Novel ini merupakan karya pertama dari author. Harap dimaklumi jika ada beberapa chapter yang harus di "Revisi"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mas teguh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Kediaman Walikota Xypherion, Arena latihan.
"Tuan muda, silahkan!"
"Guru! Terima seranganku!" kata Chad berujar.
Yah, mereka adalah Chad Hurley dan gurunya. Chad bersama gurunya sekarang berada di kediaman Walikota tepatnya di arena latihan. Kini, mereka sedang berlatih tanding dimana gurunya, yaitu guru Lu Zhentian ingin mengevaluasi perkembangan dari muridnya itu.
Guru Lu Zhentian sebenarnya adalah seorang prajurit yang pernah bertugas di pangkalan militer. Pada saat itu, pangkatnya di ketentaraan cukup tinggi. Akan tetapi karena ada beberapa permasalahan dan lalai dalam melaksanakan tugas, akhirnya ia di pecat dari militer.
Setelah dipecat dari militer pria itu tidak tahu ingin kemana. Namun, sang dewi keberuntungan seperti menyertainya. Ditengah kemelut yang dialaminya, pria itu tanpa sengaja bertemu dengan walikota Xypherion.
Rey Hurley yang waktu itu ingin merekrut seorang pengawal merasa tertarik ketika melihat Lu Zhentian. Meski tidak memiliki bakat yang menonjol tetapi melihat levelnya yang berada di Ranah Magical Martial Arts Tahap Puncak, walikota itu tertarik dan merekrutnya.
Sejak saat itu, Lu Zhentian menjadi pengawal dan tangan kanan Rey Hurley. Tidak hanya itu saja, ketika anak dari Rey Hurley lahir, sang walikota memerintahkannya untuk menjaga dan sekaligus menjadi guru anaknya. Bisa dilihat saat ini, Lu Zhentian menjadi guru seni beladiri dari Chad Hurley.
*****
Saling berhadapan, Chad memandang Lu Zhentian sambil menyipitkan matanya. Terlihat juga ekspresi serius yang tergambar diwajahnya. Melangkahkan kakinya untuk menerjang sang guru, Chad melayangkan pukulan demi pukulan.
Lu Zhentian yang melihat pukulan dari pemuda itu, wajahnya yang tanpa ekspresi sedikit menyunggingkan senyum disudut bibirnya. Setelah itu, ia menahan pukulan dari Chad menggunakan telapak tangannya.
Disisi lain, Chad yang melihat pukulannya gagal mengenai titik vital sang guru mengubah strategi. Menarik pukulannya, pemuda itu kemudian memutar tubuhnya dan melakukan tendangan.
Tendangan yang ia lakukan diarahkan ke titik vital bagian leher Lu Zhentian yang terbuka tanpa pertahanan. Namun, bukannya berhasil, tendangan yang Chad layangkan diblokir oleh telapak tangan sang guru.
Jika dilihat dari berbagai sisi, bisa dikatakan Chad menyerang dengan sangat ambisius. Pemuda itu memastikan bahwa setiap ia melakukan serangkaian serangan maka serangan tersebut harus melukai titik vital lawan. Kendati demikian, Lu Zhentian tidak keberatan, malahan pria itu seperti menikmatinya.
Chad bertindak seperti itu bukan tanpa alasan. Kekalahan dari Luciel saat itu meninggalkan kesan yang mendalam dibenaknya. Kekalahan saat itu bukan hanya melukainya dari segi fisik tetapi juga mental.
Jika waktu bisa kembali, pemuda itu akan menghajar Luciel dengan sekuat tenaga. Ia akan memastikan bahwa pemuda itu akan jatuh di bawah kakinya. Hanya saja, kenyataannya, waktu tidak bisa diputar kembali. Dan itu yang Chad sesalkan.
Beberapa menit kemudian, dengan keringat bercucuran, Chad berdiri terengah-engah. Wajahnya sedikit pucat karena kelelahan, terlihat juga ia menopang tubuhnya menggunakan tangannya yang diletakkan di lutut.
"Guru! Sekali lagi!" Kata Chad.
"Sudah cukup, tuan muda!" Jawab Lu Zhentian dengan nada dingin.
"Tapi.."
"Tuan Muda! Saya mengerti bahwa anda adalah sosok yang ambisius. Tetapi, terlalu terbawa suasana dan emosi, itu tidak terlalu baik untuk perkembangan anda kedepannya. Kekalahan memang terkadang memalukan, hanya saja jika anda tidak berkembang karena dampak psikologis bukankah itu akan lebih memalukan?"
"Aku pikir itu tidak benar, guru. Bukankah selama ini aku berlatih dengan sangat baik. Kekalahan yang ku terima waktu itu hanya karena kecerobohan. Dan juga, itu tidak berdampak besar pada kondisi mental ku." Kata Chad Hurley tidak terima. Tetapi meskipun begitu, pemuda itu terlihat mengepalkan tangannya sangat erat. Sangat erat hingga gemetar.
"Hahaha, betapa sombongnya." Lu Zhentian tertawa mendengar perkataan Chad. Kemudian, di iringi oleh dengusan dingin pria itu menambahkan.
"Baiklah, tuan muda. Saya hanya sekedar mengingatkan. Apakah berkembang atau tidak, itu terserah anda untuk menentukan. Tetapi saya katakan sekali lagi, memiliki ambisi besar itu tidak pernah salah. Yang salah ketika ambisi tidak disertai oleh pengendalian diri. Dan pada akhirnya semua yang dilakukan akan sia-sia."
Chad yang mendengar ini tangannya semakin mengepal erat, pemuda itu juga menyadari apa yang dikatakan gurunya memang benar. Tanpa pengendalian diri, maka apa yang telah ia lakukan dan usahakan akan sia-sia.
Hanya saja, kalah dari Luciel yang notabennya hanya orang biasa masih membuat pemuda itu marah. Emosinya seakan-akan dipermainkan dan harga dirinya seolah-olah jatuh.
Mencoba untuk meredakan emosinya Chad menghela nafas panjang. Setelah itu, dengan sedikit membungkukkan tubuhnya pemuda itu berkata."
"Terima kasih guru telah mengingatkan. Aku minta maaf karena ketidak sopananku"
Lu Zhentian menggelengkan kepalanya. Setelah itu, berpikir beberapa saat, ia kemudian berkata.
"Tuan muda. Meskipun aku tidak tahu pasti masalah antara dirimu dan bocah bernama Luciel itu, jika anda bahkan yang berlatih seni beladiri kalah darinya, bukankah terlalu sederhana jika menyimpulkan bahwa anak itu tidak memiliki latar belakang? Dan lagi, jika melihat dari luka yang anda terima saya sedikit menyadari bahwa anak itu melewatkan pukulan diarea vital. Kalau tidak salah, pengendalian diri atas pukulannya cukup tinggi."
Chad baru menyadari hal ini, ia seakan-akan mengingat kembali pertengkaran dengan Luciel waktu itu. Memang benar apa yang diucapkan gurunya saat ini, pemuda bernama Luciel pada saat itu tidak mengarahkan pukulannya di area vital. Padahal, jika di ingat-ingat ada saat dimana titik vital Chad terbuka tanpa pertahanan.
Merenung sejenak, Chad kemudian berkata.
"Apa yang di katakan guru memang benar!" Pemuda itu mengangguk. Mendengus dengan dingin, Chad berkata sambil menyeringai.
"Jadi, apa! Memiliki latarbelakang atau tidak, yang pasti, aku akan membuatnya bertekuk lutut."
Chad berkata dengan sungguh-sungguh, ekspresi serius terlihat sangat jelas diwajahnya. Luciel itu, hump... Pikirnya.
"Tuan muda, maaf jika saya mengganggu."
Mendengar ini , Chad menoleh ke arah sumber suara. Beberapa langkah dari tempatnya berdiri, ada seseorang maid yang berlutut.
"Ada apa?" Chad bertanya sambil mengangkat salah satu alisnya.
Dengan takut-takut maid itu kemudian menjawab.
"Saya diperintahkan untuk memanggil anda oleh tuan besar. Tuan besar saat ini berada di ruang kerjanya"
"Ayah? Apakah dia sudah kembali?"
"Ya, tuan muda."
"Baiklah, aku akan segera kesana. Kamu boleh kembali!" Chad berkata di iringi oleh lambaian tangannya.
"Terima kasih, tuan muda." Maid itu kemudian pergi dari hadapan Chad.
Lu Zhentian yang sejak tadi menyaksikan mereka berkata.
"Apakah tuan Rey memanggil anda, tuan muda?"
"Ya." Balas Chad, setelah itu ia berkata.
"Guru! Aku ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki bocah bernama Luciel itu. Aku harap, guru dapat membantuku."
"Hahaha, tuan muda! Tidak perlu terlalu sopan. Saya akan menyelidikinya untuk mu." Balas Lu Zhentian dengan tertawa. Tetapi, ada sedikit rasa dingin dalam tawanya.
"Terima kasih, guru."
*****
Ruang kerja, Kediaman walikota Xypherion.
Ruang kerja yang dimiliki oleh sang walikota yaitu Rey Hurley terbilang futuristik. Desainnya minimalis tetapi penuh dengan kemewahan.
Di dalam ruangan tersebut, dinding-dindingnya terbuat dari bahan material yang sangat langka dan berharga. Tidak hanya itu saja, terdapat cetakan rune sihir yang menempel di dinding, seperti kaligrafi yang menampilkan keindahan.
Cahaya lampu modern menghiasi sebagian sudut-sudut ruangan, kadang berkelap-kelip seperti suara jantung yang berdetak. Jika dilihat dari pintu masuknya, terdapat meja dan kursi di tengah-tengah ruangan. Meja tersebut melayang seolah-olah menantang gravitasi, menunjukkan teknologi yang sangat canggih.
Tetapi ada seseorang yang berdiri di dekat jendela ruangan. Orang tersebut memandang ke luar jendela dengan pandangan yang kosong, diam dan tak bersuara. Kemudian terdengar ketukan dari pintu ruangan kerja sang walikota tersebut.
Ketuk!
Ketuk!
"Masuk!" Kata orang tersebut dengan suara yang serak.
Setelah berkata seperti itu, pintu berdecit dan terbuka menampilkan sosok remaja yang berusia sekitar lima belas tahun.
"Ayah!.."