Jourrel Alvaro, pembunuh bayaran yang selalu melakukan pekerjaannya dengan sangat bersih tanpa kendala berarti. Banyak para pejabat atau pengusaha yang menyewanya untuk menghabisi musuh-musuh mereka.
Cheryl Anastasia, gadis 24 tahun yang berbakat menjadi seorang arsitek. Darah seni mengalir dari ibunya, sedang jiwa kepemimpinan merupakan turunan dari sang ayah.
Suatu hari, Jourrel dibayar untuk menghabisi nyawa Cheryl. Namun seolah memiliki nyawa seribu, gadis cantik itu selalu lolos dari kematian.
Hingga akhirnya, kekaguman Jourrel meluluhkan hatinya. Ia kalah dan justru jatuh cinta dengan Cheryl karena gadis itu ternyata bukan gadis lemah. Memiliki banyak talenta luar biasa.
Akankah Cheryl membalas cintanya? Lalu bagaimana jika ayah Cheryl yang seorang ketua mafia dapat mengendus pria bayaran itu mengincar putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 : MAAF
"Cher! Cheryl! Cheryl kamu mendengarku?" Jourrel mengetuk-ngetuk kaca mobil.
Cheryl masih bergeming di kursi kemudi. Air bag yang mengembang menyelematkannya dari setiap hantaman. Akan tetapi, ia terdiam, tubuhnya serasa kaku dan sulit digerakkan. Syok yang mendera membuat pikirannya mendadak kosong.
"Cheryl please, buka pintunya. Cher!" Jourrel masih mengetuk-ngetuk jendela dengan panik. Tangannya menarik-narik tuas pintu yang masih terkuci. Bahkan ia menopang satu kakinya dan sekuat tenaga menarik pintu mobil tersebut.
Beberapa saat kemudian, pintu berhasil dibuka, apalagi memang sudah sedikit rusak akibat benturan-benturan tadi.
Jourrel segera melepas seatbelt dan menggendong tubuh gadis itu. Jourrel bersimpuh dengan Cheryl berada di pangkuannya.
Gadis itu menangis tanpa suara, hanya air mata yang terus berjatuhan. Tatapan kedua netranya kosong. Seluruh tubuhnya pun kini melemas seolah tak bertulang. Jarak mereka begitu dekat. Wajah cantik Cheryl terekam jelas di mata Jourrel, meskipun sangat pucat.
Jourrel merasa bersalah, ia menggenggam jemari Cheryl yang begitu dingin. Biasanya melihat gadis itu garang, bar bar dan selalu melawan, kali ini berubah 180°.
"Cher, Cheryl maafin aku," gumam Jourrel mengusap punggung tangan Cheryl.
Manik mata biru gadis itu berputar ke atas, hingga bertumbukan dengan netra Jourrel. Kedipan matanya sangat pelan dan sorot yang sayu.
"Maaf," ucap Jourrel lagi. Tidak ada tanggapan apa pun, napas Cheryl berembus berat. Bibirnya sedikit terbuka, namun tak mampu bersuara.
Tak berapa lama, rombongan mobil Tristan dan teman-temannya datang. Mereka segera berlari menghampiri ratunya itu. Mengangkatnya dan segera membawa ke rumah sakit.
Jourrel tak beranjak, hanya menatap penuh sesal pada Cheryl yang kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh rekan-rekannya, kecuali Tristan.
Lelaki itu berdiri tak jauh dari Jourrel, menatap dengan tatapan nyalang. Dadanya seperti menahan gulungan amarah yang siap meledak. Kedua tangannya terkepal dengan sangat kuat, hingga urat-urat di sekitar lengannya terlihat menonjol.
Baru hendak beranjak bangun, Jourrel menerima bogem mentah dari sahabatnya. Pancaran kemarahan terlihat jelas dari gestur tubuh Tristan. Jourrel bergeming mengabaikan rasa nyeri di pipinya. Ia tak berani menatap wajah Tristan.
"Brengsek!! Apa yang lo lakuin sama Cheryl, hah?" berang Tristan mencengkeram kuat jaket Jourrel. "Lo mau bunuh dia? Apa salah dia sama lo, Jourrel!" teriaknya lagi tepat di depan wajah Jourrel.
Jourrel hanya menunduk lemah. Hatinya pun hancur melihat Cheryl seperti itu karena ulahnya. Apalagi mengingat bagaimana Cheryl menolong sekaligus merawat ibunya. Sesal yang begitu besar membuncah hingga ubun-ubun.
"Jawab, sialan! Apa mau lo?!" Tristan tidak bisa menahan emosinya lagi. Mungkin jika mendengar cerita dari orang lain, dia sama sekali tidak percaya.
Akan tetapi, kali ini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Jourrel menyelekai gadis yang dicintainya itu. Tristan kembali memukuli Jourrel. Melampiaskan kekecewaan dan kemarahannya.
Jourrel sama sekali tidak membalas, ia pasrah saja dengan apa yang dilakukan Tristan. "Sorry, Tan," ucap Jourrel tanpa mengangkat kepalanya. Wajahnya sudah babak belur penuh dengan hasil karya sahabatnya sendiri.
"Gue nggak butuh maaf lo! Gue kecewa sama lo, Jou!" Tristan menyentuh kedua bahu Jourrel. "Lo tahu gue sayang banget sama dia. Gue takut kehilangan dia. Dan lo? Elo mau bunuh dia di depan mata kepala gue sendiri! Brengsek!" sembur Tristan kali ini memukul perut Jourrel hingga pria itu membungkuk.
"Gue bakal jelasin alasannya. Tapi tidak sekarang," balas Jourrel sesekali meringis menahan sakit.
"Jelasin sekarang juga!" pekik Tristan menggelegar. Sekujur tubuhnya menegang, bahkan matanya melotot dengan begitu tajam. Tristan benar-benar marah. Selama mereka bersahabat, ini pertama kalinya Tristan sebegitu marahnya pada Jourrel. Menurutnya ini sudah keterlaluan, karena membahayakan nyawa seseorang.
Bersambung~
Ngaku nggak Jou? Musuhmu bukan hanya papa macan, dan tristan dkk, tapi para emak2 juga loh.. 😒