NovelToon NovelToon
Mencari Kebahagiaan

Mencari Kebahagiaan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Suami ideal / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Aira, seorang wanita yang lembut namun kuat, mulai merasakan kelelahan emosional dalam hubungannya dengan Delon. Hubungan yang dulu penuh harapan kini berubah menjadi toxic, penuh pertengkaran dan manipulasi. Merasa terjebak dalam lingkaran yang menyakitkan, Aira akhirnya memutuskan untuk keluar dari lingkungan percintaan yang menghancurkannya. Dalam perjalanannya mencari kebahagiaan, Aira belajar mengenal dirinya sendiri, menyembuhkan luka, dan menemukan bahwa cinta sejati bermula dari mencintai diri sendiri.
Disaat menyembuhkan luka, ia tidak sengaja mengenal Abraham.
Apakah Aira akan mencari kebahagiaannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Izin bekerja

Setelah beberapa minggu beristirahat dan menyesuaikan diri di rumah baru, Aira mulai merasa rindu dengan aktivitasnya.

Meski kehamilannya sudah memasuki minggu ke 15 , semangatnya untuk kembali produktif tak pernah padam.

Suatu pagi saat sarapan bersama, Aira memberanikan diri membuka pembicaraan.

"Mas... boleh nggak aku mulai kerja lagi? Aku kangen sama tim dan proyekku," ucap Aira pelan, sambil menyendok bubur buatan Abraham.

Abraham meletakkan sendoknya dan menatap istrinya dengan lembut namun serius.

“Boleh, tapi dengan satu syarat.”

Aira langsung menegakkan tubuhnya.

“Apa, Mas?”

“Kamu harus pulang jam empat sore. Nggak ada lembur, nggak ada meeting malam. Begitu jam empat, kamu harus sudah dalam perjalanan pulang. Aku mau kamu istirahat cukup, makan teratur, dan jangan terlalu capek.”

Aira tersenyum lebar, “Deal! Aku janji. Pokoknya setiap jam empat aku sudah siap pulang.”

Abraham mencium kening Aira. “Aku percaya, tapi jangan maksa diri ya, Sayang. Ingat, sekarang kamu nggak kerja sendirian. Ada si kecil yang kamu bawa ke mana-mana.”

Hari itu, Aira kembali ke kantornya dengan senyum cerah.

Semua tim menyambutnya dengan antusias. Mereka senang Aira kembali, dan lebih bahagia lagi saat mengetahui bahwa ia sedang mengandung.

Meski kembali sibuk, Aira benar-benar menjaga janjinya.

Setiap pukul 16.00, ia sudah berkemas dan siap pulang.

Bahkan terkadang, Abraham menjemputnya langsung di depan kantor, hanya untuk memastikan semuanya baik-baik saja.

Mereka berdua tahu, kebahagiaan ini bukan hanya soal pekerjaan atau rumah besar, tapi tentang menjaga satu sama lain, dalam cinta yang sederhana namun dalam.

Malamnya, Aira duduk di balkon rumah sambil memandangi langit senja.

Abraham datang membawa selimut kecil dan memeluknya dari belakang.

“Terima kasih sudah percaya padaku untuk kembali bekerja, Mas.”

“Terima kasih juga sudah menepati janji.”

Hari-hari Aira kembali bekerja terasa menyenangkan. Meskipun harus menjaga kehamilannya, ia tetap bisa berkarya dengan semangat yang sama.

Tim desain interiornya pun semakin solid, dan proyek demi proyek mulai berdatangan.

Suatu hari, sekretaris Aira mengetuk pintu ruang kerjanya.

“Bu Aira, ada klien baru yang ingin bertemu langsung. Namanya Bu Clara, pengusaha butik ternama dari Jakarta. Dia ingin renovasi interior butiknya yang akan dibuka di Bali.”

Aira langsung tersenyum. “Boleh masuk sekarang?”

“Sudah ada di ruang meeting, Bu.”

Aira bangkit dari kursinya. Meski perutnya belum terlihat besar, langkahnya sudah melambat. Sesuai arahan dokter, ia harus selalu menjaga ritme tubuhnya.

Saat masuk ke ruang meeting, Clara langsung berdiri dan menyalami Aira.

“Selamat pagi, Bu Aira. Saya dengar banyak tentang Anda. Desain interior butik Anda yang di Paris menginspirasi saya.”

“Terima kasih banyak, Bu Clara. Senang bisa bertemu dengan Anda,” ucap Aira hangat.

Clara memaparkan rencananya dengan antusias.

“Saya ingin nuansa butik ini elegan tapi tetap hangat. Modern tapi punya sentuhan lokal. Dan saya ingin semua prosesnya ditangani langsung oleh Anda.”

Aira sempat ragu sejenak. Ia menatap dokumen konsep awal yang Clara berikan, lalu tersenyum.

“Saya akan bantu. Tapi dengan satu syarat. Saya hanya bisa bekerja sampai jam 4 sore setiap harinya.”

Clara tertawa kecil. “Kedengarannya seperti istri yang dijaga ketat oleh suaminya.”

“Lebih dari itu,” jawab Aira sambil menyentuh lembut perutnya. “Saya juga sedang menjaga calon anak kami.”

Clara tersentak kaget lalu tersenyum hangat.

“Selamat! Dan tentu saja, saya sangat menghargai batasan waktunya. Justru saya makin yakin memilih Anda.”

Setelah pertemuan selesai, Aira kembali ke ruangannya.

Ia menatap papan rencana proyek dan menyentuh satu titik kecil yang bertuliskan Project Clara - Bali.

“Langkah baru untuk kita,” bisiknya sambil tersenyum.

Ketika jam menunjukkan pukul 4 sore, Abraham sudah menunggu di lobi.

“Siapa klien barumu hari ini?” tanyanya sambil meraih tangan Aira.

“Seorang wanita hebat dari Jakarta. Tapi dia nggak lebih hebat dari suamiku yang selalu tepat waktu menjemput,” ucap Aira menggoda.

Abraham hanya tertawa dan merangkul istrinya.

Setelah pertemuan dengan klien, Aira mulai merencanakan perjalanan ke Bali untuk memulai proyek butik Clara.

Namun, ketika dia kembali ke apartemen dan berbicara dengan Abraham, suasana menjadi lebih serius.

Abraham, yang baru pulang dari kantor, langsung menatap istrinya dengan cemas.

"Aira, aku sudah memikirkan ini berkali-kali," katanya dengan suara lembut namun penuh ketegasan.

"Ke Bali dalam kondisi kehamilanmu yang masih 15 minggu, aku rasa itu terlalu berisiko."

Aira mendelik sedikit, tak menyangka suaminya akan melarangnya.

"Mas, ini proyek besar pertama yang aku pegang setelah memulai perusahaan. Aku harus melakukannya sendiri."

Abraham menatapnya penuh perhatian. "Aku tahu betapa pentingnya ini untukmu. Tapi bayi kita juga sangat penting. Aku tidak ingin kamu kelelahan atau menghadapi masalah selama perjalanan itu. Kau bisa alihkan saja ke Lidya, atau aku bisa menghubungi seseorang untuk membantumu."

Aira menghela napas, kesal namun memahami kekhawatiran Abraham.

"Tapi Mas, aku sudah berjanji pada Bu Clara. Aku ingin proyek ini berjalan lancar." Rengek Aira

"AIRA!!" bentak Abraham Sontak Aira kaget dengan suara suaminya Aira langsung masuk ke kamar.

Abraham menatap pintu yang tertutup setelah Aira masuk ke kamar.

Hatinya terasa berat, tapi ia tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan istrinya mengambil risiko yang berbahaya. Aira, dengan segala ambisinya, terkadang bisa terjebak dalam pekerjaan tanpa memperhatikan kesehatan dirinya.

Ia berjalan mendekati kamar, ragu sejenak, kemudian mengetuk pintu.

"Sayang," ucap Abraham lembut, meski hatinya masih kesal.

"Aira, tolong dengarkan aku. Aku cuma khawatir, bukan karena aku tidak mendukungmu. Aku hanya ingin kamu dan bayi kita sehat."

Aira diam, tidak segera membuka pintu. Setelah beberapa detik, pintu kamar terbuka sedikit, dan Aira tampak berdiri di baliknya dengan wajah yang masih menunjukkan kekesalan.

"Mas, aku bukan anak kecil yang tidak bisa menjaga diri," jawab Aira dengan suara yang bergetar.

"Aku tahu betul apa yang aku lakukan. Ini bukan sekadar pekerjaan, Mas. Ini adalah kesempatan yang aku tunggu-tunggu."

Abraham melihat Aira dengan penuh rasa iba. "Aku tahu, Aira. Aku tahu. Tapi aku tidak ingin kamu mengambil risiko hanya demi pekerjaan. Aku bisa melihat betapa pentingnya ini untukmu, tapi ada hal yang lebih penting dari itu."

Aira menunduk, merasa bersalah atas sikapnya yang membuat suaminya khawatir.

Namun, ia merasa terjepit antara dua dunia antara tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan tanggung jawabnya sebagai ibu hamil.

Abraham berjalan mendekat dan memeluk Aira dengan lembut.

"Aku tahu kamu ingin sukses, dan aku juga ingin kamu sukses. Tapi kita harus lakukan ini bersama-sama, Aira. Kita harus menjaga kesehatan kamu dan bayi kita."

Aira merasa nyaman dalam pelukan suaminya, meski masih ada rasa kesal yang mengganggu di dalam dirinya. "Aku hanya ingin melakukan yang terbaik, Mas."

Abraham mengusap punggung Aira dengan lembut.

"Kita akan melakukan yang terbaik, tapi dengan cara yang aman dan sehat. Aku akan bantu kamu, sayang. Kita bisa cari jalan tengah. Tidak ada yang perlu kamu takutkan."

Aira mengangguk pelan, masih sedikit kecewa namun mulai mereda.

"Aku akan pertimbangkan saranmu. Tapi, Mas... aku benar-benar ingin proyek ini berjalan lancar."

"Aira, kita bisa cari solusi," jawab Abraham, menatapnya dengan penuh perhatian.

"Kita bisa alihkan ke Lidya, atau aku akan bantu kamu cari orang yang bisa bantu. Tidak ada yang lebih penting selain kamu dan bayi kita."

Aira akhirnya menghela napas, melepaskan sedikit ketegangan yang ada di tubuhnya.

"Baiklah, Mas. Aku akan dengarkan kamu."

Abraham tersenyum dan mengelus rambut Aira dengan lembut.

"Terima kasih, sayang. Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua."

Mereka berdua berdiri diam sejenak, meresapi momen itu.

Aira akhirnya tersenyum dan memeluk suaminya kembali.

"Aku tahu kamu hanya peduli sama aku dan bayi kita. Maafkan aku kalau aku terlalu terbawa perasaan."

Abraham membalas pelukannya dengan erat. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin kamu tahu, apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu."

Malam itu, mereka duduk bersama di sofa, merencanakan langkah selanjutnya untuk proyek Aira.

Meski Aira sedikit kecewa tidak bisa melanjutkan rencananya ke Bali, ia merasa lebih tenang dengan keputusan yang mereka buat bersama.

Melihat suaminya yang sudah tertidur pulas. Aira duduk di ruang kerjanya, termenung memikirkan kata-kata Clara yang tetap ngotot untuk Aira menghandle proyek butik meskipun kehamilannya belum stabil.

Clara, klien yang sangat mempercayakan proyek tersebut kepada Aira, tidak memberi ruang untuk Aira mencari jalan tengah.

Aira merasa terhimpit, antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang besar dan menjaga kesehatan serta kebahagiaan keluarganya.

“Mas, aku harus melakukannya, aku harus menyelesaikan proyek ini. Ini akan membuka banyak peluang untuk perusahaan kita,” gumam Aira, berbicara pada dirinya sendiri.

Dia tahu benar, meskipun Abraham melarangnya pergi ke Bali, ia tidak bisa meninggalkan begitu saja tanggung jawab besar yang sudah menanti.

Setelah beberapa lama berpikir, Aira akhirnya memutuskan untuk pergi ke Bali dengan cara yang tersembunyi.

Dia tidak ingin suaminya khawatir lebih lagi. Aira merasa kesulitan, tapi ia tahu, proyek ini adalah langkah besar untuk kariernya.

***

Pagi itu, Aira bertemu dengan Abraham yang sedang sibuk memeriksa dokumen di meja kerja.

Aira menyapa suaminya dengan senyuman manis, namun hatinya terasa gelisah.

"Sayang, ada yang ingin aku bicarakan," kata Aira, berusaha terdengar tenang.

Abraham menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa? Kamu terlihat sedikit cemas."

Aira menghela napas. "Aku ada acara reuni di Bali, sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Aku merasa tidak enak kalau tidak datang. Bagaimana kalau aku pergi sebentar saja? Aku sudah pastikan semuanya akan aman dan aku akan kembali dalam beberapa hari."

Abraham menatap Aira dengan ragu. "Aira, kamu tahu kan kehamilanmu masih muda. Aku tidak ingin kamu terlalu lelah."

Aira menahan napas, menatap suaminya dengan penuh harap.

"Mas, aku janji hanya akan sebentar. Reuni ini sangat penting bagi aku. Dan aku juga sudah berbicara dengan Lidya dan rekan-rekan di kantor. Semuanya sudah terkoordinasi dengan baik."

Abraham mengerutkan dahi, masih merasa tidak nyaman dengan ide tersebut, tapi melihat wajah Aira yang memohon, ia akhirnya menganggukkan kepala.

"Baiklah, tapi kamu harus menjaga kesehatanmu dengan baik, Aira. Kalau ada apa-apa, hubungi aku segera, ya."

Aira menyembunyikan rasa lega di wajahnya. "Terima kasih, Mas! Aku akan hati-hati."

Senyum kecil terbentuk di bibirnya. Aira tahu, dia berhasil meyakinkan Abraham.

Namun, jauh di dalam hati, Aira tahu bahwa perjalanan ini adalah rahasia besar yang harus dia simpan.

Ia merasa bersalah karena harus berbohong kepada suaminya, tapi baginya ini adalah langkah penting dalam karier dan masa depannya.

Ketika hari keberangkatan tiba, Aira bersiap dengan hati yang penuh kecemasan.

Ia memastikan Abraham tidak curiga dan menyembunyikan segala persiapan perjalanannya dengan hati-hati.

Bahkan ia mengatur agar tidak ada yang mengetahui rencananya.

Sesampainya di bandara, Aira merasa hatinya berdebar.

Tapi ia tahu, ini adalah keputusan yang harus diambil. Ia harus menjalankan proyek ini dengan sebaik-baiknya, meskipun harus menyembunyikan kenyataan dari Abraham.

Sambil melangkah ke ruang keberangkatan, Aira memutuskan untuk hanya fokus pada pekerjaan dan kembali dengan selamat, berharap semuanya akan berjalan lancar.

Namun, perasaan cemasnya tidak bisa dipungkiri. Ia tahu bahwa perjalanannya ini adalah langkah yang penuh risiko, baik dalam hal pekerjaan maupun dalam menjaga hubungan dengan suami tercintanya.

1
Asmara Senja
Kereeeennnn
my name is pho: Terima kasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!