Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Pagi di rumah Bu Susi.
Bu Susi duduk terpaku di meja makan. Pandangannya tertuju di atas meja makan yang terlihat kosong. Tidak ada makanan apapun di atasnya. Amarah bercampur kesal yang dia rasakan saat ini.
"Apa wanita sialan itu benar-benar keluar dari rumah ini?"Tuanya pada diri sendiri. Dia berdiri dari duduknya, melangkah menuju kamar Amira. Tangannya perlahan membuka pintu kamar, yang tidak terkunci.
"Awas saja kamu Amira, akan ku buat hidupmu menderita. Kalau sampai kamu benar-benar keluar dari rumah ini."Gerutunya sambil berjalan menuju kamar Amira. Padahal dia sendiri yang menyuruh menantunya keluar dari rumahnya.
Pandangannya menyapu seluruh di ruangan itu. Ruang kamar uang tidak terlalu luas itu, terlihat tidak berpenghuni.
"Ternyata dia benar-benar pergi."Ucap Bu Susi dengan suara terdengar datar. Dia kembali menutup pintu saat mendengar suara mobil tetangga rumahnya.
"Aaakhhhh...kenapa juga aku nyuruh dia keluar dari rumah. Nanti siapa yang masak buat aku, yang nyuci baju aku. Sialan kamu Amira."
Bu Susi akhirnya menyesal dengan perbuatannya sendiri. Mengusir Amira. Rasain kamu Bu Susi. Nyesel kan?
Bergegas Bu Susi keruang tamu, berdiri di balik gorden jendela rumahnya, yang terletak di samping rumah Bu Sinta. Bu Susi hanya ingin memastikan sesuatu. Dan benar saja. Sesuai dengan dugaannya, ternyata Amira semalam menginap di rumah tetangganya. Karena dia sendiri tidak yakin kalau Amira nekat pergi malam-malam. Apa lagi membawa anaknya.
Itu bisa dilihat dengan keluarnya Amira, dari rumah tetangganya sambil megang tangan Alif, berjalan di belakang Bu Sinta. Kedua tangannya mengepal. Dadanya terasa panas menahan marah.
"Sialan kamu Amira, ternyata semalam kamu menginap di situ? Liat saja apa yang akan aku lakukan pada kamu dan anak kamu itu."
Bu Susi, meninggalkan jendela dan berjalan tergesa-gesa menuju pintu. Pintu pun dibuka.
"Amira..."Sahut Bu Susi dari teras rumahnya. Wanita itu berjalan tergesa-gesa, mendekati tembok yang menjadi pembatas rumah mereka.
Amira dan Bu Sinta sontak saja menoleh ke teras rumah Bu Susi. Begitu.
"Semalam kamu pulang jam berapa? Kenapa tidak bangunkan Ibu, oh..mungkin sewaktu kamu pulang Ibu sudah tidur, jadi tidak dengar suara kamu."Tanpa merasa bersalah dan merasa malu sedikitpun, Bu Susi memutar balik fakta. seakan-akan apa yang sudah diperbuatnya pada Amira, tidak diketahui oleh tetangganya.
Amira dan Bu Sinta yang mendengar penuturan Bu Susi, cuma bisa melongo, menatap ke arah wanita itu dengan ekspresi bingung.
"Ayo sekarang balik ke rumah, besok-besok, kalau kamu keluar dan pulang malam lagi, kunci cadangan pintu depan, dibawah saja. Biar kamu langsung masuk, kalau Ibu sudah tertidur."Cerocos Bu Susi, tidak menyadari kalau Amira dan Bu Sinta menatap ke arahnya dengan kening mengerut.
Pak Slamet keluar dari dalam mobil. Karena suara mesin mobil, Pak Slamet tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Pandangan mata pria paruh baya itu, beralih ke arah tembok pembatas rumahnya, mengikuti pandangan istrinya dan Amira.
"Bu Susi, ada apa ya?"Tanya Pak Slamet saat melihat tetangganya berdiri di balik tembok.
"Ini Pak Slamet, mau nyuruh Amira dan Alif balik ke rumah. Makasih ya Pak, sudah numpang tidur mantu dan cucu saya di rumah Bapak sama Ibu."Bu Susi kembali bercerocos ria di balik tembok.
"Tidak apa-apa Bu Susi, sesama manusia kita harus saling tolong menolong, apa lagi Amira ini tetangga kita, tidak mungkin juga saya dan istri saya melihat Amira dan anaknya pergi malam-malam sendirian."
Ucapan Pak Slamet, seketika membuat wajah yang sudah terlihat berkeriput itu, memerah. Dia terkesiap sesaat. Setelah itu, sikapnya kembali normal. Lalu melempar senyum yang terlihat kaku.
"Apa mereka sudah tau, jangan-jangan perempuan sialan itu, sudah menceritakan semuanya pada mereka. Aaakhhhh....sialan kamu Amira awas kamu ya, dasar menantu tidak tahu diri."Umpat Ibu Susi dalam hati. Seandainya itu benar, betapa malu dirinya sekarang ini.
Amira dan Bu Sinta, terlihat membisu. Mereka tidak ingin meladeni ucapan Bu Susi. Yang mereka pikir tidak tahu diri itu. Apa lagi Amira, dia langsung mengangkat anaknya sewaktu Alif merengek minta di gendong oleh Ibunya. Bocah dua tahun itu, terlihat ketakutan, ketika mendengar suara Neneknya.
Bocah itu, langsung memeluk leher Ibunya, menyembunyikan wajah imutnya di balik leher sang Ibu.
"Alif nggak usah takut ya nak, ada Ibu di sini."Bisik Amira. Tangan sebelahnya mengusap punggung anaknya, sedangkan yang satunya memeluk erat tubuh kecil yang bergetar ketakutan itu.
Amira menoleh ke samping. Saat sentuhan lembut dari tangan Bu Sinta, menyentuh punggungnya.
"Yang sabar."Ucap Bu Sinta hampir berbisik.
"Makasih Bu."
"Ayo Amira, bawah Alif pulang. Semalam Andika telpon nanya kalian. Katanya HP mu mati."Bu Susi kembali bersuara. Nada suaranya seperti sebuah perintah yang harus dituruti. Tentu saja ucapan Ibu mertuanya, tidak di percaya oleh Amira sedikitpun. Hampir semalaman dia menunggu telpon dari suaminya. Tapi pria itu, tidak menelponnya sama sekali. Dan Amira juga tidak ingin menelpon suaminya.
Bu Sinta dan Pak Slamet, menatap ke arah Amira. Menunggu reaksi Ibu muda itu. Alif makin mengeratkan pelukannya mendengar suara Neneknya. Anak itu benar-benar takut akan suara Neneknya.
"Maaf Bu...aku mau pergi ke rumah Bu Indah dulu, ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Maaf ya Bu, aku permisi."
Bukan Amira mau kurang ajar pada Ibu mertuanya, di depan Bu Sinta dan Pak Slamet. Tapi demi kenyamanan anaknya, dia ingin menyudahi drama yang di lakoni Ibu mertuanya. Amira segera melangkah dengan cepat dan masuk ke dalam mobil, yang pintu bagian belakangnya sudah di buka oleh Romy. Pria tanggung yang sudah rapi dengan baju seragam putih abu-abunya itu, sedari tadi cuma diam di tempatnya. Melihat dan mendengar semua yang terjadi di depan matanya.
"Amira..."Panggil Bu Susi, dengan suara yang sedikit keras. Wajahnya mengeras menahan marah dan malu. Tapi Amira tidak menghiraukan panggilan itu. Dia duduk dengan tenang di dalam mobil, sambil memeluk anaknya.
"Bu.."
"Iya sayang, sekarang anak Ibu sudah aman. Jangan takut ya nak, apapun akan Ibu lakukan demi Alif."
Amira mencium kepala anaknya berkali-kali. Mengusap punggungnya, agar bocah itu, merasa aman kalau Ibunya akan selalu melindunginya.
"Yang sabar ya Mbak."Kata Romy, setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Amira.
Amira cuma memberikan senyum tulusnya kepada Romy. Tak lama kemudian, disusul Pak Slamet mengambil tempat di depan kemudi. Mobil pun bergerak perlahan keluar dari halaman rumah, yang pintu pagarnya sudah terbuka lebar.
"Maaf Bu Susi saya permisi dulu ya."Pamit Bu Sinta kemudian.
Dia buru-buru melangkah kelaur dari teras rumah, menuju mobil suaminya yang sudah terparkir di jalan, depan pagar, menunggu kedatangannya. Bu Sinta menutup pintu pagar dan tak lupa menguncinya. Dia pun masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah suaminya.
Bersambung......
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya