seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjelajahan di Lantai Sepuluh
BRAAKK!
Suara keras itu terdengar dari kejauhan membuat kami serempak menoleh kesana.
Di ruangan tempat kami mengurung monster tadi. Ternyata dia mendobrak diding depannya hingga hancur dan dia bisa keluar.
Kami semua, bahkan kakek kaget saat melihat itu. Bagaimana bisa dia menerobosnya dalam waktu cepat begitu?
"Lari!" kakek berseru, kami semua mulai kembali berlari dengan posisi kakek di belakang.
Tentunya kami tidak bisa berdiam lama-lama lagi. Monster itu pasti sudah memperkirakan posisi kami dan siap mengejar sekarang.
Monster itu juga tanpa menunggu lama terlihat dari kejauhan sudah berlari.
"berhenti, kita sembunyi disink dulu." kakek berkata saat kami melewati ruangan tukang.
Aku dan teman-temanku langsung berhenti. Kakek memasang batu aksesnya ke dalam alat pintu, menyuruh kami masuk.
Saat kami semua sudah masuk ke dalam. Kakek yang terakhir langsung melepas aksesnya lalu masuk ke dalam sebelum pintu tertutup.
Lampu ruangan menyala remang. Menyinari kami yang berekspresi masih kaget dan panik tadi, apalagi Elysia, dia duduk di kursi ruangan untuk menenangkan diri. Kami semua menenangkan diri di dalam sambil melihat sekeliling ruangan.
Kami memutuskan memeriksa ruangan ini dulu. Setelah dirasa tidak ada apa-apa yang penting, hanya catatan para pekerja yang tidak berguna bagi kami, kakek berkata.
"baiklah, kita tidak bisa lama-lama di ruangan ini walau jelas monster itu pasti menunggu, kota harus keluar dengan selamat."
Aku dan teman-temanku mengangguk.
"tapi bukannya monster tadi bisa mendobrak dinding? Kenapa dia tidak langsung menabrak masuk?" Eron bertanya.
Elysia terlihat mengerutkan dahi, bisa-bisanya dia memikirkan skenario buruk itu saat ini, kurang lebih itulah arti ekspresinya.
"mungkin karena dia perhitungan juga mendobraknya agar gedung ini tidak sampai hancur. Atau malah ... dia memang dirancang untuk tidak bisa dijebak dalam satu ruangan." kakek berkata, lalu kembali melirik sekitar ruangan.
"kita bisa menggunakan kotak kayu seperti sebelumnya untuk menyamar diam-diam saat monster itu masuk. Lalu saat dia sudah di dalam baru kita keluar pelan-pelan." kakek berkata sambil menunjuk tumpukan kotak kayu di pojok ruangan.
Aku dan teman-temanku mengangguk setuju. Itu ide yang lebih baik dibanding kami melawannya langsung.
Kami membongkar lapisan bawah kotak-kotak yang akan kami gunakan dengan peralatan yang tersedia di ruangan ini.
Setelah selesai, kami masuk ke dalam kotak-kotak kayu masing-masing. Lalu memposisikan diri di posisi yang tidak mencurigakan tapi tidak jauh dari pintu.
Kakek membuka pintu dengan meletakkan batu akses tukang lalu dengan cepat masuk ke kotak kayunya sendiri.
Saat pintu sudah terbuka, benar saja monster boneka itu sudah menunggu di depan pintu. Dia langsung masuk untuk mengecek ke dalam ruangan sudah seperti petugas security.
Kami semua keluar secara perlahan dan diam-diam. Kakek yang keluar terakhir pelan-pelan mengeluarkan tangannya untuk mencabut akses tukang. Lalu dengan cepat tapi senyap keluar dari ruangan sebelum pintu tertutup. Kami semua menghela nafas lega.
Untungnya monster itu sepertinya belum menyadari dia terkurung lagi.
Kami keluar dari kotak masing-masing. Lalu membawa kotak-kotaknya sambil berjalan, kali ini jalan kami lebih cepat tapi tetap tidak menimbulkan keributan.
"kita langsung menuju lift pergi ke lobi lantai nol lalu pergi ke lantai sepuluh." kakek berkata.
Aku mengangguk, kembali memimpin jalan di depan dengan kakek yang berjaga di belakang. Sekilas aku bisa melihat wajah teman-temanku yang mulai lelah.
Tentu saja walau kotak-kotak kayu yang kami bawa memang tidak terlalu berat. Tapi tetap saja kalau membawanya dalam waktu lama begini tentu bisa melelahkan.
Saat sudah sampai di tempat utama lantai tiga, kami masuk ke dalam lift, turun ke lantai nol tepatnya di lobi. Kakek berkata saat kami sudah keluar.
"kita bisa istirahat sebentar disini."
Aku dan teman-temanku mengangguk, kami duduk menyandarkan diri pada kursi di lobi yang sudah berdebu. Tidak apalah berdebu, ini lebih dari cukup untuk kami istirahat dibanding saat berjalan dan jongkok.
Kami juga meminum air minum masing-masing.
"baiklah kalau begitu, ayo kita lanjut agar petunjuknya dapat sebelum jam enam pagi, jadi setidaknya mungkin kalian bisa tidur walau sebentar." kakek berkata setelah beberapa menit berlalu.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Kami masuk ke lift menuju lantai sepuluh.
"biar kotak-kotak kayunya ditinggal di lobi, jika monster itu muncul lagi kita bia masuk ke ruangan tukang untuk mengambil kotak baru. Kakek lihat kotak-kotaknya ada di semua ruangan tukang." kakek berkata saat aku dan teman-temabku hendak masuk sembari membawa kotak-kotak kayu kami.
Aku dan teman-temanku mengangguk, meletakkan kotak-kotak kayu kami di lantai lobi lalu kembali masuk ke dalam lift.
Suara mesin lift kembali terdengar setelah kakek menekan tombolnya. Kami menuju lantai sepuluh, lantai terakhir gedung ini.
Saat sampai, kami keluar dari lift. Ini ruangan utama lantai sepuluh ini. Ada peta tertempel di dinding, sudah usang bahkan ada sobek di beberapa bagian.
Kakek menyuruhku memotretnya. Karena walau ada yang sobek gambarnya masih jelas, aku mengangguk memotretnya dengan ponselku.
Setelah itu kami keluar dari ruangan ini. Mulai menyusuri teras-teras lantai nol.
"kita periksa ruangan dengan akses admin dulu, walau kita tidak punya kita bisa melihatnya dulu." kakek yang berada di belakang barisan berkata.
"iya." jawabku sembari mengangguk memimpin jalan.
"untungnya monster tadi tidak langsung datang lagi lewat menara barang-barang di tengah halaman." Elysia berkata di tengah jalan.
"nah, kan sekarang giliranmu lagi yang memikirkan kemungkinan buruknya." balas Eron sambil nyengir.
"eh, ngak lah, itukan cuman perumpamaan syukurnya." Elysia balas menjawab, membela diri.
"iya deh iya..." Eron menjawabnya juga, mengakhiri percakapannya di topik itu.
"menurutmu ada apa di ruangan akses admin Zamir? Kita baru kali ini menemukan ruangannya." tanya Bhanu yang mendekat kepadaku.
"aku tidak tau, yang pasti walau kita punya aksesnya kita tetap belum tentu bisa masuk. Karena berdasarkan catatan kakek sebelumnya ruangan admin juga terhubung dengan pipa-pipa di saluran air di basement." aku menjawabnya sambil menjelaskan.
Bhanu mengangguk sebagai arti kalau dia paham.
Aku kembali melihat layar ponselku, ruangan admin ada di bagian belakang apartemen. Sekilas aku juga melirik bagian tengah halaman, tepat menara barang itu masih berada.
Di ujung bagian menara itu ada jalur lantai untuk pergi ke bagian depan, kanan, kiri, atau belakang atap, seperti bentuk tanda tambah, kami melihatnya juga tadi saat di atap. Entah apa maksud barang-barang ini disusun sedemikian rupa, entah memang dirancang untuk menyiksa kami agar monster itu mudah berpindah atau hal lain.