itu bukan tipe Dixon. Sebelum semuanya terlambat sebaiknya kamu pergi. Tapi ... Kalau kamu mau kecewa dan sakit hati, ya bertahan aja dulu," lanjut Diandra dengan senyum mengejek.

"Saya cuma mau mengatakan itu saja," ucap Diandra dengan karangan nya. Dia begitu pandai berakting.

Setelah itu dia berlalu pergi dengan tetap mempertahankan gayanya yang elegan.

Jemima kembali duduk di gazebo dengan perasaan tak menentu, ada perasaan kaget dan tak percaya.

"Menikah siri saja dulu?"

"Menikah siri arti menikah secara tidak resmi dan bisa dibilang pernikahan rahasia. Apa mungkin itu akal-akalan Dixon supaya dia dengan mudah bisa meninggalkan aku?"

"Tadi pagi dia mau menciumi aku. Apakah yang dikatakan Diandra itu bener?" gumam Jemima mulai ragu akan kesungguhan Dixon.

"Apa Dixon akan meninggalkan aku setelah dia dapat meniduri aku?" lagi Jemima berpikir jauh sekali dengan berbagai macam dugaan. Dada nya terasa sedikit sesak.

"Tidak, aku tidak ingin merasakan sakit untuk kedua kalinya. Aku gak mau dikecewakan lagi," lirih Jemima.

Jemima lalu menemui Sarti dan menanyakan tentang Diandra kepada sang pelayan.

"Iya, Non. Yang pernah aku dengar Non Diandra dan Tua Dixon memang akan menikah, tapi gak tau juga kenapa gak jadi. Mungkin karena Tuan Dixon tidak cinta sama Non Diandra, katanya juga mereka di jodohkan oleh orang tua mereka, tapi Tuan Dixon tidak mau," jelas Sarti ragu ragu.

"Kenapa Dixon tidak pernah menceritakan tentang Diandra pada ku?" ucap Jemima di dalam hati.

Bersambung.