Hari dimana Santi merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke 25, semuanya tampak berjalan dengan baik. Tapi itu hanyalah awal dari bencana besar yang akan dia hadapi. Tanpa diduga, hal yang tidak pernah disangka oleh Santi adalah, Dani suami yang selama ini dicintainya itu akan meminta cerai padanya, karena dia telah menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita berusia 20 tahun dibelakangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergian Papa Dani
Saat dalam perjalanan kembali ke Surabaya, Dani tak kuasa menahan diri untuk mengingat percakapan terakhirnya dengan ayahnya. Perawat yang merawat orang tuanya memberi tahu bahwa Santi akan mengurus semuanya sampai dia tiba.
Di sisi lain, Amanda akan terbang kembali ke Surabaya padahal sebelumnya dia sudah pergi ke Bandung. Sementara Aleya masih berada di rumah dan berita kepergian Opanya itu sangat memukulnya.
Santi memegang tangan wanita yang telah menjadi ibu mertuanya selama bertahun-tahun. Mereka selalu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
"Ma, aku akan mengurus semuanya. Mama sebaiknya istirahat," kata Santi padanya.
"Terima kasih, sayang. Apa kau tahu jam berapa Dani akan tiba?" Tanya Mama Dani.
"Dalam beberapa jam lagi Ma. Sementara itu, aku akan mengurus semuanya. Aleya, tolong temani Oma dan bantu Oma berbaring sebentar," kata Santi.
"Ya, Ma. Ayo, Oma, ikut aku," kata Aleya sambil membantu Omanya berdiri.
Segala sesuatunya telah siap untuk pemakaman Papanya Dani. Amanda telah tiba dari Bandung dan memeluk Aleya. Di kediaman orang tua Dani, segala sesuatunya telah dipersiapkan untuk pemakaman. Santi duduk di depan jenazah Papa Dani di sebelah mantan ibu mertuanya yang tampak tengah membaca doa.
"Apakah menurut Kakak, Papa akan membawa wanita itu?" Tanya Amanda.
"Aku tidak tahu, tapi kalau memang begitu, kita harus menghadapinya," jawab Aleya.
"Aku tahu, tapi ini menyebalkan!" seru Amanda.
Dani memasuki rumahnya bersama Clara, yang tampak kesal melihat Santi di sana. Dia belum bisa melupakan pertengkarannya dengan Dani tentang makan siang yang dilakukan Dani di rumah Santi bersama anak-anak mereka.
Dani tampak mengisyaratkan agar Clara duduk sementara Dani menyapa ibunya, tentu saja dia juga menyapa putri-putrinya dan Santi.
"Aku turut berduka cita, Dani! Kau tahu betapa berartinya Papamu bagiku," kata Santi.
"Aku tahu, terima kasih karena telah mengurus semuanya dan juga merawat Mama," jawab Dani
"Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku," kata Santi.
Setelah disholatkan, jenazah Papa Dani lantas diantar ke peristirahatan terakhir untuk dimakamkan.
Di pemakaman, Santi tampak memberikan dukungan kepada mantan ibu mertuanya agar kuat menghadapi semuanya. Sementara itu, Clara terlihat menjauhkan diri dari kerumunan para pelayat. Dia lelah mendengar pujian tentang Santi. Sebenarnya tidak terlalu banyak pujian yang dia dengarkan, tapi dia lelah dengan kehadiran Santi yang membayangi hidupnya.
Clara tampak sedang berdiri di dekat sebuah pohon kamboja kecil ketika Santi berjalan melewatinya.
"Apakah kau tidak pernah lelah mengejar pria yang tidak peduli padamu?" Seru Clara.
Namun Santi mengabaikannya dan melanjutkan perjalanannya.
"Aku bicara padamu! Atau kau sudah terlalu tua sehingga tidak bisa mendengar lagi?" Teriak Clara.
Santi berbalik dan berjalan ke arah Clara.
"Pertama-tama, jangan berteriak padaku, gadis kecil. Apa yang ada di pikiranmu sampai mengamuk di tempat seperti ini?" Bisik Santi padanya.
"Aku bukan gadis kecil, aku wanita dewasa. Kau pasti sudah tahu posisimu, sekarang ini aku adalah wanitanya Dani. Kau tidak seharusnya berada di sini. Oh, apa kau pikir karena makan siang dengan putri-putrimu dan mengurus orang mati itu bisa membuat dia akan kembali padamu? Dia tidak tertarik padamu sebagai seorang wanita. Apa menurutmu dia akan meninggalkanku hanya untuk kembali padamu? Dia tidak akan pernah meninggalkanku. Aku memenuhi semua kebutuhan ranjangnya, dimana hal itu yang selalu membuatnya jijik padamu," ucap Clara.
Santi tersenyum untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dia ingin memukul seseorang, tapi dia menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Kau gadis bodoh. Kau benar-benar berpikir aku melakukan semua ini untuknya? Aku melakukannya untuk putri-putriku, dan jangan khawatir, aku tidak berniat untuk mendapatkan kembali Dani, bukan karena aku tidak bisa, tapi karena aku tidak akan puas dengan pria lemah sepertinya. Dan kau benar, pada malam ulang tahun pernikahan kami, aku bisa melihat betapa besar usaha yang dia lakukan saat dia mencium ku dan bercinta denganku, semua atas inisiatifnya sendiri. Kau tidak tahu betapa menjijikan nya dia," jawab Santi.
Santi lalu berbalik dan pergi. Sebelum meninggalkan tempat itu, dia mengucapkan selamat tinggal kepada Dani dan Mamanya. Kemudian dia menghampiri Clara, sambil memperhatikan orang-orang.
"Selamat tinggal, Clara. Jaga dirimu," kata Santi.
Setelah semua prosesi pemakaman selesai, Dani menemani mamanya pulang ke rumah.
"Aku akan datang menemui Mama besok. Sekarang Mama harus beristirahat," kata Dani.
"Baiklah, nak. Mengapa wanita itu marah?" Tanyanya.
"Wanita yang mana?" Dani balik bertanya.
"Wanita muda yang tinggal bersamamu. Aku tidak ingat namanya. Ingatanku sudah tidak begitu bagus lagi," jawab Mama Dani, mengabaikannya.
"Clara, Ma. Namanya Clara. Kurasa ingatan Mama masih bagus," kata Dani..
"Mengapa Clara kesal?" Tanya mamanya lagi.
"Dia merasa terganggu dengan kedekatanku bersama Santi, benar-benar omong kosong," jawab Dani.
"Apa yang awalnya buruk, akhirnya juga akan buruk. Kau seharusnya tidak pernah mengkhianati istrimu. Dia selalu menjadi istri yang baik, lihat dia sekarang, begitu menawan dan sangat baik, bahkan dia tetap menghargai wanita muda itu," kata Mama Dani.
"Santi selalu bersikap tenang dan menghargai semua orang Ma," jawab Dani.
Dani lantas berpamitan kepada mamanya dan kembali ke apartemennya di mana Clara sudah menunggunya dengan perasaan tidak senang.
Ketika Dani mendekat untuk menciumnya, Clara memalingkan wajahnya.
"Apakah kau tidur dengan Santi pada malam ulang tahun pernikahan kalian?" Tanya Clara dengan marah.
Dani menatapnya dengan heran.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Jawab Dani sambil menjauhkan diri dan menuangkan segelas air untuk dirinya sendiri.
"Jawab aku, Dani. Dia mengatakannya padaku semua itu hari ini saat kami bertengkar di pemakaman." Ujar Clara.
"Kau memulai pertengkaran dengan Santi di pemakaman papaku! Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranmu, Clara? Papaku baru saja meninggal." Ucap Dani mulai kesal.
"Aku tidak memulai perkelahian, aku hanya menghadapinya karena dia ada di sana," ucap Clara membela diri.
"Aku telah mengenal Santi selama 27 tahun, dia tidak akan pernah merendahkan diri untuk mengungkapkan hal intim seperti itu kecuali dia merasa direndahkan olehmu," kata Dani.
"Aku lupa bahwa bagimu, dia adalah Santi yang sangat sempurna. Aku tidak mengerti mengapa kau di sini bersamaku dan tidak pergi dengan Santi mu yang sempurna itu." Ucap Clara.
"Aku mulai bertanya pada diriku sendiri pertanyaan yang sama karena ternyata, saat aku sudah bersamamu, tapi itu tidaklah cukup bagimu. Apa yang kau harapkan dariku, Clara? Aku pindah denganmu, dalam beberapa bulan, perceraian akan resmi diputuskan dan kita akan menikah. Namun ternyata, itu masih belum cukup untukmu. Jika kau mengharapkan aku untuk meninggalkan kehidupan yang kujalani selama 25 tahun, kau salah. Aku tidak akan meninggalkan keluargaku untukmu! Mungkin sudah waktunya bagimu untuk berpikir apakah hubungan ini cukup untukmu karena, bagiku, itu jelas tidak. Aku bahkan tidak bisa meratapi kepergian papaku bersamamu," kata Dani.
Dia lalu meletakkan gelas di atas meja, mengambil kunci mobil, dan pergi.
Dani mengemudi tanpa tujuan dan memutuskan untuk berhenti di sebuah cafe.
Beberapa orang langsung mengenalinya saat melihatnya duduk di dalam cafe, menyampaikan belasungkawa, dan Dani mulai duduk disana selama beberapa jam sambil minum kopi. Saat akhirnya dia pergi dari cafe itu, dia tidak ingin kembali ke apartemennya.
Dia memutuskan untuk check in di hotel pertama yang ditemukannya di jalan.
...****************...
Keesokan paginya, Santi sedang membuat kopi untuk Julia.
"Percayalah, ini pertama kalinya dalam hidupku aku merasa ingin memukul seseorang," komentar Santi.
"Seharusnya kau melakukannya. Gadis itu butuh peringatan keras. Dia melampiaskan rasa tidak amannya padamu. Sudah kubilang hubungan itu tidak punya masa depan. Aku hanya menyesal tidak ada di sana untuk memberinya pukulan yang tidak kau berikan padanya," jawab Julia.
"Aku tidak memukulnya, tapi jelas aku juga tidak tinggal diam. Apa kau percaya, dia berani mengatakan kepadaku bahwa Dani tidak akan meninggalkannya karena dia telah memuaskan Dani di ranjang dan dia juga mengatakan bahwa Dani merasa jijik padaku?" Ujar Santi dengan raut wajah kesal.
"Dia pantas ditampar. Menurutmu, apakah Dani akan mengatakan hal seperti itu? Karena dunia ini penuh dengan pria seperti itu. 'Aku bersama istriku hanya demi anak-anak! atau aku bersamanya karena aku tidak punya tempat lain untuk dituju! Dia menjalani hidupnya dan aku juga menjalani hidupku! Namun, saat lampu padam di malam hari, apinya malah menyala." Ujar Julia bicara panjang lebar.
Santi mulai tertawa.
"Kadang-kadang kau mengejutkanku dan percayalah, setelah bertahun-tahun berteman, kau tetap luar biasa," jawab Santi.
"Jangan heran. Meski mereka mungkin tampak berbeda, banyak pria tidak berguna seperti itu. Tapi kau tidak menjawab pertanyaanku tadi." Ucap Julia.
"Aku rasa Dani tidak melakukannya, dan jika dia memang mengatakan hal itu pada wanita itu, dia berbohong. Karena sebenarnya kami memang pernah berhubungan ranjang malam itu, dan dia selalu menjadi orang yang memulainya." Ujar Santi.
"Kau membuatku terkejut. Aku selalu berpikir tidak ada yang terjadi di antara kalian berdua dan itulah sebabnya dia mencari orang lain. Dia memang menyebalkan." Jawab Julia.
"Tidak, bukan itu, atau mungkin memang begitu. Dia yang selalu mengambil inisiatif memulai semuanya, bukan aku. Mungkin aku mengabaikan aspek itu dalam pernikahanku." Ujar Santi.
"Jika kau mengenakan rok mini dan merayunya di meja makan, kita mungkin tidak akan membicarakan hal ini hari ini." Ucap Julia.
"Aku akan mengingatnya untuk hubunganku berikutnya," ucap Santi bercanda.
"Percayalah, Sayang, lelaki suka kalau wanita merayu mereka lebih dulu." Kata Julia.
Tiba-tiba Amanda muncul dibelakang mereka.
"Aku selalu penasaran apa yang Mama dan Tante Julia bicarakan," kata Amanda heran, dan mereka berdua mulai tertawa.
"Aku selalu bicara tentang laki-laki, dan Mamamu bicara tentang kalian, anak-anaknya," jawab Julia sambil memeluk Amanda.
...****************...
Begitu Dani bangun, dia menelepon perawat yang merawat ibunya. Dia sarapan, bercukur, dan mandi. Dia menghubungi sebuah restoran untuk memesan makanan.
Dia menyalakan teleponnya dan melihat beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari Clara.
Dia pergi ke restoran dan kemudian pulang ke rumah orangtuanya.
Ketika dia membuka pintu, senyum hangat ibunya mencerahkan harinya.
"Dani, Mama tidak menyangka kau akan datang sepagi ini," kata mamanya.
"Aku datang untuk makan siang dengan Mama, dan mulai sekarang, aku akan melakukannya setiap hari Minggu. Bahkan, hari ini aku membawa bekal makan siang," kata Dani.
Mama Dani tersenyum sambil berusaha untuk berdiri.
Perawat menyiapkan meja untuk dua orang.
"Tuti, aku tahu kau makan siang dengan Mamaku setiap hari, dan tidak ada alasan untuk mengubahnya hari ini. Tolong duduklah bersama kami," kata Dani.
Tuti telah dipekerjakan dan dipilih oleh Santi.
Bagi Tuti, Santi adalah wanita yang menyenangkan di usia empat puluhan, manis dan ramah terhadap orang tua Dani, tetapi dia tahu bagaimana menjaga jarak.
Tuti telah merawat orang tua Dani selama lima tahun, dan itu adalah pertama kalinya Dani berbicara dengannya selama lebih dari dua puluh menit. Santi selalu bertugas untuk mengurus hal itu dan banyak hal lainnya.
'Berapa banyak hal yang selama ini aku andalkan pada Santi?' tanya Dani dalam hati.
Baru hari ini Dani menyadarinya.
Setelah makan siang bersama mamanya dan Tuti, sementara mamanya berbaring, Dani memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya tentang kondisi mamanya pada Tuti.
"Sulit sekali. Bapak biasanya membelikan bunga untuk Ibu pada hari Minggu, mengajak Ibu jalan-jalan di taman pada Sabtu sore, kapan pun saat kesehatan Ibu memungkinkan," kata Tuti.
"Aku akan mengurus semua itu mulai sekarang. Aku tidak ingin kehilangan Mamaku juga dan baru menyadarinya ketika sudah terlambat," jawab Dani.
Bersambung...
🖕(dani aki2🤮clara cabe2an)