Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akibat Baku Hantam
Tapi Tom sedang tidak dalam kondisi mendorong. Dia sedang dalam kondisi menyerang. Saat Selene mendorong, tubuhnya yang besar berputar secara refleks.
Tangannya, yang mungkin bermaksud untuk menggeser Selene dengan lembut, menghempas dengan kuat.
Lengan Tom yang kuat dan berotot menghantam bahu dan bagian sisi kepala Selene dengan cepat.
BRUG!
Selene merasakan hentakan yang menyakitkan, lalu dia terbentur dek kayu keras. Dia tidak punya waktu untuk menahan jatuh. Kepalanya menyentuh papan kayu.
Lalu, hanya ada diam. Dan rasa sakit yang tajam dan berdenyut di pelipisnya. Dia berbaring di sana, terkapar, mencerna sejenak dengan apa yang terjadi padanya.
Ada dengungan di telinganya, dan sesuatu yang hangat dan basah mulai menetes di pelipisnya, mengalir ke rambutnya.
"CARA!"
“SELENE!”
Dua suara meneriakkan namanya.
Selene mencoba memiringkan kepalanya. Matanya sedikit kabur. Dia melihat Tom membeku di tempatnya.
Wajah Tom telah berubah. Semua kemarahan telah digantikan oleh ekspresi takut yang dalam, yang belum pernah Selene lihat sebelumnya.
Daniel berusaha berdiri, mendekatinya, tapi Tom tiba-tiba bergerak lagi. Tom bergegas ke samping Selene, dan berlutut di atas kayu.
"Jangan bergerak," suara Tom sedikit keras, ketenanganya tiba-tiba hilang.
Dia mengangkat tangannya, melihat darah segar yang merah terang menodai ujung jarinya.
Daniel mendengus. "Lihat apa yang kau lakukan padanya! Kau binatang—"
BUG!!
Tom memukul bibir Daniel lagi untuk terakhir kalinya. “Shut up!!” Daniel terjatuh ke belakang, sekali lagi.
Selene mencoba berkata, "Aku ... aku baik-baik saja," tapi kata-katanya terdengar lemah. Rasa pusing menyerangnya.
"Jangan bicara," bisik Tom, suaranya sekarang sangat lembut, sangat berbeda dari apapun yang pernah Selene dengar darinya.
Dia melepas kemejanya dengan gerakan kasar, dan melipat kemeja itu lalu menekannya dengan lembut ke sisi kepala Selene yang berdarah.
"Tekan ini. Aku ... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud ... Aku tidak melihatmu ..."
Security resort datang berlarian, diikuti oleh seorang paramedis dengan kotak P3K. Mereka melihat adegan tadi.
"Bawa dia pergi," geram Tom ke arah keamanan sambil menunjuk Daniel, tapi tatapannya tidak pernah meninggalkan Selene. "Jauhkan dia dari sini."
Daniel berteriak, memprotes, tetapi dengan cepat dibawa pergi oleh para penjaga. Tatapan terakhirnya ke arah Selene terlihat khawatir dan putus asa.
Paramedis mengambil alih. "Biar kami lihat, Tuan." Tom enggan menjauh, tetapi tetap berlutut di dekat sang istri, tangannya yang tidak berlumuran darah mengepal erat di pahanya.
"Luka goresan di kulit kepala," kata paramedis setelah pemeriksaan cepat. "Pendarahannya akan kami hentikam. Tidak ada tanda-tanda fraktur tengkorak. Tapi harus tetap diobservasi."
"Aku akan bawa dia ke dalam. Apakah aman jika aku menggendongnya?" tanya Tom.
“Aman, Tuan,” sahut paramedis.
“Aku ingin dia diperiksa lebih lanjut." Lalu Tom menggendong Selene dan membawanya ke dalam villa.
Selene membiarkan kepalanya bersandar di bahu Tom yang kuat. Dia melihat ekspresi khawatir di wajah pria dingin itu.
Tom membawa Selene ke sofa besar di ruang tamu, dengan hati-hati meletakkannya. Paramedis membersihkan lukanya, mengobatinya, dan membalutnya dengan perban yang rapi.
Selama proses itu, Tom tidak bergerak. Dia berdiri seperti patung di dekatnya, menonton setiap gerakan paramedis dan juga Selene, wajahnya masih pucat dan terlihat bersalah.
Setelah paramedis pergi dengan instruksi untuk beristirahat dan mengawasi gejala, Tom bergerak kembali.
Dia mengambil baskom berisi air hangat dan handuk lembut. Dengan sangat hati-hati, dia duduk di tepi sofa.
Selene akan duduk, tapi Tom mencegahnya.
"Jangan bergerak," kata Tom. "Biarkan aku membersihkan ..." Dia melihat darah yang mengering di leher dan bahu Selene.
"Tom, aku—"
"Please," potongnya, "Biarkan aku melakukan ini."
Selene mengangguk pelan. Tom mencelupkan handuk, memerasnya, dan dengan sentuhan yang sangat lembut, sentuhan dari tangan yang baru saja menghajar Daniel, dia mulai membersihkan darah dari kulit Selene.
Tom membersihkan leher Selene, bahunya, bahkan dengan hati-hati membersihkan darah dari rambutnya di sekitar perban.
Dia tidak berbicara. Konsentrasinya penuh pada tugasnya. Dan akhirnya selesai, dia meletakkan handuknya.
"Aku tidak pernah memukul wanita," ucapnya akhirnya. "Aku bahkan tidak pernah membayangkan menyakitimu seperti itu ..." Dia berhenti sejenak. "Aku kehilangan kendali. Maafkan aku.”
Selene memandanginya. Pria yang keras dan dingin itu, yang selalu memegang kendali, sekarang terlihat menyesal karena sebuah kecelakaan yang mengenai Selene.
Dia melihat pria sejati di balik topeng CEO yang dingin. Seorang pria yang ternyata mampu merasakan penyesalan yang sangat dalam.
"Itu kecelakaan, Tom," ucap Selene dengan pelan. "Kau tidak bermaksud melakukannya."
Selene meraih tangan yang tergenggam di pangkuannya. "Aku baik-baik saja. Hanya goresan.”
“Besok kita pulang. Dan aku akan mengambil tindakan atas perbuatan pria itu.”
“Tidak, tak perlu menggubrisnya. Aku mohon. Semua ini salahku. Dia … tersakiti karena sikapku dulu. Aku mohon, jangan menyerangnya. Cukup kita pergi dari sini, itu saja.”
Tom menggelengkan kepalanya. “Tidak, dia harus diberi pelajaran agar tahu dengan siapa dia berhadapan. Kita pulang besok pagi. Sekarang kau istirahatlah.”
Selene menghela napasnya, dia tahu bahwa Tom sangat keras dan tak mungkin juga dia bisa mempengaruhi keputusannya.
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke
aah lanjuut kak zarin..