NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Grep.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Ssst... diamlah."

Malam hari, Dani sengaja menunggu Amelia di pintu keluar perusahaan bagian belakang, entah kenapa Dani mempunyai firasat kalau Amelia malam itu akan pulang melalui pintu belakang. Dani pun segera memegang pergelangan tangan Amelia, sehingga membuat Amelia terkejut. Namun saat menyadari bahwa yang ada di depannya adalah teman adiknya, Amelia pun seketika diam dan mengikuti langkah Dani.

Dani membawa Amelia ke tempat yang cukup gelap, lalu menyuruh Amelia untuk masuk ke sebuah mobil, mobil tersebut pun juga tidak ada penerangan sama sekali. "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Amelia dengan suara yang sangat lirih.

"Tenang saja, aku tidak sedang menculikmu," jawab Dani yang juga sudah masuk ke mobil. Saat ini Amelia duduk di kursi penumpang dan Dani ada di kursi pengemudi.

"Iya, aku tahu, tapi untuk apa kita harus bersembunyi seperti ini?" tegas Amelia.

"Bukankah kamu tadi keluar dari pintu belakang juga karena ingin bersembunyi?" tanya Dani yang seketika memberikan pukulan telak pada Amelia.

"Siapa bilang? Aku sedang tidak bersembunyi," sanggah Amelia.

"Lalu?" sahut Dani.

"Aku hanya ingin suasana yang baru saja." Amelia pun beralibi.

"Dimana Dara?" tanya Dani tanpa basa-basi lagi.

"Mana aku tahu. Apa kamu pikir aku sedang menyembunyikannya?" kesal Amelia.

"Apa dia tidak menghubungimu?" tanya Dani. Amelia langsung mengeluarkan ponselnya dari saku, membuka kunci layar dan segera menyerahkan ponsel tersebut pada Dani. Dani pun juga segera menerima ponsel Amelia dan mengeceknya, tidak lupa dia meredupkan lampu latar ponsel Amelia terlebih dahulu, agar tidak terlihat dari luar mobil.

"Seharusnya pihakmu sudah mencari keberadaannya kan?" tanya Amelia.

"Sinyal terakhir ditemukan di parkiran apartemen," jawab Dani dengan tetap memeriksa ponsel Amelia.

"Jadi benar yang dikatakan Marcel," monolog Amelia dalam hati.

"Apa ponselnya sudah ditemukan?" tanya Amelia.

"Tidak ada," jawab Dani.

Amelia Menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar, dia juga segera menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil, serta menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Suasana menjadi hening di dalam mobil tersebut hingga cukup lama, karena Dani sedang fokus memeriksa ponsel Amelia.

Dani menoleh ke belakang dan menarik nafas panjang, sama seperti yang dilakukan Amelia sebelumnya, lalu dia mengembalikan ponsel Amelia. "Apa kamu sudah puas?" kesal Amelia seraya mengambil ponselnya kembali.

"Ada dimana dia sebenarnya?" gumam Dani, yang suaranya masih bisa didengar oleh Amelia.

"Apa dia juga tidak menghubungimu?" tanya Amelia. Dani pun segera menggeleng pelan.

"Dia tidak mungkin melakukan pembunuhan itu kan?" tanya Dani.

"Seharusnya itu tidak mungkin," ucap Amelia.

"Lagian kenapa kalian bisa melakukan penggeledahan di mobil Dara? Bisa saja itu memang barang bukti yang ditemukan dia kan?" cecar Amelia.

"Aku tidak tahu, saat itu tim kami tidak diberitahu apapun. Aku juga tidak tahu siapa yang memberi perintah," ucap Dani.

"Tapi tenang saja, setelah hasil dari tim forensik keluar, semua akan terbukti," imbuh Dani.

"Kalau begitu kita tunggu saja, dia pasti akan segera menghubungi salah satu dari kita berdua. Tidak mungkin dia tidak membutuhkan bantuan kita," ucap Amelia.

"Apa dia masih hidup?"

PLAK.

Seketika Amelia memukul kepala Dani dengan sedikit keras. "Apa yang sudah kamu katakan tentang adikku? Bicaralah yang baik-baik," kesal Amelia.

"Aku hanya heran saja, kenapa dia tiba-tiba menghilang, bahkan barang bukti yang sangat kuat ditemukan di mobilnya," ucap Dani seraya mengelus kepalanya yang baru saja di geplak oleh Amelia.

"Aku juga tidak tahu, itu juga membuatku bingung, karena aku tidak mendapatkan pemberitahuan apapun saat penggeledahan itu terjadi," ucap Amelia.

"Kalian kan tinggal bersama," sahut Dani.

"Lantas apa aku tidak punya pekerjaan, sehingga harus mengurusi semua tentang adikku?"

"Apa kamu pikir semudah itu bagi Dara yang merupakan detektif bercerita terbuka kepadaku?" kesal Amelia.

"Ah, benar juga. Aku yang bekerja dengannya setiap hari saja kadang tidak diberi tahu langkah apa yang akan dia ambil saat menangani kasus," keluh Dani. Mereka berdua menghembuskan nafas panjang bersama.

"Sepertinya sebentar lagi kamu akan sering diawasi oleh tim kami," ucap Dani.

"Aku tahu, aku juga tidak melakukan kesalahan, jadi aku tidak takut apapun," ucap Amelia.

"Okelah kalau begitu, mari aku antar pulang," ucap Dani.

"Bagaimana dengan mobilku?" tanya Amelia.

"Kamu kan punya banyak anak buah, kenapa kamu tidak memanfaatkan mereka," ucap Dani tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Sebenarnya kamu akan mengantarku pulang, atau ingin menggeledah rumahku?" tanya Amelia dengan tatapan menyelidik.

"Aku hanya ingin mampir saja, apa tidak boleh?" tanya Dani.

"Bilang saja kalau kamu mencurigaiku," ucap Amelia seraya membuang muka ke luar mobil.

Dani sudah tidak merespon lagi ucapan Amelia, dia segera menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan cukup pelan. Saat ini Dani tengah memakai mobil yang lain, sehingga teman-temannya tidak tahu saat dia melewati mobil mereka yang masih menunggu Amelia di parkiran luar kantor.

Dani pun mengantarkan Amelia pulang ke apartemen. Tidak ada obrolan lagi sepanjang perjalanan, mereka berdua sama-sama terhanyut dalam pikiran mereka masing-masing.

Setelah sampai apartemen, mereka berdua masuk melalui pintu darurat, agar tidak terekam oleh CCTV.

***

Keesokan harinya.

"Apa kamu sudah siap?" tanya Ardi pada Dara. Dara pun segera mengangguk dengan yakin.

Saat ini Ardi, Dara, dan Firman tengah berada dalam mobil yang sama. Mereka akan mengusahakan Dara untuk bisa bertemu dengan Pak Tama. 

Semalam anak buah Natasha yang ditugaskan untuk memantau alamat rumah Pak Krisna sudah kembali, memang terbukti bahwa alamat yang diberikan Dara adalah benar alamat tempat tinggal Aditya saat ini. Anak buah Natasha juga sudah mengkonfirmasi dan memberikan banyak bukti foto serta rekaman video rumah Pak Krisna dari jarak yang lumayan dekat, sehingga Natasha pun yakin bahwa memang itu adalah rumah yang Aditya tinggali untuk bersembunyi. Natasha pun menyuruh beberapa anak buah yang lain untuk tetap mengawasi di sekitar rumah Aditya.

"Apa kamu juga sudah siap?" tanya Ardi pada Firman. Firman pun mengangguk pelan.

Ardi segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit, dimana Pak Tama sedang dirawat. Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan sama sekali, karena Ardi tengah fokus pada GPS yang ada di mobilnya, Firman sedang fokus pada laptop untuk mengatur sistem, sementara Dara terhanyut dalam pikirannya sendiri.

***

Satu jam berlalu. 

Sesampainya di parkiran rumah sakit. Firman langsung bekerja, dia segera meretas sistem CCTV dari dalam mobil.

Beberapa saat kemudian. "Sudah selesai," ucap Firman. 

Dara dan Ardi pun segera turun dari mobil, mereka berjalan berpencar saat ini. Dara masuk melalui pintu samping yang langsung terhubung ke tangga darurat, sementara Ardi masuk melalui pintu depan, layaknya orang yang hendak mengunjungi kerabat atau melakukan pemeriksaan di rumah sakit tersebut. Mereka berdua juga sama-sama memakai baju yang tertutup, termasuk juga topi dan masker.

***

Ardi segera masuk ke dapur dan berbicara pada kepala dapur, bahwa dia adalah karyawan baru. Ardi juga sudah menggunakan atribut lengkap seperti yang digunakan oleh para karyawan dapur di rumah sakit tersebut, sehingga anggota dapur pun tidak menaruh curiga.

Ardi membawa troli dan mengantarkan makan siang ke setiap ruangan yang ada di rumah sakit tersebut dengan telaten dan ramah, meskipun dia tetap memakai masker, tapi dia selalu menyapa setiap pasien yang dia temui dan juga menundukkan kepala, tatkala berpapasan dengan keluarga pasien yang tengah menunggu. 

Hingga akhirnya giliran ke ruangan Pak Tama. "Bersiaplah," ucap Ardi seraya memegang telinganya, yang saat ini mengenakan earpiece serta tetap mendorong troli dengan satu tangan.

"Sudah siap dari tadi," ucap Firman.

"Aku juga sudah di posisi," sahut Dara.

Tidak ada hal yang sulit saat Ardi hendak masuk melewati penjaga pintu di ruang perawatan Pak Tama, karena memang dia benar-benar seperti karyawan rumah sakit tersebut. 

Saat pertama masuk, dia melihat Pak Tama dalam keadaan yang cukup membuat iba, tubuhnya kurus dan juga tangannya diborgol di pembatas ranjang, Ardi juga melihat Pak Tama sedang duduk melamun.

Ardi segera meletakkan makan siang di atas nakas seperti karyawan rumah sakit biasanya. Ardi juga menyapa penjaga dan juga Pak Tama dengan ramah. 

"Bersiaplah," ucap Ardi seraya mendekat ke arah Pak Tama saat meletakkan piring. Pak Tama pun terkejut mendengar ucapan Ardi tersebut.

Antara senang dan gugup saat mendengar Ardi berbicara, karena Pak Tama tidak mengenal siapa yang sedang berbicara saat itu. Sehingga beliau juga tidak tahu, harus bersiap untuk pergi dari rumah sakit, ataukah persiapan untuk mati.

Namun Pak Tama cukup pintar, dia tidak melakukan pergerakan yang mencurigakan, sehingga Ardi pun bisa bekerja sesuai dengan rencananya dengan tenang. Ardi mendorong troli lagi ke arah pintu keluar.

PRAANG ...

Dengan sengaja Ardi segera menjatuhkan trolinya hingga menyebabkan kedua penjaga seketika menoleh ke arahnya. "Maafkan aku," ucap Ardi seraya bangkit dari pura-pura jatuhnya, juga berusaha memunguti beberapa piring yang berserakan di lantai. Dua penjaga pun segera berjalan ke arah Ardi dan menolongnya.

JLEB.

JLEB.

Secepat kilat Ardi merogoh saku dan segera memberikan suntikan pada paha kedua penjaga tersebut, tidak lama kemudian mereka berdua pun pingsan. Ardi segera bangkit mengambil alat yang sudah dia siapkan di sakunya untuk membuka borgol Pak Tama. 

"Ayo cepat," ucap Ardi pada Pak Tama setelah borgol berhasil dia lepaskan.

Meskipun saat ini Pak Tama sedang merasa kebingungan, tapi beliau tetap mengikuti instruksi dari Ardi. Ardi menyuruh Pak Tama untuk duduk di troli bagian bawah, sehingga dia bisa menutupi tubuh beliau dengan tirai, lalu Ardi membawa Pak Tama dengan langkah yang cepat menuju lift. "Jangan berbicara dan juga jangan bergerak," ucap Ardi saat berada di dalam lift, karena dia tidak tahu, CCTV di lift tersebut sudah diretas juga oleh Firman atau tidak.

Beberapa saat kemudian mereka pun sampai di atap gedung Rumah Sakit tersebut. "Kita sudah sampai, keluarlah," ucap Ardi.

"Memangnya kita sedang ada dimana?" tanya Pak Tama dengan suara lirih.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," jawab Ardi. 

Glek.

Pak Tama menelan salivanya, dengan perasaan yang was-was, Pak Tama pun perlahan membuka tirai. "Keluarlah cepat," ucap Dara sembari berjongkok, sehingga netra mereka berdua pun bertemu.

"Kamu?" Pak Tama terkejut.

"Kamu detektif itu," ucap Pak Tama lagi.

"Waktu kalian hanya tersisa 15 menit lagi, jadi jangan sia-siakan waktu," ucap Ardi.

Pak Tama segera menyibakkan semua tirai dan keluar dari troli. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Pak Tama yang memang sudah mendengar berita, bahwa Dara sedang dicari banyak orang saat ini.

"Apa anda pikir aku baik-baik saja?" tanya Dara dengan sewot.

"Anda bilang bahwa ada orang yang sudah menyuruh anda, cepat katakan padaku siapa dia," ucap Dara. Pak Tama seketika terdiam.

"Kita berdua bisa bebas kalau orang tersebut terungkap di publik dan tertangkap. Bukan hanya aku, tapi anda juga akan dibebaskan jika dia terbukti melakukan pembunuhan berantai itu," jelas Dara.

"Sebenarnya aku tidak tahu siapa yang menyuruhku saat itu." Pak Tama melihat ke arah langit, seakan beliau sedang menerawang saat ini.

"Tiba-tiba saja ada yang menghubungiku dan menawarkan sejumlah uang untuk biaya operasi anakku, dengan syarat aku harus mengancam anak Pak Krisna."

"Aku hanya mengancamnya saja sesuai video yang kamu tunjukkan padaku pada saat proses interogasi, aku tidak melakukan apapun lagi," jelas Pak Tama.

"Apa anda tidak mengenal suaranya?" tanya Dara.

"Suaranya disamarkan, terdengar besar dan sedikit menggema," jawab Pak Tama.

"Siapa sebenarnya dia?" gumam Dara yang suaranya masih bisa terdengar oleh lawan bicara.

"Aku tidak tahu siapa dia, yang pasti anakku sekarang sudah dilakukan tindakan operasi yang pertama, aku juga tidak tahu sekarang mereka sudah melakukan tindakan operasi yang kedua atau belum, karena aku tidak bisa menghubungi mereka."

"Aku bukannya tidak mau bekerja sama, tapi aku benar-benar tidak bisa memberimu informasi apapun tentang dia, karena aku sendiri tidak tahu," ucap Pak Tama.

Dara mengusap rambut panjangnya dari pucuk kepala hingga ke tengkuk dengan frustasi. "Tapi aku bisa memberimu petunjuk," celetuk Pak Tama setelah mereka terdiam beberapa saat.

"Katakan, sekecil apapun petunjuknya pasti akan sangat membantu," ucap Dara dengan tidak sabar.

"Kamu harus datang ke rumahku," ucap Pak Tama.

"Lalu?" sahut Dara dengan penasaran.

"Jendela kaca dapur. Disana ada sebuah vas bunga, di dalam vas tersebut ada sebuah kartu memori. Disitulah aku menyimpan percakapanku dengan dia," jelas Pak Tama.

"Apa kamu yakin?" tanya Dara dengan tatapan menyelidik.

"Tentu saja, aku sendiri yang sudah menguburnya," jawab Pak Tama.

"Oke," jawab Dara singkat.

Grep.

"Tunggu." Saat Dara memakai topi hoodie nya, Pak Tama segera meraih tangan Dara. 

"Tolong temukan anak dan istriku," ucap Pak Tama.

"Memangnya dimana mereka?" tanya Dara.

"Aku juga tidak tahu, terakhir sebelum aku diperintahkan untuk menyandera seorang perempuan yang tinggal di atap itu, aku diberikan ponsel sekali pakai. Aku menghubungi istriku dan dia mengatakan, bahwa anak kami sudah menjalani operasi yang pertama. Kemungkinan mereka sekarang masih ada di rumah sakit, tapi aku tidak tahu mereka ada di rumah sakit mana," jelas Pak Tama dengan memelas.

"Ah iya, sepertinya ponsel itu jatuh di rumah gadis yang aku sandera, di ponsel itu istriku sempat mengirimkan lokasinya," imbuh Pak Tama.

"Tolonglah,"

"Tolong selamatkan aku dan temukan anak istriku, selamatkan juga mereka," ucap Pak Tama dengan memohon.

"Waktu kalian tinggal 5 menit lagi," sela Ardi sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Apa hanya itu saja informasi yang bisa anda berikan padaku?" tanya Dara.

"Memberikan informasi ini pun aku harus memikirkan 1000 kali, karena taruhannya adalah anak dan istriku. Aku tidak akan memberikan informasi ini pada sembarang orang," ucap Pak Tama.

"Biar aku tanya sekali lagi, anda benar melihat atau tidak, siapa orang di dalam mobil warna abu-abu yang anda sebutkan saat interogasi berlangsung," ucap Dara.

"Aku tidak melihatnya, tapi orang tersebut menyuruhku mengatakan, bahwa yang ada di mobil itu adalah kamu," jawab Pak Tama.

"Laki-laki atau perempuan?" Dara terus menggali informasi.

"Aku tidak tahu, dia memakai baju serba hitam dan juga menggunakan topi, jadi aku benar-benar tidak bisa mengenali wajahnya, aku hanya mengingat senyumnya saja saat itu," jelas Pak Tama seraya dia mencoba mengingat kejadian malam itu, saat hujan deras dan beliau sedang mengancam Ana.

"Kalau dilihat dari senyumnya, sepertinya dia seorang wanita, tapi aku tidak begitu yakin. Apa mungkin seorang wanita mampu melakukan pembunuhan sadis seperti itu?" tanya Pak Tama.

"Maka dari itu bukan aku pelakunya, karena aku seorang wanita." ucapan Dara seketika membuat Ardi menahan senyum.

"Iya aku minta maaf karena telah memfitnah kamu, dan keadaan menjadi runyam seperti ini, tapi hanya itu satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkan anakku saat itu."

"Aku tidak tahu jika dia akan membunuh Putri Pak Krisna, aku hanya disuruh untuk mengancamnya, jadi aku setuju saja, karena anakku benar-benar harus segera ditangani."

"Memang benar Pak Krisna tidak membayarkan beberapa bulan gajiku yang terakhir, dia hanya membayar setengah dari kesepakatan, sehingga aku pun bertindak tanpa pikir panjang," jelas Pak Tama.

"Waktu habis," ucap Ardi.

"Oke, kalau begitu bertahanlah, minimal anda harus tetap hidup agar bisa bertemu dengan anak dan istri," ucap Dara seraya memegang pundak Pak Tama. Sentuhan Dara seakan bisa menenangkan hati Pak Tama yang selalu cemas setiap hari. 

"Ayo cepat!" ucap Ardi pada Pak Tama. Pak Tama pun segera menuruti ucapan Ardi dan masuk kembali ke troli bagian bawah, Ardi juga segera menutupnya seperti semula.

Ardi dan Dara saling bertukar pandang sejenak dan saling mengangguk pelan. 

***

Ardi pun segera membawa Pak Tama kembali ke ruangannya, tidak lupa juga memborgol tangan Pak Tama seperti semula. "Terima kasih," ucap Pak Tama dengan haru.

"Bertahanlah," ucap Ardi.

Dua pengawal tadi masih tetap pingsan di lantai, tapi Ardi tidak memperdulikan akan hal itu. Ardi meninggalkan troli dan juga piring yang tadi berserakan di lantai begitu saja, dia segera keluar dan berjalan menuju toilet, di dalam toilet di salah satu ruangan ada seorang pria yang saat ini tengah pingsan. Itu adalah karyawan dapur yang tadi sempat dibuat pingsan oleh Ardi dan atributnya pun dipakainya. 

Ardi melepas semua atribut yang dia gunakan dan melemparkan nya begitu saja ke orang yang masih pisang tersebut, lalu Ardi memakai bajunya kembali dan keluar dari rumah sakit seperti tidak terjadi apa-apa. Begitupun dengan Dara, dia segera turun melalui tangga darurat, di mana setiap jalan yang dia lewati, CCTV nya sudah dinonaktifkan oleh Firman dari dalam mobil.

"Cih, benar-benar orang miskin yang tidak tahu diri." Tanpa mereka semua sadari, sedari tadi setiap langkah dan juga percakapan mereka sudah didengar oleh seseorang yang jauh di seberang sana. 

Orang tersebut saat ini tengah bersiul sembari melihat foto-foto yang dia tempelkan di dinding. Dua diantara foto tersebut adalah foto Ana dan foto Dita yang sudah dia silang menggunakan spidol merah, dibawahnya ada foto Arum yang dia tandai dengan spidol hijau. Selain itu juga ada foto Dara, Jena, Lara, Bu Yuri, Pak Didik, Pak Dion, dan juga Bu Sarah, selaku pemilik kedai langganan para detektif saat mereka sedang makan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!