Pertemuan pertama Alana dengan Randy terjadi secara kebetulan, dimana Alana langsung terpesona dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak disangka - sangka, ternyata Randy adalah pemuda yang dijodohkan dengannya oleh nenek mereka berdua karena persahabatan. Namun saat Randy mengajak Alana berbicara empat mata, pemuda itu mengakui bahwa ia telah memiliki seorang kekasih, dan ia bersedia menikahi Alana hanya karena tak ingin mengecewakan neneknya. Pada akhirnya Alana pun terjebak dalam pernikahan yang semu, yang membuatnya harus menyembunyikan cintanya di balik kisah asmara Randy dan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Flowers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANGAN DEKAT DENGANNYA
Alana dan Meta menghentikan langkah mereka ketika melihat Eric sedang duduk di bawah pohon. Tak berselang lama, Eric menyadari kehadiran mereka di tempat yang tak jauh darinya. Ia segera melambaikan tangannya dan menghampiri kedua gadis itu.
"Kak Alana, tunggu ...!" ujar Eric sambil berlari kecil ke arah mereka.
"Jangan panggil aku kakak," ujar Alana pelan, "aku tidak mau menarik perhatian yang lain karena kamu adalah seniorku di sini."
"Kenapa Kak Eric memanggilmu kakak?" tanya Meta.
"Karena aku lebih tua darinya. Aku memang terlambat masuk kuliah, Meta," jelas Alana sebelum Eric sempat menjawab.
"Baiklah, terpaksa aku panggil Alana. Tapi apakah Bos Randy tidak marah?" tanya Eric.
"Bos Randy?" tanya Meta, "Oh iya, aku ingat. Sepupu Alana, kan?"
"Iya, betul," sahut Alana cepat, "dia tidak akan marah karena kita teman kuliah, bahkan kamu seniorku."
"Baik, Alana. Bolehkah aku meminta nomormu?" tanya Eric.
"Tentu saja, mari kita saling bertukar nomor, Meta juga," Alana melirik Meta penuh arti. Akhirnya mereka bertiga saling bertukar nomor.
"Bagaimana kalau kita bertiga ke kafe dulu sebelum pulang? Aku yang traktir .." tawar Meta bersemangat.
"Bagus, aku mau," sahut Eric, "di depan kampus ini ada kafe yang makanan dan minumannya enak, ayo ke sana,"
Rekomendasi Eric itu disambut gembira oleh Meta, sementara Alana hanya sekedar mengikuti mereka agar lebih akrab. Tak lama kemudian mereka telah sampai di kafe itu dan mengobrol santai sambil menikmati makanan dan minuman yang mereka pesan.
"Kak Eric, kamu bekerja menjadi model, apa tidak mengganggu kuliahmu?" tanya Meta memulai pendekatannya.
Eric mengangkat kedua alisnya, lalu menjawab, "bagaimana lagi, ibuku sudah tidak mampu bekerja karena sakit. Memang aku sering membolos, sih."
Mendengar hal itu, seketika Alana dan Meta merasa iba.
"Kak Eric hebat," puji Meta, "untung kakak setampan ini, jadi bisa mendapat pekerjaan sebagai model."
"Ah, biasa saja," sahut Eric.
"Semangat ya,Eric .." ujar Alana, "tapi kamu juga model utama seperti Delia, kan?"
"Iya, benar," Eric mengangguk. Meta memandangnya dengan penuh kekaguman.
Tiba - tiba ponsel Alana berbunyi. Alana mengambilnya dari tas, lalu terkejut melihat siapa yang menelepon.
"Ya, Randy?" sapa Alana. Eric dan Meta terdiam menatapnya.
"Kamu dimana? Kelasmu sudah selesai, kan? Aku sudah di depan kampusmu," sahut Randy.
Alana segera melihat ke depan kampus yang tepat berada di seberang kafe itu. Terlihat Randy berdiri di samping mobil mewahnya sambil memegang ponsel di telinganya.
"Oh, maaf, Randy ..., aku tidak tahu kalau kamu menjemput aku. Aku di kafe depan. Aku akan segera keluar, tunggu, ya.." Alana segera mengambil tasnya.
"Wah..., luar biasa, itu Randy sepupumu?" tanya Meta tiba - tiba. Ternyata ia ikut mengamati apa yang dilihat Alana di luar, sementara Eric hanya tersenyum dengan wajahnya yang sangat tenang.
"Iya, maaf aku harus pulang dulu. Besok gantian aku yang akan mentraktir kalian, ya.." pamit Alana.
"Dia tampan sekali ..," puji Meta, kini terkagum - kagum melihat sosok Randy yang tampak jelas dari jendela kafe.
"Laki - laki itu sudah ada yang punya, Meta," ujar Eric sambil tersenyum penuh arti.
Alana mengedipkan mata penuh arti pada Eric, seolah tidak mengijinkan pemuda itu untuk mengatakan hal yang sebenarnya.
"Ya, dia sudah punya kekasih," ujar Alana sambil melambaikan tangannya pada Meta dan Eric.
"Hehe, iya, hati - hati di jalan, ya ..," sahut Meta dengan ceria. Kini gadis itu merasa sangat senang karena hanya ditinggalkan berduaan dengan Eric, meski merasa sedikit canggung juga karena baru kenal.
Alana menghampiri Randy dengan tergopoh - gopoh.
"Santai saja, Alana. Hati - hati dengan langkahmu, " ujar Randy sambil tersenyum lega melihat kedatangan Alana.
Alana tertawa kecil dan berkata, "Kenapa kamu tidak istirahat saja di rumah? Biar pak Tony yang menjemput nanti."
"Oh, jadi gadis ini masih ingin bermain - main dulu?" gurau Randy.
"Bukan begitu, tapi sebaiknya kamu lanjutkan istirahatmu di rumah agar tidak terlalu capek," jelas Alana.
Randy membukakan pintu mobil untuknya. Alana pun segera masuk dan menata duduknya.
"Aku sudah tidur cukup lama tadi," ujar Randy yang kini sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingnya, "Kamu dengan siapa tadi? Sudah punya teman akrab?"
"Iya, aku bersama teman baikku, namanya Meta," Alana terdiam sebentar, lalu melanjutkan, "dan juga bersama Eric, modelmu. Ternyata dia seniorku di kampus."
Deg. Randy merasakan jantungnya tiba - tiba berdegup kencang begitu mendengar nama Eric.
"Apa?" tanyanya sambil menatap Alana tajam. Alana panik, merasa ia telah salah bicara. Tapi tidak jujur juga salah.
"Iya, tapi kamu jangan khawatir. Aku selalu bersama Meta," jawab Alana, "Meta menyukainya. Aku akan mendekatkan mereka berdua."
"Kamu salah, Alana," potong Randy, "Eric menyukaimu."
Alana membelalakkan matanya dan berkata, "jangan salah sangka, Randy. Kami hanya berteman dan itu semua cuma kebetulan."
"Kalau begitu jangan kamu buat terlalu akrab dengannya," ujar Randy sambil melajukan mobilnya. Wajahnya kini terlihat tidak sedang baik - baik saja.
"Aku hanya akan mendekatkannya dengan Meta karena Meta menyukainya," ulang Alana lagi untuk meyakinkan Randy.
"Jika ternyata dia malah menyukaimu?"
"Tidak mungkin, dia tahu aku adalah istrimu,"
"Huh," Randy menghela nafas dan melanjutkan bicaranya dengan senyum sinis, "tidak ada yang tidak mungkin."
Alana terdiam, merenung dan teringat akan ucapan Randy dahulu.
"Apa kamu tidak ingat pernah berkata padaku bahwa aku boleh membuka hati untuk mencintai orang lain?" tanya Alana dengan wajah polosnya. Randy terkejut dengan perkataan itu dan menoleh padanya.
"Maksudmu kamu akan mencintai Eric?" tanya Randy dengan nada kesal.
"Tentu saja tidak. Maksudku, tolong jangan cegah aku untuk sekedar dekat dengannya." pinta Alana memelas. Ia ingin menjalankan misinya membantu Meta mencari jodoh.
"Kedekatan itu akan menumbuhkan rasa cinta," ujar Randy masih tidak terima, "apalagi hatimu masih kosong, belum mencintai orang lain, Alana."
Alana terdiam dengan kata - kata itu. Hatiku sudah terisi oleh rasa cinta kepada kamu yang terlalu sempurna di mataku, meski aku sadar aku tidak akan bisa memiliki hatimu, ucap Alana dalam hati.
"Cinta tak harus memiliki, Randy," ujar Alana pelan dengan mata berkaca - kaca, "kamu tidak perlu khawatir, aku bisa menjaga kehormatanku sebagai istrimu. Aku janji, akan bertemu Eric hanya saat bersama Meta saja."
Randy menghela nafas panjang dan terdiam. Ia tidak menyadari air mata Alana yang sudah penuh di pelupuk mata. Entah karena mengingat cintanya yang bertepuk sebelah tangan atau karena kesal dengan keegoisan Randy yang seolah mengekangnya. Gadis itu segera memalingkan wajahnya ke arah jendela.
Ketika sudah sampai di rumah, Alana langsung berjalan cepat menuju ke kamarnya, meninggalkan Randy yang tengah melangkah dengan gontai. Ada ketegangan lagi di antara mereka. Alana membenci rasa ini. Demikian juga dengan Randy.
Di dalam ruang kerjanya, Randy duduk terdiam dengan jari tangan yang sesekali mengetuk meja. Ia merenungkan kembali kata - kata Alana dalam perjalanan pulang tadi. Membolehkan Alana mencintai orang lain? Saat itu ia tidak menyadari bahwa jika hal itu terjadi, ternyata bisa menimbulkan perasaan yang lain padanya. Kekhawatiran di malam fashion show itu terulang kembali. Bagaimanapun ia belum siap untuk memikirkan akibatnya. Mungkin ia harus konsekuen dengan perkataannya pada Alana, tetapi harus siap menyembunyikan cinta yang lain lagi dari nenek mereka. Bukankah itu sama saja dengan menambah masalah baru.
Tiba - tiba ponsel Randy berbunyi dengan nada dering khas untuk Delia. Randy menerimanya.
"Sayang ..., kamu membelikan Alana cincin yang termahal di acara fashion show kemarin?" tanya suara di seberang dengan nada yang manja dan kesal.
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Randy.
"Usai acara itu semua orang membicarakannya di ruang ganti," jawab Delia, "Pak Randy membelikan istrinya cincin yang menjadi ikon perhiasan di malam itu."
"Ya, itu memang benar. Nenek yang menyuruhku membelikannya," sahut Randy dengan nada datar.
"Lalu bagaimana dengan aku?" tanya Delia, "apa kamu akan membiarkan Alana mengambil semuanya dari aku? Kamu kejam sekali, Randy ...."
Randy menghela nafas panjang, "Kamu mau aku belikan juga?"
"Menurutmu bagaimana? Kenapa harus aku yang minta?"
"Maafkan aku, Delia. Aku tidak menyadarinya. Kamu beli saja apa yang kamu mau, aku yang akan membayarnya," ujar Randy.
"Baik, aku minta satu set perhiasan yang sama, maka aku tidak akan mengungkit masalah ini lagi," sahut Delia manja.
"Oh, rupanya nona cantik ini sedang mengancam dan memeras aku?' gurau Randy.
"Salah sendiri pangeran tampanku ini melupakan cinta sejatinya ...." sahut Delia puas. Randy hanya menanggapinya dengan tertawa kecil. Tidak lama kemudian Delia mengiriminya tagihan pembayaran yang fantastis jumlahnya. Namun tanpa ragu Randy langsung membayar tagihan itu. Ia selalu memaklumi sikap Delia karena Delia adalah kekasih sejatinya yang menjadi korban dalam pernikahannya dengan Alana.
Malam itu berlalu begitu saja, tidak ada lagi kekompakan seperti malam sebelumnya karena kamar Alana terkunci. Padahal Randy yang telah menenangkan pikirannya setelah ditelepon Delia tadi sudah bersiap untuk membantu mengerjakan tugas Alana lagi. Ia sebenarnya merasa kasihan pada Alana, tetapi mungkin saja Alana masih marah padanya karena dilarang berhubungan dengan Eric. Akhirnya Randy pun kembali ke ruang kerjanya.
Sementara itu, di dalam kamarnya, Alana sudah selesai mengerjakan tugasnya. Ia membuka ponselnya dan menemukan pesan dari Eric.
'Hai, Alana ..., apakah kamu sudah selesai mengerjakan semua tugasmu?' tanya Eric dalam pesan itu.
'Baru saja selesai' balas Alana.
'Baguslah. Bolehkah aku bertanya padamu, kenapa kamu merahasiakan hubunganmu dengan Randy?'
Alana terdiam membaca pesan itu. Ia merasa harus menjelaskan sesuatu pada Eric agar Eric membantunya menutupi identitasnya.
'Aku hanya ingin tampil sebagai Alana mahasiswi biasa, bukan istri konglomerat. Tolong bantu aku, Eric. Aku hanya gadis desa biasa, belum terbiasa dengan hal ini.' jawab Alana dalam pesannya.
'Termasuk dari Meta sahabatmu sendiri?'
'Ya.'
'Baiklah, aku akan membantumu untuk tampil sebagai Alana yang masih gadis, ' tulis Eric seolah bercanda.
Namun di balik candaan itu, ada kebenaran di dalamnya. Candaan yang bermaksud untuk menyindir Alana agar gadis itu sadar bahwa tidak ada gunanya untuk bersungguh - sungguh menjadi istri yang sempurna bagi Randy.
'Terimakasih' balas Alana singkat.
Hatinya menjadi sedih lagi karena kalimat Eric tadi. Aku memang masih gadis, batin Alana, gadis yang berkedok istri atau istri yang berkedok gadis? Alana meletakkan ponselnya dan menutupi wajahnya dengan batal, lalu menghela nafas panjang. Semangat, Alana ... kamu harus fokus lagi pada cita - citamu membahagiakan nenek dan membalas budi pada nenek Ranita, ujar Alana memberi semangat pada dirinya sendiri. Juga harus fokus dengan dunia kuliahnya dan teman - teman barunya.