Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.
Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Tahun Baru 2
🌸
🌸
Seharusnya ini merupakan malam yang menyenangkan bagi semua orang. Makanan lengkap, suasana yang menggembirakan, dan mereka bersama dengan orang-orang terdekat. Yang selama ini bekerja sama dan saling membantu di perusahaan. Gelak tawa bahkan tak hentinya menggema di seluruh bangunan diselingi dengan musik yang mengalun dari speaker yang sengaja dipasang untuk memeriahkan malam pergantian tahun itu.
Seorang penyanyi dari kafe dekat kantor bahkan diundang untuk menghibur mereka dan menjadikan malam itu lebih meriah lagi. Setidaknya, semua orang larut dalam euforia pada saat itu.
Namun, lain halnya dengan Alendra yang tidak begitu fokus pada teman-temannya. Makanan dan minuman yang tersaji di meja bahkan belum dia sentuh karena sibuk memperhatikan Asyla.
“Mbak, sosisnya masih ada?”
“Mbak, jagungnya mana lagi?”
“Mbak, ini saos nya tinggal dikit.”
“Arangnya kurang, Mbak!”
“Mbak, satenya boleh tambah? Ada yang belum kebagian.”
Begitulah kira-kira, setiap panggilan kepada Asyla tak lama setelah dia keluar dari kamar dan Listy yang mengenalkannya kepada rekan-rekan sebagai asisten rumah tangganya Alendra. Dan dengan senang hati wanita itu membantu.
Kesal sudah tentu, tetapi dirinya bisa apa? Asyla memang melakukan pekerjaannya dengan baik karena sudah terbiasa, dan permintaan-permintaan para tamu tidak tampak membebaninya sama sekali. Dia malah terlihat senang karena bisa berinteraksi dengan banyak orang meski lama-lama sepertinya kelelahan setelah melayani mereka.
“Pergilah ke belakang, istirahat.” Setelah beberapa saat Alendra pun mendekat ketika keadaan sudah lebih santai karena rekan-rekan kerjanya sudah mendapatkan apa yang mereka mau. Semua makanan sudah mereka dapatkan dan kini tengah menikmati hiburan di panggung kecil dadakan di tengah taman.
“Acaranya belum selesai, Pak.”
“Tidak apa-apa, mereka sudah dapat makanannya, kan?”
“Tapi kalau nanti ada yang minta lagi bagaimana?”
“Semuanya ‘kan sudah tersedia, tinggal bikin lagi.”
“Nanti malah bolak-balik.”
“Kamu ini bagaimana sih? Di sini ‘kan saya majikanmu, kenapa malam memikirkan orang lain?” Alendra tampak kesal karena ulah asisten rumah tangganya itu, sementara orang yang dimaksud hanya tertawa.
“Sana, masuk. Kasihan juga Tirta. Kalau dia bangun gimana?”
“Umm ….”
“Mbak Syla?” Lalu Listy yang sejak tadi memperhatikan interaksi antara majikan dan asisten rumah tangganya itu pun mendekat.
“Ya, Bu?” Asyla pun menegakkan posisi nya.
“Bisa minta serbet nggak? Ada minuman yang tumpah di teras. Takutnya licin nanti keinjek yang lain.” Dia berhenti di dekat Alendra.
“Oh, ada Bu. Sebentar.” Asyla segera berlari ke arah dapur kemudian dengan cepat kembali sambil membawa alat pel. “Ini.” katanya.
“Saya bilang serbet, bukan alat pel.”
“Tapi ini lebih bagus, Bu. Menyerap air lebih cepat.”
“Iya, tau. Kalau begitu bisa minta tolong dibersihkan dulu?”
Alendra menatap sekretarisnya itu dengan dahi berkerut.
“Oh, baik.” Dan tanpa beban Asyla melaksanakan perintahnya.
“Apa-apaan itu?” protes Alendra kepada Listy.
“Maaf, Pak?”
“Kamu dengan seenaknya saja main suruh-suruh Asyla?”
“Memangnya nggak boleh, ya? Itu ‘kan memang pekerjaannya.”
“Memang. Tapi kamu tidak punya hak.”
“Lho? Kenapa? Saya ‘kan hanya minta tolong. Lantai basah ketika banyak orang itu berbahaya. Bisa ada kecelakaan.”
“Tapi dia art saya, jadi seharusnya kamu nggak seenaknya begitu.” Alendra mulai mendebatnya, lalu segera pergi menjauh. Membuat Listy mengerutkan dahi karena merasa heran dengan tingkah atasannya itu.
Dia memutar tubuh dan pandangannya mengikuti Alendra yang berjalan menghampiri Asyla. Pria itu tampak berbicara padanya dan asisten rumah tangganya tersebut menghentikan pekerjaan membersihkan lantai yang basah.
“Ya ampunn, anak siapa ini?” Namun teriakan dari sisi samping taman mengalihkan perhatian hampir semua orang. Tidak terkecuali Asyla dan Alendra.
Tampak orang itu menggendong Tirta yang merangkak sambil menangis mencari ibunya.
“Tirta!!” Lalu wanita itu menyerahkan alat pel kepada Alendra kemudian berlari menghampiri putranya.
“Dia anak saya, Pak.” Asyla segera merebut Tirta dari dekapan Danang.
“Oh ….” Pria seumuran Alendra itu sedikit melongo setelah mendengarnya berkata demikian. Dan seketika Tirta pun berhenti menangis setelah berada di pelukan ibunya.
***
“Kamu … sudah lama kerja dengan pak Alendra?” Suara perempuan menginterupsi keheningan di depan kamar saat Asyla baru saja berhasil menidurkan Tirta dalam gendongan. Mungkin karena berisik dari pesta di luar sana membuat anak itu mengalami kesulitan untuk pergi tidur.
Asyla menoleh, dan di saat yang bersamaan Listy pun mendekat. Dia rela mendatangi tempat itu untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang pria yang saat ini tengah diincarnya.
“Mau dua bulan ini, Bu.” Dia menjawab.
“Saya kira sudah lama.” Listy berdiri dengan kedua tangan bersedekap.
Asyla hanya tersenyum.
“Tapi, apa kamu pernah lihat pak Ale dengan orang lain? Maksud saya, bawa teman pulang ke rumah atau pergi dengan siapa gitu?” Listy memulai misi nya.
“Nggak.”
“Masa?”
“Selama saya kerja di sini belum pernah lihat Bapak bawa orang atau ada siapapun yang main ke sini, kecuali sopir dan kedua orang tuanya. Sekalinya bawa teman ya banyakan.”
“Oh ya?”
“Ya, dan baru malam ini. Selebihnya nggak.”
“Kamu serius?”
Asyla menganggukkan kepala. “Bapak kalau libur seringnya cuma diam di rumah. Tiduran atau beresin kerjaan yang dibawa ke kantor. Nggak pernah ke mana-mana.”
Kedua sudut bibir Listy tertarik membentuk senyuman. Setidaknya dia mengetahui jika Alendra sepertinya tidak punya kekasih. Dan itu bagus.
“Baiklah, Syla. Makasih infonya.”
Asyla mengangguk lagi kemudian Listy pun pergi.
***
Asyla buru-buru meraup tubuh Tirta yang kembali terbangun ketika terdengar suara ledakan kembang api dari luar. Seusainya orang-orang menghitung mundur mereka semua menyalakan suar, petasan dan apapun itu sehingga menyala lah tempat itu menjadi terang benderang. Lalu gelak tawa kembali menggema diiringi riuh kegembiraan atas perayaan tersebut.
Asyla memutuskan untuk keluar karena merasa penasaran juga, seumur hidupnya dia merasa tidak pernah ikut merayakan tahun baru apalagi melihat kembang api seperti sekarang ini. Dia menggendong Tirta yang memang benar-benar terbangun lalu melihat dari teras paviliun.
“Wahhh ….” Langit tampak berpendar akibat dari ledakan kembang api yang diluncurkan ke udara. Beragam warna menghiasi pekatnya malam hingga saat itu terlihat semarak. Dan tidak ada tempat yang luput dari hal itu. Jelas saja, karena seluruh dunia merayakannya bersamaan.
Bahkan kota di bawah terlihat menyala-nyala juga sama seperti di villa itu dan semuanya terlihat begitu indah.
“Api, Mbu. Api!!” Tirta mengarahkan telunjuknya ke langit.
“Iya, itu kembang api. Bagus ya?” sahut Asyla dengan senyum merekah menghiasi wajah lelahnya. Mata sayunya mengedip pelan karena kantuk tetapi dia masih ingin terjaga karena kemeriahan malam ini.
“Bagus, Mbu. Api bagus!!” Sedangkan Tirta bertepuk tangan dan dia tak kalah riangnya dengan orang dewasa di depan sana.
Senyum mereka merekah bersamaan dan kegembiraan meluap di dada. Tidak ada bedanya dengan siapapun meski posisinya hanya sebagai pekerja di villa itu.
Tapi, ngomong-ngomong soal villa, ke mana pemiliknya? Apakah dia ada di kerumunan itu bersama rekan kerjanya, atau ….
Asyla mengedarkan pandangan. Semua orang benar-benar menikmati perayaan itu tanpa terkecuali, dan di sana pula lah Alendra. Bergantian memeluk dan menyalami teman-temannya. Namun sedetik kemudian pandangannya pun beralih yang akhirnya mereka saling bertatapan.
Deg!!
Sesuatu seperti meledak di dalam hati dan desir-desir itu kembali muncul tanpa diminta. Menatap wajah masing-masing yang tampak berpendar di bawah cahaya kembang api yang terus menyala.
Alendra tersenyum yang seketika membuat Asyla tertegun. Dia melirik ke kanan, kiri dan ke belakang. Mengira jika pria itu mungkin tersenyum pada orang lain, tetapi tak ada siapapun di dekatnya karena dia berada di teras paviliun tempatnya tinggal. Sedangkan orang-orang berbaur di depan sana.
Asyla sedikit merasa bingung, tetapi senyum sang majikan rupanya menyentuh hingga ke dalam kalbu. Sehingga tanpa sadar dirinya balas tersenyum juga.
***
“Terima kasih, Pak. Malam ini sangat menyenangkan.” Semua orang berpamitan dan mereka berangsur pergi.
“Lain kali pesta lagi, ya?”
“Apa? Tidak, haha. Tidak usah, terima kasih. Cukup sekali saja malam ini, saya tidak mau lagi.” Jawaban Alendra membuat semua orang tertawa.
“Serius.”
“Pak Alendra ini ada-ada saja!” Danang menepuk pundaknya sebelum kemudian mereka bersalaman sebagai tanda perpisahan.
“Sekali lagi terima kasih, selamat liburan.” katanya, yang kemudian masuk ke dalam mobilnya begitu juga dengan yang lain.
“Pak, Pak Danang! Tunggu!” Namun Listy yang terlambat keluar karena sesuatu hal tampak berlari ke arah mobil Danang.
“Kenapa? Kamu mau pulang sekarang?” tanya pria yanh sudah masuk ke dalam mobilnya itu.
“Iya lah, makanya saya mau ikut lagi.”
“Duh, gimana ya?” Namun Danang menggaruk kepalanya.
“Kenapa?”
“Sepertinya saya nggak bisa antar kamu kali ini.” Dia merasa tidak enak.
“Lho, kenapa? Tadi Bapak bilang bisa, makanya saya nggak bawa mobil.”
“Ya, saya lupa kalau harus langsung ke Jakarta, kan? Dan kalau antar kamu dulu, itu artinya harus memutar sangat jauh.”
“Jadi?”
“Ya maaf, ikut yang lain saja ya?” Mereka menatap sekeliling yang ternyata sudah sepi. Bahkan mobil terakhir sudah lebih dulu keluar dari pekarangan sehingga hanya tersisa mereka saja.
“Yah, sudah pada pulang?”
“Jadi gimana dong, Pak?”
“Hehe, maaf Lis. Sepertinya kamu harus pesan taksi online.” Danang tertawa canggung.
“Memangnya jam segini masih ada yang mau terima order? Mana tahun baru lagi?”
“Dicoba saja, Lis.” ucap Danang yang menyalakan mesin mobilnya.
Listy tampak mengutak-atik ponselnya untuk memesan taksi online, tapi setelah beberapa saat tak ada yang menerima. Sudah dia coba berkali-kali, meski ada notif kendaraan terdekat tetapi tak ada satupun yang mendekat.
“Yah ….” Dia tampak kecewa sementara keadaan di luar villa sudah sangat sepi. Tentu saja, waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari dan di daerah itu memang jarang sekali ada kendaraan lewat.
“Nggak ada?” Alendra yang sejak tadi terdiam akhirmya buka suara.
“Iya, Pak.”
“Terus gimana?”
“Nggak tau.”
“Kok nggak tau? Pak Danang bahkan sudah pergi.”
Wanita itu terdiam menatap jalanan yang gelap gulita.
“Kenapa bukan dari tadi ikut yang lain sih?”
“Saya nya ‘kan ke air dulu, Pak.”
“Ya kenapa malah mau ikutnya sama pak Danang?”
“Orang saya nggak tau dia mau langsung ke Jakarta.”
“Kenapa nggak tanya dulu sebelumnya?”
“Pak Danang sendiri yang bilang kalau saya bisa ikut dia.”
Alendra mendengus keras.
“Pak? Kalau saya nginep boleh nggak?” Lalu Listy tiba-tiba saja bertanya.
“Apa?” Tentu saja membuat Alendra terkejut.
“Order taksi online nggak ada.”
“Tunggu saja, nanti juga ada.” Jelas ada penolakan di dalam suaranya.
“Tapi lama.”
“Saya temani di sini.”
“Dingin, Pak.”
Alendra segea melepaskan jaket yang dia kenakan lalu memberikannya kepada Listy.
“Tapi —”
“Saya temani kamu menunggu sampai dapat taksinya, lalu kamu pulang.”
“Bapak kok tega sama sekretarisnya?”
“Tega apa?”
“Malam-malam begini disuruh pulang sendirian.”
“Itu resikonya kalau berani pergi, kamu harus berani pulang juga.”
“Tapi ‘kan—”
“Pulang, Listy. Orang tuamu mungkin saja sedang menunggu. Bukankah tadi kamu bilang mereka baru saja datang?”
Wanita itu terdiam. Dia terpaksa kembali melakukan pemesanan taksi online seperti yang dikatakan oleh Alendra. Dan ya, sepertinya misi pertama ini tidak akan berhasil.
Tetapi setelah setengah jam kendaraan daring itu tak kunjung Listy dapatkan. Bahkan yang melintas di jalan gelap tersebut tidak ada sehingga dia merasa bosan.
Dan hampir saja dia membuka mulut untuk berbicara, tetapi Alendra sudah mendahuluinya.
“Saya antar kamu.” katanya yang berlari ke dalam villa untuk mengambil kunci mobil.
Listy melongo, tetapi sedetik kemudian dia tersenyum. Akhirnya ada jalan juga bagi mereka untuk bisa berduaan. Begitu pikirnya.
🌸
🌸
Hadeghhhh🙄🙄
Belum lagi besok pagi kamu juga yang harus membersihkan dan merapikan sisa2 pesta.
Sudah terlihat sikap Si Listy yang menyebalkan dan seenaknya sendiri. Besok2 klo di kantor mulai menjauh dari Si Listy, Le...
Ale harus lebih hati2 sama perempuan modelan Listy,,belum apa2 sudah sombong gitu
udah mah ngotot pingin di villa Ale,mo nyediain akomodasi segala taunya batal malah ngerepotin tuan rumah.