Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXV SILUMAN ULAR HIJAU
Tubuh ular itu berhenti saat api obor padam. Lengser dan warga segera melempar tombaknya, puluhan tombak melesat dan mengenai ular itu. Namun bagi ular itu tak ada artinya, semua tak begitu dirasakan oleh ular tadi. Kepala ular itu menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu kepala ular itu meninggi dan keluarlah api, lalu membakar pepohonan di tepi danau. Membuat orang-orang yang berada di situ kalang kabut. Semua berlarian dan saling berhamburan.
"Hati-hati ki sanak, awas berbahaya apinya begitu besar," ujar Sabdo.
Untungnya mereka selamat, lalu ular itu mendekat ke arah kakek Palon, dimana obornya telah dimatikan, namun dari beberapa pohon yang terbakar itu, jelas sosok ular besar tadi menuju ke arah kakek Palon. Dalam keadaan seperti itu, kakek Palon hanya memandang sambil melihat tatapan mata ular tadi.
"Hai, ular Walika, urusanmu hanya denganku, kenapa kau lakukan itu kepada mereka, kalau kau berani, lawan lah aku wahai Walika," hardik kakek Palon.
Lalu ular itu meninggikan lagi dan tersembur lah api yang lebih besar, kakek Palon hanya diam, beliau mengeluarkan senjata panah kemudian membidiknya. Melesat lah anak panah itu menuju kepala ular, namun ular itu bukan sembarang ular, ia mengelak lalu kembali menyemburkan api. Kakek Palon menghindar, tetapi pakaian beliau tersulut juga oleh api ular itu.
Kemudian kakek Palon kembali melepaskan anak panah yang satunya, kali ini di depan mata anak panah itu terdapat cahaya berkilauan, dan "...jleph..." anak panah itu masuk ke tubuh ular itu, membuat ular bergeliat merasa kesakitan, berikutnya kembali anak panah yang satu lagi, masuk juga ke tubuh ular itu.
Kali ini ular tadi semakin menahan rasa sakitnya, lalu tubuh ular itu menggeliat dan mengeluarkan asap, lalu beberapa saat kemudian, tampak ular itu masuk ke dalam air dan tiba-tiba melesat sebuah bayangan putih sambil memegang sebuah anak panah di lehernya. Sosok itu berupa sosok laki-laki yang mengenakan pakaian ala orang China, sosok itu terhuyung-huyung sambil menahan sakit di lehernya.
"Palon.....kau memang hebat ksatria Kadewatan sejati Palon, aku menyerah....aku kalah Palon," ratap sosok itu.
"Hmmmmm...rupanya kali ini kau mengakui juga, baik Walika, aku akan sembuhkan dirimu tapi kau harus mengabdi kepada umat manusia, sanggup Walika," tutur kakek Palon.
"Sanggup Palon...aku sanggup, caranya seperti apa Palon," kata Walika sambil mendekati kakek Palon.
"Jadilah kau sebuah senjata, terserah mau senjata apa," kata kakek Palon.
"Baiklah Palon, aku akan berwujud keris, dan aku akan ditemukan saat menggali sumur di daerah Sasmi, sebuah daerah tepi laut, aku akan ada disana dalam wujud keris," papar Walika.
Maka setelah anak panah dicabut dan lukanya disembuhkan, maka sosok Walika itu hilang, membuat semua orang saling bertanya, dimana nanti menemukan keris itu, tepi laut mana dan siapa nanti yang menemukannya. Mereka saling pandang lalu mendekati kakek Palon.
"Semua telah selesai ki sanak, jangan risau, semua tidak akan terulang lagi, yakinlah, bahwa nanti keris itu akan ditemukan tapi kapan dan oleh siapa, itu semua masih rahasia besar," kata kakek Palon.
"Saya paham kek, tetapi apa akan kembali dari awal saat pengambilan keris itu, apa ia akan berwujud ular tadi kek," ujar Sabdo.
"Tidak ki sanak, itu akan berwujud keris," jawab kakek Palon.
"Kalau begitu mending kita lanjutkan penggalian sumur saja kek, supaya bisa bermanfaat," ajak Sabdo untuk semua yang ada di situ.
Akhirnya mereka kembali ke kampung tadi dan dalam perjalanan itu mereka kembali menceritakan kejadian di danau beracun itu. Banyak yang merasa aneh dan banyak pula yang merasakan kengerian atas kobaran api dari mulut si ular tadi. Dalam pada itu semua akhirnya merasa lega tidak sampai mengorbankan nyawa, semua merasa aman dan tenang atas semuanya.
Sampai juga akhirnya mereka di kampung itu, semua menyambutnya dengan penuh bangga dan penuh cita. Dan pada kesempatan itu, Wiratsangka memberikan apresiasi kepada para warga juga atas semua keselamatan mereka.
Malam itu akhirnya semua berkumpul di galian sumur di bawah pohon waru, kali ini warga yang menggalinya, dan baru beberapa cangkul tanah diangkat, di situ terdapat sebuah kotak yang banyak ditutupi tanah liat, setelah sampai di atas, begitu dibuka ternyata isinya perhiasan emas berupa kalung, cincin, giwang juga anting-anting yang semuanya bermata berlian dan mutiara, semuanya berhasil dikumpulkan dan disimpan.
Beberapa saat setelah menemukan kotak itu lalu ada lagi kotak berikutnya setelah menambah kedalaman 1 meter, isi kotak itu berbentuk cincin dengan hiasan batu akik. Di dalam jenis batu akik itu, ada jenis batu yang terbuat dari jenis batu berurat, konon menurut cerita bahwa batu berurat biasanya mengandung unsur negatif, yakni sering membawa petaka. Jenis batu ini biasanya berwarna hitam dan sangat angker juga sangat gelap.
"Batu ini jangan di simpan, kalau bisa di buang atau dikubur lagi saja," kata kakek Palon sambil mengamati batu hitam.
"Iya kek," sahut Lengser.
Setelah mengubur batu hitam itu, lalu Lengser dan temannya kembali ke sumur galian tadi, tetapi baru beberapa langkah, tubuhnya seolah terhalang oleh dinding yang kuat, dan saat itu juga tubuh Lengser dan temannya itu diam seperti patung.
Merasa Lengser tidak muncul-muncul, warga yang lain mulai penasaran, maka berangkat lah mereka menuju ke mana tadi Lengser dan temannya pergi, dan benar saja, warga yang mancari itu menemukan Lengser dan temannya sedang dihadang oleh sosok hitam dengan rambut acak-acakan dan tampak tubuhnya tinggi besar. Warga yang melihatnya itu lalu memberitahu kepada yang lain, membuat mereka kaget lalu menuju ke tempat tadi.
"Itu ki sanak, Lengser sama Kuto berdiri saja, dan itu si tinggi besarnya," kata salah satu warga yang tadi ke arah itu.
"Hmmmm...rupanya dia yang membuat Lengser terdiam seperti patung," gumam Sabdo.
Lalu Sabdo mengambil anak panah dengan tujuan untuk membidik si tinggi besar tadi, namun niatnya diurungkan manakala sosok itu membalikkan badan. Tampak wajah hitam itu menyeringai dan dengan gigi yang besar-besar itu, ia sudah siap menyerang Sabdo. Wajahnya seperti wajah entok jantan dengan taring yang panjang dan tajam, juga hidungnya besar berewok serta matanya besar juga, membuat warga yang lain ketakutan. Tubuh sosok itu penuh bulu banyak dan sangat keras, kukunya panjang dan runcing serta di dadanya berbulu lebat. Bau badan sosok itu begitu apek dan sangat membuat mual.
"Ki sanak, jangan takut, jangan merasa gentar, kita akan lawan," ujar Sabdo.
"Tapi tuan, dia itu begitu besar, bagaimana ini, saya sampai ter kencing-kencing tuan," kata salah satu warga di sebelah Sabdo.
"Sudah....diam semuanya, akan saya tanya," kata Sabdo.