NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:542
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Tanpa Rencana, Tapi Terjadi

   Xion mengangguk perlahan, masih belum berani menatap. “Apa?”

   “Temenin bentar…” katanya. “Cuma… duduk aja di sini. Di sampingku.”

   Xion masih diam. Dalam hati, perang mulai pecah.

   Antara suara rasional yang berkata: “Jangan gegabah.”

   Dan satu sisi lain—yang samar, tapi terus mendesak: “Itu istrimu.”

   Perlahan, dengan gerakan yang hampir seperti ragu, Xion bangkit dari kasurnya.

   Langkahnya pelan. Setiap langkah seperti diseleksi oleh pikirannya yang penuh perdebatan.

   Ia sampai di sisi ranjang. Duduk di tepi, sedikit jauh dari Tiny. Menjaga jarak. Tapi tak cukup jauh untuk tidak terasa.

   Tiny mengulurkan tangan pelan. Menyentuh lengan Xion. Sentuhannya lembut, nyaris tak terasa, tapi justru itu yang membuat Xion menahan napas sejenak.

   “Cuma pengen ngerasa deket…” katanya. “Biar hangatnya nggak bikin sendiri aja sesak.”

   Xion masih menatap ke bawah. Tapi tangannya… perlahan bergerak.

   Mendekat. Lalu membiarkan jari-jarinya bersentuhan dengan tangan Tiny.

   Mereka diam. Tapi diam yang lain. Diam yang ramai di dalam dada masing-masing.

   Tiny bergerak sedikit, mendekat. Bahunya bersentuhan dengan sisi tubuh Xion.

   Ia bersandar pelan, tanpa memaksa. “Kalau kamu ngerasa aneh, bilang aja ya,” ucap Tiny pelan.

   “Sumpah, aku juga ngerasa ini… bukan kayak biasanya.”

   Xion mengangguk kecil. “Aku juga ngerasa… beda.”

   Satu menit berlalu.

   Dua menit.

   Hening.

   Tapi jantung berdebar makin keras.

   Xion akhirnya memutar tubuhnya sedikit, menatap Tiny untuk pertama kalinya malam itu. Tiny juga menatapnya.

   Mata bertemu mata.

   Tak ada kalimat yang keluar. Tapi sorot mata mereka… seperti berbicara sendiri.

   Mata mereka masih saling terkunci. Hening yang menyelimuti terasa seperti ruang terpisah, hanya milik mereka berdua.

   Tiny mengedip pelan, tapi tidak memalingkan wajah. Begitu juga Xion—entah karena terhipnotis, atau karena rasa yang terlalu samar untuk ditolak.

   Tanpa sadar, mereka mendekat.

   Hidung mereka nyaris bersentuhan. Napas saling terasa.

   Tak ada niat. Tak ada rencana. Hanya… dorongan yang sulit dijelaskan.

   Jarak itu akhirnya menghilang.

   Hanya sebentar.

   Lalu mereka sama-sama terdiam. Sedikit kaget. Sedikit bingung. Tapi tidak menyesal.

   Tiny menunduk, wajahnya memerah.

   Xion juga. Ia segera menoleh ke arah lain, mengatur napas.

   Xion menarik napas pendek, lalu dengan cepat berdiri. “Maaf,” gumamnya buru-buru.

  Langkahnya hampir panik. Ia berbalik, hendak pergi menuju kamar mandi lagi. Tapi…

   Sebuah tangan menarik pergelangan lengannya. Pelan. Tapi cukup kuat untuk menghentikannya.

   Tiny. Masih duduk di atas ranjang. Masih dengan rona merah di wajahnya, tapi kali ini—matanya tak lagi bingung.

   “Ngapain minta maaf?” ucap Tiny pelan. Nada suaranya lembut… tapi ada sesuatu di baliknya. Sesuatu yang tidak biasanya.

   Xion menoleh, heran. “…Tiny?”

   Tatapan mereka kembali bertemu.

   Tapi kali ini, giliran Xion yang terdiam karena tidak bisa membaca. Ada sesuatu yang baru di sana.

   “Aku Cuma pengen deket kamu, Bang,” Ucap Tiny, masih menatapnya dari bawah, “…itu aja.”

   Nada suaranya seperti bisikan kecil yang menggedor. Hangat. Sedikit… genit. Tapi tidak dibuat-buat.

   Xion nyaris menelan ludah. Tubuhnya… panas lagi. Lebih panas.

   “Aku juga gerah,” lanjut Tiny, tangannya belum melepas lengan suaminya. “Tapi kalau kamu ninggalin, kayaknya makin gerah sendiri.”

   Xion terpaku. Antara ingin mundur… atau menyerah.

   Tapi satu yang pasti—

   Rasa yang selama ini ia tahan… sedang menipis.

   Dan Tiny, tanpa sadar, sedang mengetuk sisa pertahanan terakhir itu.

   Tiny belum melepaskan genggamannya. Matanya masih menatap Xion… dan ada perubahan.

   Lembutnya tetap ada, tapi kini diselimuti sorot yang lebih dalam. Lebih berani.

   Tangannya bergerak naik, menyentuh lengan Xion, lalu berhenti di sana.

   “Kenapa sih, kamu selalu nahan-nahan?” tanyanya pelan. “Aku ini… istri kamu. Bukan orang asing.”

   Xion masih berdiri di sana. Menatap Tiny yang kini duduk di ujung ranjang dengan tubuh sedikit condong ke depan.

   Pikiran Xion bergetar hebat. Panas di tubuhnya bukan lagi sekadar cuaca.

   Ada dorongan yang terus menekan dari dalam.

  Khas… Sesuatu yang hanya dimiliki orang-orang dengan dorongan hasrat tinggi—yang ketika meledak, bisa menelan semuanya.

   Tapi dia tetap diam. Napasnya berat. Tangan terkepal di sisi tubuh.

   “Kalau aku ikut terbawa sekarang,” gumamnya dalam hati, “aku nggak bakal bisa berhenti.”

   Tiny menarik sedikit ujung kaosnya, seolah mulai tak tahan. Bukan karena menggoda, tapi karena benar-benar merasa gerah.

   Gerakannya polos… tapi di mata Xion—terlihat seperti percikan api.

   “Kalau kamu terus kayak gini…” suaranya rendah. “Jangan salahin aku kalau akhirnya aku berhenti nahan.”

   Tiny terdiam. Tapi tidak mundur.

   Malah tersenyum tipis. “Siapa yang nyuruh nahan?”

   Xion mundur perlahan, langkahnya berat tapi tetap terkontrol. “Kamu… kenapa sih, Tiny?” gumamnya, suara serak namun berusaha mengumpulkan kesadaran.

   Namun pikirannya berkecamuk. Setidaknya masih ada sisa kesadaran yang coba ia pertahankan, meski semakin tipis.

   Dalam hati, Xion tahu ini bukan Tiny yang sebenarnya.

   Ini seperti sosok lain, yang terbawa oleh sesuatu yang tak bisa ia pahami sepenuhnya.

  Tapi Tiny tak berhenti. Dia makin gencar, bukan dengan kata-kata, tapi lewat gestur dan sentuhan yang tak terelakkan.

   Setiap gerakannya mengirimkan gelombang ke Xion, membuatnya semakin sulit bertahan.

   Xion menatap wajah Tiny, terombang-ambing antara keinginan dan batasan yang selama ini ia jaga.

   Nafasnya memburu, jantungnya berdetak kencang. Batas kesopanan yang dulu tegas kini mulai goyah.

   Akhirnya, dengan satu gerakan yang pelan tapi tegas, Xion mendorong Tiny ke kasur.

   Bukan kasar, tapi penuh ketegasan. Seolah ingin menahan gelombang yang tak mampu ia kendalikan.

°°°°

   Pagi datang dengan cahaya yang terang, tapi entah kenapa… terasa berat.

   Tiny masih berbaring di atas kasur, berselimut sampai dada. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar yang diam. Sunyi itu seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

   Kamar itu berantakan. Seprai kusut, bantal tak lagi di tempatnya. Udara kamar juga berbeda—lebih hangat, lebih berat, seolah menyimpan jejak dari malam yang tak biasa.

   Tiny menarik napas panjang. Dada terasa sesak. Ia tidak menangis, tapi juga tidak bisa tersenyum. Ada banyak hal yang berputar di pikirannya, tanpa arah yang jelas.

   Dari kamar mandi terdengar suara air berhenti.

Xion masih di dalam—mungkin sedang diam, sama seperti dirinya sekarang.

   Lucu, pikir Tiny.

   Tidak ada yang mereka rencanakan, tidak ada yang disengaja. Tapi malam tadi… tetap terjadi begitu saja.

   Kini pagi datang membawa diam. Bukan diam kosong, tapi diam yang penuh arti.

   Tiny sadar. Xion pun pasti sadar. Ada sesuatu yang berubah. Entah apa, tapi terasa nyata.

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!