Married To Fierce Boss

Loralei menatap Agathias penuh kewaspadaan karena suaminya berjalan menuju ranjang dengan membawa satu ponsel berwarna merah. Entahlah apa yang ada di dalam pikiran pria itu. Tapi, ia sudah bersiap untuk menghindar kalau hendak diterjang.

Tatapan mata Agathias tidak pernah lepas dari wajah istrinya, ditambah senyum yang disunggingkan pun penuh kemesuman. Siapa yang tak takut coba?

Loralei bersiap untuk menggelinding ke bawah jikalau manusia menyebalkan itu melompat ke atas ranjang. Dan ... BRUG!

Suara jatuh tubuh wanita itu pun sungguh terjadi, tepat di saat Agathias merebahkan diri di atas ranjang. “Aw ...,” pekiknya karena sakit terbentur lantai dan tangannya tidak berkutik akibat terlilit selimut. Dia lalu berdecak, kemalangan itu terjadi karena suaminya yang tak membiarkan hidupnya nyaman dan tenteram.

Padahal Agathias tidak melakukan apa pun, hanya ingin ikut bergabung saja. Ia menyandarkan tubuh pada headboard dan menatap Loralei dengan alis naik satu. “Kau itu kenapa? Sengaja, ya? Menjatuhkan diri supaya ku tolong untuk dibopong dan rebahkan lagi?” Bukannya langsung membantu, dia justru menikmati istrinya yang menggeliat di lantai. “Benci, tapi cari-cari perhatian terus.”

Loralei mencebikkan bibir dan matanya berakhir membulat. “Dih, untuk apa juga cari perhatianmu, seperti tak ada yang lain saja.” Sudahlah, lebih baik dia tiduran di lantai daripada satu ranjang bersama Agathias.

“Memang tak ada yang lain, bukan?” Agathias menurunkan kaki dan menghampiri Loralei. Tapi ia berjongkok sejenak di dekat kepala istrinya. “Atau kau belum jera setelah kehilangan sepuluh ribu euro?” tanyanya sembari menyingkirkan rambut wanitanya yang berhamburan menutupi wajah.

“Suatu saat pasti akan ada orang yang ku cintai juga,” tegasnya penuh percaya diri.

“Iya, dan orang itu adalah aku.” Agathias membopong tubuh Loralei yang masih bergulung dalam selimut. Ia merebahkan kembali ke atas ranjang tanpa mengeluarkan wanita itu dari jeratan kain yang pasti semakin lama akan membuat engap.

Agathias sengaja naik melalui sisi yang sama di mana Loralei berada. Sehingga ia berada di atas istrinya dan langsung mendapatkan pelototan.

“Jangan macam-macam, ya! Aku belum mengambil uangmu sepeser pun. Jadi, tidak ada pencabulan!” Loralei langsung mengeluarkan peringatan sebelum Agathias berbuat sesuka hati.

Agathias menepuk pelan kening Loralei. “Apa pikiranmu tentangku tak bisa sedikit lebih baik? Aku hanya ingin ikut tiduran.” Ia menggulingkan tubuh hingga terlentang tepat di samping sang istri.

“Kan bisa memutar, kenapa harus lewat atasku?” protes Loralei.

“Karena aku suka,” jawab Agathias santai.

Segala sesuatu yang dilakukan Agathias pasti Loralei benci, bahkan pria itu bernapas pun membuatnya kesal karena sengaja sekali dihembuskan pada lehernya. Mentang-mentang saat ini ia tak bisa leluasa bergerak. Sialan, dia menyesali menggulung diri di dalam selimut.

“Aga ... tolong jauhkan dulu kepalamu dari leherku!” Rasanya Loralei ingin menoyor kepala suami sendiri. Tapi yang bisa dilakukan hanyalah melotot.

Agathias terkekeh, selalu terhibur dan senang dengan reaksi Loralei yang kesal padanya. “Baiklah.” Dia mengangkat kepala wanita itu untuk menempatkan lengannya sebagai bantal, tidak peduli jika istrinya menolak.

Sementara tangan satunya meraih ponsel pilihan Loralei. Ia sengaja memainkan layar sebesar enam koma satu inch itu di depan wajah sang wanita. Membuka sebuah website.

Padahal, Agathias tidak melakukan apa pun yang menunjukkan aksi cabul. Tapi, dada Loralei terus bergemuruh. Apa lagi lengan kekar suaminya terasa nyaman sebagai bantal dan wangi parfum pria itu begitu membuatnya bergejolak karena terlalu maskulin.

“Apa kau suka ini?” tanya Agathias sembari menunjukkan sesuatu di ponsel dalam genggamannya.