Ryan, kekasih Liana membatalkan pernikahan mereka tepat satu jam sebelum acara pernikahan di mulai. Semua karena ingin menolong kekasih masa kecilnya yang sedang dalam kesusahan.
Karena kecewa, sakit hati dan tidak ingin menanggung malu, akhirnya Liana mencari pengganti mempelai pria.
Saat sedang mencari mempelai pria, Liana bertemu Nathan Samosa, pria cacat yang ditinggal sang mempelai wanita di hari pernikahannya.
Tanpa ragu, Liana menawarkan diri untuk menjadi mempelai wanita, menggantikan mempelai wanita yang kabur melarikan diri, tanpa dia tahu asal usul pria tersebut.
Tanpa Liana sadari, dia ternyata telah menikah dengan putra orang paling berkuasa di kota ini. Seorang pria dingin yang sama sekali tidak mengenal arti cinta dalam hidupnya.
Liana menjalani kehidupan rumah tangga dengan pria yang sama sekali belum dia kenal, tanpa cinta meskipun terikat komitmen. Sanggupkah dia mengubah hati Nathan yang sedingin salju menjadi hangat dan penuh cinta.
Temukan jawabannya disini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26 Apakah Itu Nathan?
Pandangan Liana menyapu habis keberanian Susan. Ekspresinya terlihat tenang namun tegas. Tiba-tiba, tanpa peringatan, Liana mendekat, suaranya merendah menjadi bisikan namun bernada mengancam. "Ya, aku memang sengaja menumpahkan kopi itu, Susan Stafford."
Wajah Susan memerah karena amarah, matanya menyempit menatap Liana. Tapi sebelum dia bisa membalasnya, kata-kata Liana berikutnya justru membuatnya membeku di tempat.
"Aku di sini untuk bekerja dan mencari nafkah. Jika kamu terus menggangguku, kali berikutnya, tidak hanya kopi yang akan tumpah."
Mata Liana tidak bergeming saat dia memeriksa wajah Susan, seolah-olah menjadikannya sebagai target berikutnya.
"Kamu tahu, kamu itu cantik. Akan sayang sekali, kalau sampai sesuatu... terjadi pada wajah ini."
Tubuh Susan kaku karena ketakutan, napasnya seakan terhenti. Saat dia bersiap-siap untuk memberontak , Liana melepaskannya, dan Susan, yang dilanda panik, secara naluri melindungi wajahnya dengan tangannya, takut Liana akan menyerang.
Jika Liana berniat membuat Susan menyesali perbuatannya, Susan tentu punya caranya sendiri untuk menghadapinya.
Namun satu hal yang jelas, dia tidak bisa membiarkan wajahnya rusak.
Hatinya di penuhi oleh kemarahan, tapi Susan berusaha menahannya, enggan untuk membuat situasi semakin memburuk. Setelah momen tegang itu, dia menendang kakinya dengan frustrasi dan pergi dengan marah, kepergiannya se-dramatis dan secepat kilat.
Tatapan mata Liana tidak berkedip sedikit pun saat menyaksikan Susan menghilang. Ekspresinya suram tak terbaca. Tidak ada sedikit pun rasa penyesalan di wajahnya — hanya ketidakpedulian yang sangat tenang.
Setelah itu, dia melirik sekilas ke noda di bajunya dan, dengan desahan lembut, berjalan menuju kamar mandi.
Setelah keduanya pergi, suasana kantor berubah. Semua orang menarik napas lega, saat ketegangan mereda.
Seorang rekan kerja tidak bisa menahan diri untuk berkomentar.
"Liana benar-benar berani. Dia tidak takut menghadapi penindasan Susan seperti itu."
Seorang rekan kerja lainnya bergumam, "Sepertinya Liana sudah menyinggung Susan selama wawancara kemarin, jadi konfrontasi lagi hari ini mungkin bukan masalah besar."
Seorang lain menyela, "Tapi sepertinya Liana adalah orang yang benar-benar tidak boleh diremehkan?"
Keheningan yang berat menyusul, kata-kata mereka menggantung di udara. Suasana di kantor telah berubah, dan jelas bagi semua orang bahwa Liana bukanlah orang yang bisa dengan mudah di provokasi.
Menyela keheningan yang canggung, seorang rekan kerja yang jelas tidak ingin terlalu hanyut dalam ketegangan, menyesap kopi dengan santai dan tersenyum, "Jujur, kopi dari kafe baru ini luar biasa!"
Yang lain bertukar pandang, menggelengkan kepala pada upayanya untuk meringankan suasana.
"Baiklah," seorang rekan kerja lain memulai, suaranya kini lebih pelan, "Meskipun Alvin mengatakan kita bisa meminta Liana untuk mengurus tugas-tugas kecil di masa depan, kita sebaiknya berhati-hati dan tidak terlalu memaksanya."
"Setuju," jawab mereka serempak, ketegangan sebelumnya kini telah lenyap, namun muncul lagi satu peringatan bagi mereka, untuk kelak lebih berhati-hati dan waspada.
"Baiklah, semua orang kembali bekerja..!"
"Panggil pembersih untuk mengepel lantai," bisik seseorang, seolah berusaha melupakan kecelakaan itu.
Sejak saat itu, Departemen Desain Mode memiliki reputasi baru bagi Liana — reputasi yang sudah terkenal mulai saat ini: Dia adalah orang yang temperamennya tidak boleh diremehkan.
Kemudian, Susan kembali setelah mengganti pakaian. Begitu melihat Liana, matanya melebar karena terkejut.
Tapi kali ini, ada yang berbeda, tidak ada kata-kata kasar atau tatapan tajam. Susan bahkan tidak menyapa Liana, seolah-olah dia tidak melihatnya. Dia hanya berjalan melewati, sengaja menghindari interaksi apapun.
Faktanya, Susan segera memindahkan mejanya dari awalnya di samping meja Liana ke tempat lain di kantor. Jelas menunjukkan dia tidak ingin ada kontak lebih lanjut.
Perubahan itu tidak luput dari perhatian rekan sekantor mereka. Meskipun Alvin telah mengatur sebelumnya, tidak ada yang berani meminta Liana melakukan tugas-tugas meskipun sepele.
Ketegangan di antara rekan-rekan kerja terasa jelas, dan mereka memastikan untuk bersikap hati-hati di sekitar Liana.
Setelah istirahat makan siang yang singkat, Alvin memanggil Liana ke kantornya.
"Liana, ada klien penting yang akan datang sebentar lagi, dan saya perlu menangani mereka secara langsung. Bawa dokumen -dokumen ini ke ruang rapat utama di lantai tujuh belas."
Dia dengan cepat melemparkan tumpukan kertas - kertas di tangannya sebelum mengambil jaket, terlihat agak terburu-buru.
Liana mengangguk dan menuju lift, membawa dokumen-dokumen tersebut.
Gedung pencakar langit RC Corporation adalah labirin kantor dan departemen, setiap lantai memiliki fungsi yang berbeda. Gedung ini juga dilengkapi dengan area rekreasi untuk sarapan, ruang rapat, ruang penerimaan tamu, dan fasilitas lainnya.
Meskipun gedung tersebut terorganisir dengan baik dan memiliki tanda-tanda yang jelas, Liana merasa sedikit bingung saat keluar dari lift di lantai ke tujuh belas. Tata letak yang tidak familiar membuatnya ragu sejenak tentang arah yang harus diambil.
"Sial! Jika aku salah langkah dan menunda rapat, ini akan jadi bencana." Liana bergumam dengan wajah cemberut. Tapi tepat saat dia hampir menyerah, dia melihat pintu ruang rapat terbuka di dekatnya, dan sekelompok orang keluar.
Secara insting, dia menuju ke arah mereka, berencana untuk meminta petunjuk ke ruang rapat utama.
Tapi kemudian, sesuatu membuatnya berhenti sejenak, saat dia melirik ke dalam ruangan, matanya tertuju pada wajah yang familiar.
Apakah itu..... Nathan?
Dari pada kamu ngehujat para penulis Noveltoon, dan bikin dosa, lebih baik nggak usah baca novel - novel di aplikasi ini. Saya merasa miris dengan pembaca seperti anda
Bagimana susahnya para penulis ini membuat novel, dan anda cuma tahu memaki, saya kasihan banget pada anda. ?
buanglah mantan pada tempatnya
selamat datang kehidupan baru
semoga masa depanmu secerah mentari pagi