AWAS! Cerita ini bikin SENYUM-SENYUM SENDIRI.
Dewa Arga, cowok baru lulus SMA, belum mendapat ijazah sudah disuruh orang tuanya untuk menikah dengan wanita yang lebih tua darinya.
Bagaimana bocah petakilan itu bisa menjadi seorang suami yang baik?
Bara Abraham Wiratmaja, kakak tiri Nona yang baik dan tentunya tampan akan menambah manis cerita ini.
**
IG : marr_mystory
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 : Keluarga serakah
Bara seketika terkejut mendengar putrinya membentaknya. Wajah Elara kini menjadi
sangat menyeramkan. Bara mencoba mengelus kepala Elara tetapi gadis itu
menepisnya, ia malah tersenyum menyeringai. “Jangan sok baik denganku! Dasar papa palsu,” ucap Elara membuat Bara begitu syok.
“Apa maksud ucapanmu?” tanya Bara.
“Hoaaaam... Aku mengantuk. Bisakah papa keluar dari kamarku?” ucap Elara sambil menunjuk kearah pintu.
Bara mengalah, dia keluar dari kamar Elara. Dia masih bingung dengan ucapan Elara yang mengatakan jika dirinya seorang papa palsu. Bara menuju ke kamarnya untuk segera tidur tetapi saat membuka pintu kamar, dia melihat Zalina meminum obat tidur. Bara langsung merebutnya.
“Bukannya aku sudah melarangmu untuk meminum obat ini?” tanya Bara.
“Maafkan aku, mas! Aku tidak bisa tidur.”
Bara mengusap wajahnya secara kasar membuat Zalina merasa tidak enak. Dia meminta maaf kepada Bara. Bara menghela nafas panjang lalu memberikan obat tidur itu kepada Zalina.
“Minumlah! Tapi mulai besok jangan terlalu sering meminum obat ini!”
“Maafkan aku yang selalu merepotkanmu!”
“Tidak sayang, kau tidak pernah merepotkanku. Aku mencintaimu.”
***
Keesokan harinya,
Bayu sedang sarapan pagi dengan istri dan anaknya. Bayu memiliki dua istri tetapi istri pertama memilih tinggal berbeda rumah dengannya. Sifat ayahnya yang menduakan istrinya menurun
ke Bayu. Sebab itulah ayahnya cepat pensiun dari jabatannya karena ketahuan
memiliki 2 istri.
Sama halnya dengan Nona, Bayu adalah bos dari perusahaan mebel terbesar di kota itu bahkan perusahaan Bayu bersaing dengan perusahaan yang dijalankan Nona. Bayu tipe orang yang sangat licik. Dia sering sekali curang dengan mengirim kayu kualitas rendah ke perusahaan Nona tetapi Nona
yang lebih cerdas dari Bayu tidak akan terkecoh dengan permainan dari kakak
kurang ajarnya itu.
“Mas Bayu, aku ingin shopping.”
“Baru kemarin shopping masak ini mau shopping lagi?” tanya Bayu kepada Dinda, istri keduanya.
“Mas Bayu tidak lihat? Zalina, istri Bara memakai cincin keluaran terbaru. Masak istri mas yang cantik dan imut ini
kalah dari Zalina?” ucap Dinda dengan ekspresi memelas.
“Iya, sana
shopping sepuasmu! Jangan sampai kalah dengan menantu-menantu ibu yang
lainnya.”
Dinda tersenyum senang. Sifat Dinda memang seperti Bayu yang tidak ingin kalah dari orang lain. Bahkan dengan ibu mertuanya saja dia masih sering iri tetapi Bayu begitu mencintai sang istri sampai membuat Dinda membodohinya.
“Sebentar lagi kita akan mendapat jatah lagi. Kita akan menjadi kaya raya. Semua harta Nona kami gugat ke pengadilan,” ucap Bayu.
Dinda meletakkan sendok ke piringnya. Mendengar semua itu membuatnya merasa sangat senang. Hanya kekayaan yang mereka pikirkan. Tapi dia langsung berpikir karena sifat Nona juga begitu keras dan tidak mudah dikalahkan.
“Bagaimana
kalian bisa memenangkan gugatan itu? Nona tidak mungkin berdiam diri saja dan
tentunya Bara akan membantunya,” ucap Dinda.
“Kak Bara tidak tahu semua ini. Tidak ada yang bisa menghentikan kita.”
Disisi lain, dirumah Bagas.
Bagas sedang duduk disofa sambil memegang ponselnya. Dia adalah bos trading, sebuah perusahaan
pialang yang menjual emas online dan sejenisnya. Kesehariannya hanya menatap layar ponsel dan layar laptopnya untuk memantau naik turunnya harga emas di pasar internasional. Sedangkan istrinya sedang memijatnya dari belakang.
“Anak-anak sudah berangkat sekolah?” tanya Bagas.
“Sudah sayang.”
“Tolong ambilkan kopi ku!”
“Baik, sayang.”
Bagas menyeruput kopi buatan Sita yaitu sang istri tercinta. Setelah itu Sita duduk
disebelah Bagas dan memijat kaki Bagas.
“Sayang, Si Dinda beli gaun baru. Dia bilang untuk datang ke kondangan Pak Kirman, walikota terbaru kita. Sayang, belikan aku gaun baru dong dan tas nya juga. Aku juga ingin pakai gaun baru,” ucap Sita.
Bagas melirik Sita dengan jengah, Sita memohon dan memelas kepada sang suami. “Apa sih yang gak buat istriku? Belilah yang kau mau.”
Sita langsung bersorak kegirangan. Dia langsung mengambil ponselnya dan memesan gaun yang hampir mirip dengan milik Dinda. Ya begitulah di kehidupan keluarga besar
Nona. Mereka saling bersaing satu sama lain dan menentukan siapa yang paling
hebat. Hanya Bara dan Nona yang normal dan tidak pernah aneh-aneh.
**
Nona pagi ini dimandikan oleh para pelayannya. Badannya digosok dengan halus oleh pelayannya. Sepertinya pertempuran akan dimulai, dia harus mempertahankan
seluruh asetnya dari keluarganya yang serakah. Pelayan memberikan pijatan untuk merilekskan pikiran Nona yang sedang kacau. Nona menikmatinya dan sedikit tersenyum tatkala mengingat Dewa yang pernah memijatnya.
Setelah hampir 45 menit berada dikamar mandi. Dia berdiri lalu para pelayan mengelap tubuhnya. Pelayan yang lain memakaikan baju handuk kepada Nona. Setelah itu Nona keluar dari kamar mandi dan duduk disofa. Para pelayan ada yang membuatkan teh dan majalah untuk Nona, ada yang mengambilkan baju Nona dan ada yang mengeringkan rambut Nona. Nona memang diperlakukan seperti ratu.
“Nona, make up pagi ini mau seperti apa?” tanya pelayan yang bertugas mendandani wajah Nona.
“Hari ini aku ke sekolah Dewa jadi berikan aku make up seperti anak remaja yang tidak terlalu menor.”
“Baik, Nona.”
“Oh ya, siapkan juga dress berbahan jeans biru untukku beserta kaca mata hitam!”
“Siap, nona.”
Nona lalu menyeruput teh hangatnya lalu membaca majalah. Dia nampak menikmati hidupnya selayaknya sang putri. Dewa yang baru masuk ke kamar hanya memandang Nona. Dia
tidak bisa membayangkan jika Nona dia ajak untuk hidup sederhana pasti sehari
saja langsung mengajak bercerai.
Dewa melangkah masuk dan menuju ke ranjang. Diatas ranjang terdapat buku-buku pinjaman dari sekolah yang belum sempat dia kembalikan. Dewa juga melihat kertas nota pembayaran yang belum lunas.
“Dewa? Apa itu?” tanya Nona.
Dewa menggelengkan kepala lalu menyimpan kertas itu disakunya. Nona terus saja
menggertaknya.
“Berikan padaku, sayang!” pinta Nona.
Dewa menghela nafas, dia lalu menyodorkan kertas itu. Nona membacanya dan mengerutkan dahi.
“Jangan dipikirkan! Itu masih tanggung jawab bapak. Aku akan menyuruh bapak untuk melunasinya,” ucap Dewa.
“Sri?” ucap Nona.
“Ya, Nona?”
“Tolong ambilkan dompetku di lemari!” pinta Nona.
Pelayan itu langsung mengambilkan dompet Nona. Setelah itu dia memberikannya kepada Nona.
Nona memeriksa dompetnya dan menghitung jumlah uang cash yang dia punya.
“Ini cukup untuk melunasinya jadi nanti tidak perlu mampir ke ATM,” ucap Nona senang.
“Nona, nanti bapak juga ke sekolahan. Bapak yang akan menjadi waliku untuk mengambil ijazah beserta berkas lain.”
Nona meletakkan dompetnya di meja. “Bapak suruh pulang saja! Hari ini aku yang akan menjadi walimu.”
Dewa
tercengang mendengar ucapan Nona. Dia mendekati Nona yang masih duduk disofa. Nona lantas berdiri saat pelayan akan memakaikan pakaiannya. Dia mengenakan rok terusan berbahan jeans membuat dirinya seolah masih seperti gadis. Pelayan juga memberikannya tas merah dan kacamata hitam. Dewa semakin tercengang.
“Sayang, kita mau ke sekolah bukan mau tamasya,” ucap Dewa.
“Kau tidak senang jika istrimu terlihat cantik?” tanya Nona sedih.
"Bukan begitu, hanya saja aku takut kau akan dilirik berondong lain."