Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Hanin, ingat malam ini kita akan mulai menjalankan kesepakatan kita. Persiapkanlah dirimu, dan jadilah istriku seutuhnya." Ucapan Kenan tadi siang masih terngiang jelas di telinga Hanin.
"Nona, kenapa anda melamun?" Suara pelayan yang bernama Ita membuyarkan lamunannya.
"Eh, bibik. Saya hanya sedang memikirkan bagaimana keadaan cafe saya di kota J. Soalnya, sejak saya ke sini, saya sama sekali belum pernah mendapat kabar tentang keadaan disana." Hanin memberi alasan.
"Oh jadi nona punya cafe?" Ita kembali bertanya.
Hanin tersenyum. "Alhamdulillah, punya bik. Meskipun kecil. Tapi, saya sangat bersyukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah lewat cafe itu."
Hanin dan Ita makin asik mengobrol. Sifat Hanin yang hangat, membuatnya sangat mudah akrab dengan siapapun. Karena memang, itulah salah satu kelebihan yang dimiliki oleh gadis itu. Dan hal itu juga yang membuat dirinya tidak pernah canggung untuk pergi kemanapun.
Waktu berlalu, penunjuk jam sudah mengarah ke angka 11. Karena, merasa sudah cukup dengan obrolannya. Akhirnya gadis itu beranjak dari ruang tengah.
Dia segera melangkah menaiki anak tangga menuju lantai atas. Dadanya kian berdebar kencang. Gadis itu juga sangat gugup membayangkan situasi yang akan dilewatinya bersama Kenan malam ini. Pria itu bahkan, sudah menunggu di dalam kamar. Hanin tadi sengaja mengulur waktu dengan mengobrol hal yang tak penting dengan para pelayan. Sambil berharap suaminya akan tertidur karena menunggunya.
Hanin berdiri di depan pintu kamar. Menarik nafas dari hidung, dan mengeluarkannya dari mulut. Terapi untuk menguasai kegugupannya. Tangan wanita itu mulai menarik perlahan gagang pintu. Mengintip kedalam. Dan, terlihatlah Kenan sudah berbaring diranjang besar itu. "Huh.. Muda-mudahan dia sudah tertidur." Gadis itu bergumam.
Hanin melangkah perlahan, masuk kekamar mandi, bersih-bersih. Kemudian mengganti bajunya dengan piyama serba panjang. Lalu, mulai merebahkan tubuhnya di samping Kenan. Dia melihat mata pria itu masih terleleap. Hanin memiringkan tubuhnya membelakangi suaminya.
"Kenapa kau membelakangi suamimu?" Kenan sudah menempelkan tubuhnya ke Hanin. Membuat gadis itu tersentak kaget. Hampir saja dia berteriak
Hanin mencoba mengurai pelukan Kenan pada pinggangnya. Dia merasa agak ngilu, karena tubuh Kenan benar-benar menempel sempurna di belakangnya. Gadis itu bahkan dapat merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bawah sana.
"Mas, tolong jangan seperti ini!" Ucapnya lirih.
Kenan tak perduli. Dia mulai menciumi tengkuk gadis itu. Menghirup aroma tubuhnya dalam. "Seperti apa maksudmu? Kenapa kau lama sekali di bawah? Apa kau sengaja menghindariku?" Kenan masih melanjutkan kecupan di leher belakang Hanin.
Hanin memejamkan matanya. Dia mulai merasa ada reaksi aneh pada tubuhnya.
"Tidak mas, kenapa aku harus menghindar. Tadi aku hanya keasikan mengobrol bersama para pelayan di bawah." Hanin makin merasa tidak nyaman saat Kenan mulai membalikkan tubuhnya, lalu mengunci dengan tubuh dan tangannya.
"Apa kau takut?" Kenan memandang Hanin dalam. Kemudian, fokusnya terhenti di bibir merah gadis itu.
Wajah Hanin sudah terlihat memerah. Malu dan gugup menjadi satu. "Mas, lepaskan aku." Hanin memalingkan wajahnya kekiri, tepat saat bibir Kenan hampir mendarat di bibirnya.
"Syut... Diamlah. Aku tau ini yang pertama untukmu. Aku janji, aku akan berusaha untuk tidak menyakitimu." Kenan meluruskan wajah gadis itu.
Dia mulai mengecup pelan bibir sang istri, lembut dan sangat sabar. Menikmati setiap momen.
Hanin hanya terdiam, dia membiarkan Kenan menguasai bibirnya. Namun, ciuman yang tadinya lembut, sesaat sudah berubah menjadi sebuah tuntutan. Nafas pria itu mulai memburu. Tubuhnya memanas. Bertanda nafsunya sudah sampai ke ubun-ubun.
Hanin meremas sprei. Dia tak bereaksi sama sekali. Namun ketika tangan Kenan sudah mulai meremas sesuatu yang menggunung. Tiba-tiba bayangan Kenan saat bermesraan dengan Nesya mulai terlintas di benaknya.
Reflek Hanin mendorong tubuh Kenan kuat. Membuat pria itu terhempas ke sampingnya. Dengan sigap, Hanin berdiri. Memakaikan kembali kancing bajunya yang tanpa sadar sudah berhasil dilepas oleh suaminya. "Maaf." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Hanin.
Terlihat matanya memerah, dan menganak sungai. Kemudian dia berlari menuju kamar mandi.
Kenan terheran, kenapa Hanin bereaksi seperti tadi. Dia mencoba menenangkan pikirannya. Menekann hawa nafsunya yang sudah memuncak.
"Hanin.. kamu kenapa? Buka pintunya! Jangan membuatku khawatir." Kenan terus mengetuk pintu kamar mandi. Dia makin khawatir, karena sudah hampir setengah jam wanita itu berdiam di dalam sana, tanpa bersuara.
Hanin masih terdiam di depan cermin, sambil terus memandangi wajahnya. Menyesali diri, karena tak mempunyai keikhlasan dalam hal menerima suaminya. Bayangan Nesya saat berciuman dengan Kenan, membuat dirinya jijik menerima sentuhan pria itu.
Di luar pintu, Kenan masih saja mengetuk, "Kalau kau tidak membuka pintu ini. Maka, aku akan mendobraknya." Kenan mulai tidak sabar, dia takut terjadi seauatu yang buruk pada sang istri.
Hanin membuka pintu, dia melihat kekhawatiran di wajah sang suami. "Aku tidak apa-apa mas. Maaf, sudah membuatmu khawatir." Dia berjalan menuju ke ranjang.
Yang juga diikuti oleh Kenan.
Hanin duduk disana. "Mas, maaf aku belum siap untuk melakukan ini." Hanin tertunduk.
"Aku tau, tidak akan mudah untukmu menerimaku Hanin. Tapi, yang harus kau tau adalah, aku tidak hanya menginginkanmu sebagai penghangat malamku. Tapi, aku ingin menjadikanmu, sebagai tempat untuk berbagi. Baik dalam suka, maupun saat berduka." Kenan mendekat, menarik Hanin kepelukannya.
"Aku akan menunggu keikhlasanmu untuk menerimaku. Maaf, karena aku terlalu terburu-buru." Kenan mengecup kening istrinya dengan penuh kehangatan.
Hanin membalas pelukan sang suami, menumpahkan segenap ke gundahan yang dirasakannya.
Kenan mengurai pelukan mereka, saat merasa Hanin sudah mulai tenang. "Tidurlah, aku akan tidur di kamar lain." Kenan mengecup kembali kening istrinya itu.
Hanin menahan tangan Kenan yang mulai berjalan menjauhi dirinya. "Tidurlah disini mas. Aku tidak apa-apa"
Kenan tersenyum. "Hanin, malam ini aku tidak bisa tetap berada di dekatmu. Kami para lelaki, akan menjadi sangat buas saat sedang bernafsu. Jadi, aku akan menenangkan diriku dulu." Pria itu tersenyum, membelai rambut istrinya lembut. Lalu, melanjutkan kembali langkahnya yang tadi sempat terhenti. "Tidurlah" Dia melirik sebelum menutup pintu
Hanin masih terdiam disana. "Maafkan aku mas." Gadis itu berucap lirih.
"Baiklah, besok aku akan menjemputmu di bandara. Setelahnya kita akan meluncur ketempat pria itu menyembunyikan istri tercintanya." Nesya memutus sambungan telfonnya. Dia terlihat tersenyum puas.
"Hanin.. penderitaanmu yang sesungguhnya, akan segera dimulai. Hahhaha... selamat menikmatinya sahabatku tersayang." Nesya tertawa misteri.
Entah apa yang sedang direncanaka oleh wanita itu.
TBC
Selamat membaca, mohon bantu like, vote, jadikan favorit dan silahkan tinggalkan kesan dan pesannya di kolam komentar.
MAKASIH....
sorry gwa baca sampe sini