NovelToon NovelToon
TAKDIR CINTA VICTOR

TAKDIR CINTA VICTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Trauma masa lalu / Percintaan Konglomerat / Romansa / Playboy
Popularitas:291
Nilai: 5
Nama Author: CutyprincesSs

Kepercayaan Aleesya terhadap orang yang paling ia andalkan hancur begitu saja, membuatnya nyaris kehilangan arah.

Namun saat air matanya jatuh di tempat yang gelap, Victor datang diam-diam... menjadi pelindung, meskipun hal itu tak pernah ia rencanakan. Dalam pikiran Victor, ia tak tahu kapan hatinya mulai berpihak. Yang ia tahu, Aleesya tak seharusnya menangis sendirian.

Di saat masa lalu kelam mulai terbongkar, bersamaan dengan bahaya yang kembali mengintai, mampukah cinta mereka menjadi perisai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Suasana pagi di rumah keluarga Ferdinan terasa tenang, tapi tidak dengan isi kepala Victor. Pria itu hampir tidak tidur, goresan tipis di rahangnya terasa perih jika tersentuh air, membuatnya makin kesal karena ia tahu sesuatu: Morelli sengaja menguji batasnya. Dan batas itu adalah... Aleesya.

Aleesya baru saja selesai dari dapur saat Victor datang. Wanita itu mengenakan sweater abu-abu longgar, rambutnya sedikit berantakan karena baru bangun. Wajahnya polos, tidak menyadari apa pun.

"Pagi, Vic," sapa Aleesya tersenyum kecil, berdiri di hadapan Victor. Ayah dan ibunya sudah keluar sejak pagi buta untuk menghadiri sarapan bersama investor mereka yang datang dari luar kota, bilang ingin memperbarui kontrak kerjasama.

Kembali ke Victor, pria itu tak langsung menjawab sapaan Aleesya. Ia diam sejenak, teringat ancaman Lupo semalam dan bagaimana jantungnya berpacu cepat saat ucapan tangan kanan Morelli itu berhasil merenggut fokusnya. "Vic, itu... wajahmu luka?" Aleesya menyadari bahwa luka yang di dapat Victor terlihat jelas pagi ini, ketambahan karena terkena sorotan cahaya matahari. Pria itu mencoba baik-baik saja, ia menjawab namun dengan nada datar seperti biasa. "Bukan apa-apa."

Tatapannya beralih pada coklat yang masih terletak rapi di meja ruang tamu, pita emasnya bahkan belum dibuka. Untuk pertama kalinya sejak ia membelinya, rasa jengkel pun muncul. "Kenapa coklatnya belum kau buka?" suaranya datar. Aleesya mendudukkan dirinya di sofa tunggal sudut ruang tengah.

"Ah.. itu. Aku belum sempat. Setelah kau pulang, Keisha menelepon ingin berangkat bersama. Aku lupa." nadanya ringan, namun telinga Victor mengartikannya sebagai ketidakpedulian. "Lupa." Victor mengulang kata itu, pelan... namun suaranya makin dingin. Aleesya menautkan alisnya. "Victor, itu cuma coklat. Jangan terlalu serius, dong." setelah menjawab, Aleesya justru mendapat tatapan tajam, membuat atmosfer disana menjadi canggung dan tegang. Hanya detak jarum jam yang berani menerobos keheningan.

"Bukan soal coklatnya," ucapnya. "Kau memikirkan Maxwell semalaman, namun pemberian orang yang peduli padamu bahkan tak kau sentuh." Aleesya membeku. Entah mengapa perasaan tak nyaman datang menghampirinya, keringat basah keluar dari telapak tangannya. Aleesya merasa udara disekitarnya menghilang. "Victor... bukan begitu."

"Lalu bagaimana?" suara Victor terangkat sedikit. "Kau bilang ingin move on dari keluarga Lenz, Maxime bahkan sudah bahagia dengan istrinya. Dan kepalamu selalu kembali ke mereka."

Aleesya berusaha menelan ludah meskipun sulit. Ia tidak mengerti dari mana perubahan ini muncul, tapi yang jelas.. emosi Victor sedang tidak stabil.

"Aku hanya merasa tidak enak... beliau sangat baik padaku-" ucapannya terhenti. "Dan itu masalahnya." Victor memotong cepat. "Kau terlalu mudah terganggu hal-hal yang tidak penting." Aleesya tersentak, ia menajamkan tatapannya seolah meminta penjelasan. "Tidak penting?" suaranya meninggi. "Victor, orang itu hampir menjadi mertuaku! Dan Maxwell memang baik-"

"Dan kau masih peduli." Victor menekan kata itu. "Bahkan lebih daripada kau peduli padaku." jarinya mengepal, pria itu benar-benar dalam kondisi yang tidak stabil. Aleesya membuka mulut, tapi menutupnya lagi. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang membuat Victor emosi pagi ini. "Victor," ucapnya lebih hati-hati. "Ada apa denganmu? Ini bukan kamu. Apa semalam terjadi sesuatu?"

Pertanyaan itu langsung membuat Victor menegang.

Damn.

Ia tidak mungkin menceritakan soal Morelli, atau ancaman, dan goresan di rahangnya. Jika wanita itu tahu, ia bakal panik dan makin ingin terlibat. Victor tidak ingin itu terjadi. "Aku baik-baik saja. Jangan alihkan pembicaraan kita." Victor kembali menyerang. "Aku akan menjemputmu malam ini. Dan kau harus sudah siap."

Nada 'harus' itu membuat Aleesya menghela napas panjang. "Jika nada bicaramu seperti itu, membuatku semakin malas untuk datang." suara Aleesya menggema disana. "Malas?" rahang Victor mengeras, "Aleesya, aku meluangkan waktuku untuk-"

"Tapi kamu marah-marah dari tadi!" nada suara Aleesya pecah. "Kalau kamu capek, bilang Vic. Kalau kamu ada masalah, beri tahu aku. Jangan tiba-tiba nyerang aku!"

Kesunyian menggantung. Victor memalingkan wajah, ia memejamkan mata saat rasa frustasi itu menguasai pikirannya.

"Aku hanya ingin memastikan kau tetap aman, Sya." gumamnya akhirnya, tapi nadanya tetap keras dan ketus. Aleesya menggeleng, mengambil jarak dari Victor. "Aku bisa pergi sendiri." Victor menatapnya tajam, "Tidak ku izinkan!"

"Ya." Aleesya memotong dengan suara bergetar. "Aku butuh ruang, jangan menjemputku." ia langsung mengambil ponsel dan masuk ke kamarnya, menutup pintu. Victor terdiam di tengah ruangan, dadanya naik turun berat.

Sepersekian detik... sunyi..

Lalu dari balik pintu, suara Aleesya yang menahan amarah dan bingung terdengar. "Noah... kamu dapat undangan dari Billy, kan? Aku ikut mobil kamu, ya?"

Victor menutup mata. Ia tahu... ia baru saja merusak semuanya.

---

(Flashback on)

Noah melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Di kedua sisinya terdapat ornamen vintage modern dan beberapa lukisan. Gedung itu adalah milik Mila, sebuah gedung seni 50 lantai. Ayahnya seorang seniman dan kolektor barang antik, sementara Mila sering melakukan transaksi barter dengan beberapa distributor barang mewah yang labanya untuk mencukupi hidupnya hingga sekarang.

Sinar matahari yang masih hangat, terlihat seperti mengusir hawa dingin embun yang masih tersisa. Tapi Noah sudah tiba disana meskipun waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Ia mengetuk pintu, dan tak lama pintu terbuka memperlihatkan Mila yang memegang sendok kopi, tersenyum melihat layar komputer sebelum matanya fokus kepada Noah.

"Ow... Noah?" Mila berdiri perlahan. Sementara Noah justru terlihat dingin dan segera mengambil duduk. "Tidak perlu basa-basi, aku kesini untuk menyetujui kerjasama yang kau tawarkan sebelumnya." suaranya cepat, wajahnya frustasi seperti tidak tidur berhari-hari karena memikirkan Aleesya. Dalam otaknya, momen Aleesya tertawa bersama Victor masih terus mengganggunya. Ia tak ingin Aleesya menjadi milik Victor, ia takkan membiarkan hal itu terjadi. Mila tertawa kecil, membawa cangkir kopinya untuk duduk di hadapan Noah. Ia merasa mendapat jackpot karena aksinya akan berjalan lancar.

Noah hanya diam menunggu Mila yang terlihat mengambil sesuatu dari rak mejanya. Sebuah map coklat dan botol kaca bening berukuran kecil Mila letakan di atas meja. Tangan Noah terulur mengambil botol itu dan membaca kertas yang menempel disana. "Obat perangsang? Mila?! Kau gila?!" nadanya sedikit naik, alisnya bertaut dengan rahang yang mengeras. Mila tidak terkejut, ia menegakkan badannya dan berbicara sedikit keras.

"Lalu kau mau apa? Hanya dengan cara ini kau bisa memiliki Aleesya dengan cepat. Dengan begitu, Victor akan merelakan dia untukmu dan aku akan mudah mendekatinya!" Noah mengembuskan napas panjang, ia tampak berpikir keras. Mila menyilangkan tangan sambil tersenyum tipis, membiarkan pria di depannya berpikir sedikit lama. "Jika kau tidak segera bertindak, maka Victor akan menjadi pemenangnya. Kau ingin momen mereka saat mengantar kita kembali ke Northtown terulang?" udara seakan menghilang, hanya suara Mila yang berhasil masuk dalam pikirannya. Entah kenapa rasanya begitu menusuk.

Tangan Noah terulur mengambil botol itu dengan sedikit gemetar, tubuhnya merespon dengan cepat ucapan Mila barusan, semua yang dikatakan Mila, tidak boleh terjadi. Ia harus memastikan Aleesya benar-benar menjadi miliknya, dan inilah langkah pertamanya. Meskipun ragu, Noah memasukkan barang itu dalam suitnya. "Bagaimana denganmu?" gumamnya akhirnya. "Setelah kau berhasil membawa Aleesya, aku akan mengajak Victor berdansa sambil menyemprot parfum ini di lehernya." Mila menjeda ucapannya, mencondongkan kepala. "Lantai dua, nomor empat. Farel sudah kuurus." lanjutnya.

"Apa dia tidak curiga?" tanya Noah berdiri membenarkan kancingnya. Mila menyenderkan kepalanya di bahu sofa. "Tenang saja! Semua aman." Noah mengangguk, menatap Mila sejenak sebelum keluar dari ruangannya.

"Oke!"

(Flashback off)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!