NovelToon NovelToon
Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Anak Lelaki/Pria Miskin / Penyelamat
Popularitas:703
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketegangan Yang Berubah Menjadi Momen Tawa

"Apa yang baru saja ia katakan?" David berbisik, suaranya tercekat.

"Beraninya dia bicara seperti itu pada Nona Lisa?" Reno mengangguk setuju, rahangnya mengeras.

"Dia sudah melewati batas. Yansya akan mengamuk sebentar lagi." Mereka berdua salinga pandang. Mereka merasakan atmosfer tegang yang memenuhi ruangan kontrol.

Yansya tak bergerak, hanya menatap nanar ke arah Lisa di balik kaca. Kilatan di matanya semakin tajam, seolah bisa membakar siapa pun yang menghalangi.

"Yansya, tenanglah," Rio mencoba menenangkan, meskipun suaranya sendiri bergetar.

"Ingat, kita harus tetap profesional. Ini adalah interogasi, bukan perkelahian." Firmino hanya menghela napas, sementara Beban dan Layla saling berpegangan tangan.

Mereka tahu bahwa Yansya yang diam itu lebih menyeramkan daripada Yansya yang marah-marah, dan aura membunuhnya terasa begitu nyata hingga menekan udara di sekitar mereka.

Lisa tidak gentar. Wajahnya tetap tenang, meskipun di dalam hatinya badai amarah mulai bergemuruh. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap tajam ke arah buronan itu.

"Kamu pikir aku takut dengan omong kosongmu itu?" balas Lisa, suaranya rendah namun penuh ancaman. "Aku sudah menghadapi orang-orang sepertimu berkali-kali, dan tidak ada satu pun yang berhasil mengintimidasi ku. Katakan sekarang, siapa bosmu!"

Buronan itu kembali terkekeh. Tawa yang semakin menjengkelkan keluar darinya. Ia mengangkat bahu, seolah tidak terpengaruh sedikit pun.

"Bos? Aku ini hanya pion, Nona cantik," ucapnya meremehkan, suaranya serak.

"Pion yang siap dikorbankan kapan saja. Kamu bisa mencoba memaksaku sampai mulutmu berbusa, tapi aku tidak akan mengatakan apa-apa. Karena memang tidak ada yang perlu dikatakan oleh seonggok daging seperti aku." Ia tersenyum sinis. Ia menikmati frustrasi Lisa yang mulai terlihat.

"Kamu salah jika berpikir bisa mengalahkan kami hanya dengan mengorbankan bidak catur murahan sepertimu," balas Lisa, nada suaranya semakin menusuk. Ia berdiri, mencondongkan tubuhnya lebih dekat.

"Kami akan menarik satu per satu benang sampai ke akar-akarnya, dan tidak ada tempat bagi bosmu untuk bersembunyi."

Buronan itu kembali menyeringai. "Menarik benang? Dengan semua tim andalan kalian sedang bertugas di lapangan? Kantor markas ini sedang kosong melompong, Nona. Tidak ada yang bisa menghentikannya." Tatapannya tajam ke arah kamera di sudut ruangan.

Tepat saat kalimat terakhirnya selesai, sebuah suara ledakan dahsyat tiba-tiba mengguncang seluruh markas. Alarm meraung keras, memenuhi koridor yang tadinya hening. Yansya, yang mendengarkan dari ruang kontrol, langsung terkesiap.

"Suara itu... itu dari ruangan Fabian!" seru Yansya, matanya membelalak kaget. Ia bergegas menuju pintu, diikuti Reno dan David yang tak kalah panik.

Mereka tahu ada sesuatu yang sangat salah terjadi.

Lisa, yang masih berada di ruang interogasi, merasakan getaran hebat. Ia menoleh ke arah buronan, yang kini menatapnya dengan senyum penuh kemenangan yang menakutkan. Saat Lisa hendak melontarkan pertanyaan, buronan itu tiba-tiba tersentak. Matanya melotot, tubuhnya kejang sesaat, lalu roboh dari kursinya dengan mulut berbusa. Ia telah menelan racun, karena racun itu sudah disiapkan.

Yansya dan yang lain tiba di bekas ruangan Fabian. Pintu ruangan itu sudah hancur, dan isinya berantakan. Fabian sudah tidak ada.

Melihat kekacauan di ruangan itu, wajah Yansya langsung memerah karena marah. Kepalan tangannya mengerat, dan napasnya memburu.

"Sialan!" raungnya, suaranya menggelegar di antara puing-puing. "Dia sengaja melakukan ini! Dia tahu kita akan datang!" Ia menendang pecahan dinding di dekatnya, melampiaskan amarah yang memuncak karena target penting mereka sudah melarikan diri. Ini adalah kunci untuk mengungkap jaringan besar itu.

Kepala Direktur Bram, yang baru saja tiba di lokasi dengan wajah cemas, segera mendekati Yansya. Ia menepuk bahu Yansya, mencoba menenangkan.

"Tenang, Yansya," ucapnya dengan suara berat namun penuh pengertian. "Kita tahu ini sangat membuat frustrasi, tapi kita tidak boleh kehilangan akal. Dia memang cerdik, tapi kita akan temukan dia." Ia melirik ke arah buronan yang sudah tak bernyawa di ruang interogasi.

Lalu kembali menatap Yansya, berusaha menanamkan ketenangan.

"Bagaimana bisa tenang, Pak Direktur?" Yansya membalas, suaranya masih dipenuhi amarah. "Kita punya satu-satunya kunci yang bisa membongkar semuanya, dan sekarang dia menghilang begitu saja! Ini bukan hanya kegagalan, ini adalah tamparan telak bagi kita!" Mata Yansya memancarkan kekecewaan mendalam, karena ia merasa bertanggung jawab atas lolosnya Fabian dan kematian buronan, sebuah kemunduran besar dalam misi penting mereka.

Tiba-tiba, Lisa muncul dari belakang. Ia menatap Yansya dengan sorot mata tajam.

"Yansya!" serunya, suaranya meninggi, memotong keluhan Yansya yang masih berapi-api. "Hentikan! Apa kamu pikir kamu sempurna? Semua orang bisa melakukan kesalahan, tak terkecuali dirimu!" Lisa menunjuk ke arah puing-puing.

Ia berusaha menyadarkan Yansya bahwa ini bukan hanya tentang dirinya.

"Jangan hanya menyalahkan diri sendiri dan merengek!" lanjut Lisa, nadanya tegas namun ada sentuhan kepedulian di dalamnya. "Kita akan menemukan Fabian. Ini bukan akhir dari segalanya, ini baru permulaan dari perburuan yang sebenarnya." Ia melangkah mendekat, berdiri di samping Yansya. Ia menunjukkan bahwa mereka menghadapi ini bersama.

Yansya terdiam, menatap Lisa. Amarah di matanya perlahan mereda, digantikan oleh sedikit keterkejutan karena omelan Lisa yang begitu langsung. Ia tahu Lisa benar, dan ia harus kembali fokus, karena tim dan misi lebih penting dari egonya.

Dari kejauhan, Reno berbisik pada David, menahan tawa yang siap meledak.

"Sudah kuduga! Hanya Nona Lisa yang bisa membuat Ketua Tim Yansya bungkam seperti itu!" David mengangguk setuju, melirik ke arah Yansya yang kini hanya bisa diam.

"Dia memang keras kepala, dia pikir bisa menyelesaikan semuanya sendiri, padahal urusan duit saja masih sering pusing." Rio, yang bergabung dengan mereka, terkikik pelan.

"Aduh, kasihan sekali Ketua Tim kita, lagi dimarahi pacarnya sendiri."

Firmino hanya menghela napas, tersenyum kecil melihat pemandangan di depannya. "Benar kata Nona Lisa. Semua orang bisa salah, termasuk Yansya. Dia mungkin ahli strategi, tapi dia bodoh sekali jika berpikir dia sempurna dan tidak bisa dikalahkan." Beban dan Layla, yang juga ikut mendengar, tidak bisa lagi menahan tawa mereka.

Mereka membayangkan betapa kesalnya Yansya mendengar ejekan itu.

"Sstt! Jangan keras-keras, nanti dia dengar!" Rio memperingatkan, meskipun tawanya sendiri paling kencang. "Dia bisa mengamuk lagi dan menyuruh kita bersih-bersih puing sendirian!" Tapi sudah terlambat, karena tawa mereka yang lepas sudah memenuhi seluruh area.

Sedikit meredakan ketegangan yang tadi menyelimuti markas.

Yansya, yang telinganya setajam elang, mendengar setiap kata ejekan itu. Setiap bisikan bagaikan panah yang menusuk hatinya berkali-kali. Wajahnya yang tadinya pias karena amarah kini berubah menjadi semerah tomat, karena bukan hanya dimarahi kekasihnya, ia juga diejek oleh anak buahnya sendiri. Ia berbalik dengan gerakan tiba-tiba, menatap tajam ke arah mereka.

"Apa kalian bilang?!" seru Yansya, suaranya melengking tinggi, seperti anak kecil yang permennya direbut.

"Kalian pikir aku bodoh? Aku ini Yansya Ardian, Ketua Tim Predator yang paling hebat, yang punya kemampuan analisis super cepat, dan yang berhasil mengalahkan kalian semua dalam latihan tanding!" Ia menunjuk satu per satu, seolah sedang menghafal daftar prestasi yang harus mereka akui.

"Dan soal uang? Itu adalah insting bertahan hidup! Kalian saja yang tidak paham seni mencari cuan di tengah kekacauan!"

Tim Rose dan Tim Predator, yang tadinya tertawa, kini membeku. Mereka saling pandang, menahan tawa yang siap meledak kembali melihat ekspresi Yansya yang sangat serius namun terlihat begitu lucu. Lisa hanya bisa menggelengkan kepala, senyum geli terukir di bibirnya, karena ia tahu Yansya tidak akan pernah benar-benar berubah, dan itu justru yang membuatnya semakin gemas.

Tanpa banyak bicara, Lisa melangkah mendekati Yansya. Ia meraih telinga Yansya dengan lembut namun tegas, lalu menjewernya menjauh dari kerumunan tim yang masih menahan tawa.

"Sudah, sudah, Sayang," bisik Lisa, nadanya geli. "Jangan meladeni mereka. Biarkan saja mereka tertawa, karena mereka tahu kita sedang punya masalah yang lebih besar daripada pembuktian diri." Yansya hanya bisa meringis, mengikuti langkah Lisa dengan patuh, meskipun sesekali ia masih melirik kesal ke arah timnya.

Melihat Yansya dijewer seperti anak kecil, semua anggota tim tak kuasa lagi menahan tawa mereka. Reno, David, Rio, Firmino, Beban, Layla, Alex, Clara, Maya, dan semua yang ada di sana, kini tertawa terbahak-bahak, suara mereka menggelegar mengisi koridor markas yang berantakan. Tawa itu seolah menjadi pelipur lara di tengah kekacauan, melepaskan semua ketegangan yang sempat menyelimuti mereka.

"Dasar Ketua Tim kita itu!" seru Layla di antara tawanya.

"Dia memang paling lucu kalau lagi kesal!" Rio mengangguk setuju, sampai perutnya sakit karena terlalu banyak tertawa. Bahkan Kepala Direktur Bram pun ikut tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur melihat tingkah anak buahnya yang selalu berhasil menciptakan drama sekaligus komedi di saat yang tidak terduga.

1
Khusus Game
oke, bantu share k
Glastor Roy
yg bayak tor up ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!