Tiga Roh Penjaga datang dengan membawa sejumlah misteri. Dari medali, koin, lonceng misterius, sampai lukisan dirinya dengan mata ungu menyala, semuanya memiliki rahasia yang mengungkap kejadian masa lalu dan masa depan. Yang lebih penting, panggilan dari Kaisar Naga yang mengharuskan Chen Li menjalankan misi yang berkaitan dengan pengorbanan nyawa, sekaligus memperkenalkan peluang rumit tentang kondisi Mata Dewanya.
Dengan ditemani dua murid, mampukah Chen Li memecahkan misteri tersebut, sekaligus menyelesaikan misi dari Kaisar Naga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 20 ~ Tantangan Long Jin
Uap tipis masih menyelimuti tubuh Chen Li, sisa dari pertarungan batin yang melelahkan melawan ketujuh ilusi yang menguji jiwanya. Dia menarik napas dalam, berusaha menstabilkan aliran energinya yang sempat bergejolak hebat.
Di sekeliling Chen Li, tatapan para murid Pagoda Pelindung telah mengalami perubahan. Cibiran serta tatapan rendahan yang sebelumnya menghiasi wajah mereka telah mencair, digantikan oleh gumaman takjub dan rasa hormat namun sungkan untuk diungkap.
Sesepuh Hong melangkah mendekat, wajahnya yang biasanya bagai danau yang tenang kini memancarkan kepuasan yang samar. "Penguasaan dirimu luar biasa, Anak Muda," ujarnya, suaranya terdengar jelas oleh semua yang hadir di pelataran yang sunyi itu.
"Tidak banyak yang bisa melewati Ujian Langit Tujuh Warna dengan pemahaman sejati seperti yang kau tunjukkan. Kau tidak sekadar melawan ilusi-ilusi itu, tetapi kau memahami hakikatnya dan kemudian berhasil melampauinya." Pujian langsung dari Sesepuh Hong itu bagai membakar oksigen di pelataran, menyalakan percikan kekaguman di mata banyak murid.
Su Yue, yang dari tadi berdiri dengan jantung berdebar-debar penuh kecemasan, tak bisa lagi menahan senyum lega yang merekah di bibirnya. Dengan langkah ringan penuh perhatian, ia segera menghampiri Chen Li.
"saudara Chen, kau baik-baik saja?" Gadis itu bertanya dengan suara lembutnya penuh kepedulian. Tanpa pikir panjang, ia mengulurkan sebuah botol kristal kecil berisi ramuan jernih kebiruan.
"Ini ramuan penstabil energi. Minumlah, ini akan membantumu." Bahkan, tanpa disadarinya, tangannya yang halus secara naluriah menyentuh lengan Chen Li dengan lembut, seolah ingin memastikan ia benar-benar baik-baik saja. Gestur akrab itu lahir dari rasa khawatir yang tulus dan kekaguman yang dalam.
Dari balik kerumunan murid, sepasang mata yang selama ini mengamati dengan diam-diam kini menyipit, memancarkan cahaya dingin yang kontras dengan suasana sekitar.
Jiao Shen, murid inti Pagoda Pelindung yang namanya terkenal di kalangan muda, berdiri tegak dengan postur sempurna layaknya patung. Wajahnya tampan dengan garis-garis tegas, tetapi dihiasi ekspresi angkuh yang membuatnya terkesan menjaga jarak.
Hidungnya yang sedikit mendongak seolah mengatakan bahwa langit dan bumi berada di bawah kakinya. Jiao Shen adalah murid andalan Pelatih Tang. Tidak ada misi klan yang tidak bisa diselesaikannya. Sepak terjangnya pun terkenal hampir diseluruh penjuru langit. Banyak generasi muda yang menjadikannya idola, pencapainya juga dijadikan dorongan dan motivasi untuk para generasi muda agar lebih giat berlatih.
Selama ini, diam-diam Jiao Shen telah menaruh hati pada Su Yue. Baginya, Su Yue adalah satu-satunya mutiara di antara murid-murid Pagoda Pelindung yang dianggapnya sepadan dengan dirinya. Ia selalu menganggap bahwa pada akhirnya kedekatan mereka berdua adalah sebuah keniscayaan, bahwa mereka adalah dua bintang terang yang ditakdirkan untuk bersatu.
Melihat orang asing, apalagi yang berasal dari alam yang selalu ia pandang rendah, tidak hanya mendapatkan pujian tinggi dari Sesepuh Hong tetapi juga diperlakukan dengan begitu akrab dan penuh perhatian oleh Su Yue, adalah sebuah penghinaan besar baginya. Api kecemburuan menyala-nyala di dadanya, dipupuk oleh harga diri yang terluka dan keyakinan bahwa ia lebih berhak atas segala perhatian itu.
Dengan langkah yang penuh wibawa dan terukur, Jiao Shen melangkah keluar dari kerumunan. Para murid lainnya secara otomatis memberinya jalan, menghormati kekuatan dan statusnya yang tinggi. Ia berhenti beberapa langkah di depan Chen Li, matanya yang tajam menyapu tubuh Chen Li dari ujung kepala hingga kaki, penuh dengan penilaian dan rasa tidak suka.
"Selamat, tamu dari Alam Tengah," ucap Jiao Shen, suaranya halus namun mengandung duri yang tersembunyi. Senyum tipisnya tidak beriringan dengan tatapan matanya yang dingin. "Memang kemampuanmu tidak bisa dipandang remeh. Berhasil melewati Ujian Langit Tujuh Warna adalah bukti yang cukup."
Chen Li telah menghabiskan ramuan dari Su Yue dengan anggukan terima kasih, lalu kini menatap Jiao Shen dengan tenang. Ia bisa merasakan dengan jelas sikap permusuhan yang terselubung di balik kata-kata sopan pria di depannya. "Terima kasih, saudara Jiao Shen," jawabnya dengan nada netral, tidak terbawa emosi.
"Namun," sambung Jiao Shen, suaranya tiba-tiba lebih lantang dan jelas, sengaja menarik perhatian semua orang yang hadir, "Ujian tadi adalah murni urusan batin. Seorang kultivator sejati tidak hanya dituntut kuat di dalam, tetapi juga harus tangguh di dunia nyata."
Suasana pelataran yang mulai mencair mendadak kembali membeku. Semua orang yang hadir bisa merasakan, sesuatu yang tidak baik akan terjadi.
"Oleh karena itu," Jiao Shen melanjutkan, menangkupkan tangannya dengan sikap yang tampak sangat hormat, namun ada kesombongan di balik gerakan itu, "Izinkan aku, Jiao Shen, murid Pagoda Pelindung, untuk mempelajari ilmu luar biasa dari Alam Tengah Saudara Chen. Mari kita adu tiga jurus saja. Tanpa maksud permusuhan, tentu saja. Ini semata-mata untuk saling belajar dan sekaligus menghibur para saudara dan junior yang hadir di sini."
Tantangan itu menggantung di udara, terasa cerdik dan beracun. Menolak berarti akan membuat Chen Li dicap sebagai pengecut dan sekaligus dianggap menghina niat baik Jiao Shen. Menerima berarti ia harus bertarung dalam kondisi yang tidak prima melawan salah satu murid terkuat Pagoda Pelindung. Jiao Shen ini memiliki basis kultivasi Ranah Naga Agung tahap menengah. Satu tingkat di atas Chen Li.
Su Yue langsung bereaksi, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Jiao Shen! Ini tidak pantas! saudara Chen baru saja melewati ujian yang sangat melelahkan jiwanya! Tantanganmu ini tidak adil!"
Sesepuh Hong dan Pelatih Tang diam seribu bahasa, hanya mengamati dengan seksama. Mereka sengaja tidak turun tangan, ingin melihat bagaimana Chen Li akan menghadapi situasi rumit seperti ini.
Chen Li memandang Jiao Shen dengan tenang. Di balik topeng kesopanan yang dikenakannya, ia melihat dengan jelas keangkuhan murni dan keinginan kuat untuk mempermalukannya di depan umum.
Napasnya yang sebelumnya masih tersengal-sengal kini telah berangsur pulih berkat ramuan ajaib Su Yue. Tubuhnya memang masih terasa lelah, tetapi pikirannya tetap jernih dan tajam. Jika ini adalah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan tempat dan pengakuan di sini, untuk dianggap layak bersuara dan didengarkan, maka ia rela membayarnya.
Chen Li menarik napas dalam-dalam, lalu membalas tatapan Jiao Shen dengan tenang namun penuh keyakinan. Sorot matanya yang tadinya terlihat lelah, kini kembali tajam bagai pedang yang baru dikeluarkan dari sarungnya.
"Baik, saudara Jiao Shen," ucap Chen Li, suaranya lantang dan jelas terdengar di seluruh pelataran, tanpa sedikit pun keraguan. "Aku terima tantanganmu. Tiga jurus. Mari kita saling belajar."
Keputusan itu menggema di pelataran, mengejutkan banyak orang yang hadir. Sebuah senyum kemenangan yang cepat dan penuh kesombongan akhirnya merekah di bibir Jiao Shen. Ia mengira Chen Li telah terjebak oleh ego dan tekanan sosial. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa dengan menerima tantangan itu, Chen Li justru telah mengambil alih kendali permainan dan menentukan langkahnya sendiri.