Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zdenka Moravy
Dua hari kemudian, di sebuah restaurant mewah di dalam mall yang terletak di pusat kota.
David duduk berhadapan dengan Junaedi–relasi baru perusahaannya, membahas proyek kerjasama antar perusahaan. Lisa, yang duduk di samping David, menyimak dan mencatat poin penting dari pembicaraan bisnis tersebut.
Meeting eksternal dengan konsep santai itu memang tak berlangsung lama karena Junaidi datang bersama keluarganya. Kesepakatan bisnis sudah tercapai, dan semua dokumen sudah ditandatangani kedua belah pihak.
Suasana hangat pun mengiringi perpisahan dua orang pemilik perusahaan yang baru saja menjadi rekan bisnis.
“Saya tunggu kabar baiknya segera, Pak David!” pamit Junaedi sambil berdiri. Matanya melirik ke luar restoran, di mana istri dan anaknya yang baru selesai belanja sudah menunggu.
“Tentu, Pak Junaedi!” David membalas jabat erat rekan bisnisnya dan tersenyum puas. “Terima kasih atas waktunya. Salam untuk keluarga.”
Lisa ikut berdiri, tersenyum sopan, dan juga berjabat tangan saat Pak Junaidi undur diri. Setelah itu, ia memasukkan semua dokumen dan alat tulis ke dalam tas sekretarisnya.
Tak lama, keduanya sudah tampak berjalan sambil ngobrol santai di area sekitaran lobi utama mall. Bersiap balik ke kantor karena masih ada beberapa berkas yang perlu ditandatangani David sore ini juga.
Namun, langkah mereka terhenti begitu dua orang wanita memanggil-manggil nama David dengan cukup keras.
“Dave!”
“David!”
“Dave, tunggu!”
David dan Lisa seketika menoleh, dan mendapati Nyonya Priska yang mendekat cepat bersama seorang wanita cantik yang dikenali Lisa sebagai Grace.
“Mami di sini?” tanya David datar, tapi tak terkejut. “Diandra mana? Mami berdua aja sama Grace?”
“Dian ikut pergi kakeknya main golf. Daripada manyun di rumah mami nyalon ples belanja di sini sama Grace,” terang Nyonya Priska gembira. “Kebetulan banget malah ketemu kamu.”
“Ya udah mami lanjut aja belanjanya, aku mau balik kantor!” kata David sambil melihat jam tangan, dan memberikan isyarat pada Lisa untuk jalan.
Melihat tampilan David dan sekretarisnya, beserta map dan tas besar yang dijinjing Lisa, Nyonya Priska kembali bertanya, “Kalian abis meeting sama klien di sini? Udah selesai, kan?”
“Hem,” jawab David singkat.
“Bagus! Tolong antar Grace pulang ya, Dave! Mami mau langsung jemput Diandra. Kasihan dia pasti kepanasan di sana.”
David menghembuskan nafas berat. “Mi, ini kan masih jam kerja. Aku masih harus balik kantor karena–”
Nyonya Priska mengangkat alis, lalu cepat-cepat memotong, “Ini sudah jam empat sore, Dave. Apa perusahaanmu tidak bisa jalan selama satu jam saja tanpa keberadaan pemiliknya?”
Grace menyahut setelah tersenyum setuju, “Aku nggak keberatan nunggu di lobi kantor sampai jam kerja kamu selesai kok, Mas!”
David menatap Grace dengan dahi sedikit berkerut, lalu tatapannya kembali ke wanita yang melahirkannya. “Mi, tadi Grace berangkat sama siapa? Kenapa pulangnya harus aku yang nganter? Aku nggak bisa, aku banyak kerjaan!”
“Grace kan udah setuju ikut kamu ke kantor dulu, Dave!” kata Nyonya Priska. Masih berusaha meluluhkan putranya yang keras kepala dan dingin terhadap gadis pilihannya. “Lisa bisa balik kantor naik taksi, atau telpon sopir kantor buat jemput dia di sini.”
“Nggak bisa begitu dong, Mi!”
“Kalau gitu Grace ikut mobil kamu, masih muat kan ketambahan satu orang lagi?”
“Mami aja yang nganter kalau Grace memang mau ke kantor,” tukas David tak peduli dan mulai tak sabar menghadapi ibunya. “Lisa, ayo kita balik sekarang!”
“Aku nggak nyangka kalau sekretarismu jauh lebih penting daripada aku,” ujar Grace memprovokasi. “Padahal aku disini untuk nemenin mami kamu.”
Lisa menunduk, merasa tak enak harus ada di situasi yang sangat tak menguntungkan. Ia hampir pamit dengan mengatakan akan kembali ke kantor menggunakan taksi, tapi David menyela lebih dulu, dengan suara tajam dan formal.
“Lisa adalah sekretaris saya, dan dia adalah staf yang bekerja secara profesional untuk perusahaan. Saya tidak mencampuradukkan urusan pribadi dan pekerjaan. Lisa harus pulang bersama saya, karena banyak dokumen penting yang dibawa sama dia. Kalau kamu keberatan, silahkan protes sama mami saya!”
Hening selama lima detik. Nyonya Priska memasang wajah tak senang, tapi tak berkata apa-apa lagi. Sedangkan Grace tersenyum masam, tapi dengan tatapan kebencian dan penuh dendam pada Lisa.
“Oke, kalau itu keputusanmu,” ujar Nyonya Priska pada akhirnya.
“Sampai jumpa di rumah, Mi. See you, Grace.”
Tanpa menunggu jawaban, David membalik badan dan melangkah tenang. Lisa mengekor di belakangnya tanpa ada pilihan. Keduanya masih diam hingga mobil David keluar parkiran.
Di perjalanan, Lisa akhirnya inisiatif untuk mengajak bosnya bicara. “Maaf ya, Pak. Gara-gara aku, suasana hati bapak jadi … kurang enak.”
David menoleh sejenak, lalu menggeleng. “Kamu nggak salah, jadi jangan minta maaf. Kamu justru satu-satunya orang yang bersikap benar di situasi tadi. Jujur aku emang agak kesal dengan Grace, dan juga mami. Tapi sudahlah, nggak perlu dibahas.”
Mobil tak bisa bergerak cepat, kota mulai padat dan macet di jam pulang kerja. David mengalihkan pikirannya dengan menyalakan musik klasik untuk relaksasi.
David tampak fokus mengemudi, tapi dari raut wajahnya, Lisa bisa menebak kalau bosnya sedang banyak pikiran. Seperti ada sesuatu yang mengganjal yang ingin diungkapkan, tapi masih dipertimbangkan.
“Lis,” suara David memecah keheningan di antara musik yang mengalun pelan. “Kamu nggak penasaran dengan masa laluku? Statusku?”
Lisa ingin segera menjawab iya karena hal ini sudah ditunggu sejak lama. “Gimana ya, Pak? Aku nggak munafik ingin tau ceritanya, tapi rasanya nggak etis aja. Bagaimanapun, aku cuma sekretaris bapak!”
“Kamu calon istriku, Lisa. By the way kamu tahu kan statusku itu duda anak satu?”
Lisa diam, tak menjawab, tapi siap menyimak.
David mulai bercerita setelah mengambil jeda untuk bernafas panjang dua kali, “Aku pernah menikah. Nama ibunya Diandra … Zdenka Moravy. Kami bertemu di Praha saat ekspansi bisnis perusahaan. Dia seorang model berkebangsaan Ceko. Zdenka Moravy berdarah bangsawan. Konon, ayahnya masih keturunan raja Moravia.”
Lisa tak menyela, hanya mengangguk sesekali dan mendengarkan suara David yang berubah menjadi rapuh dan sedih.
“Ayah Zdenka bekerja sebagai seorang diplomat, sedangkan ibunya pemilik galeri seni terbesar di Cekoslowakia. Saat kami mulai berpacaran, mereka berdua sangat keberatan.”
David mendengus dingin, lalu melanjutkan cerita, “Mereka bilang aku bukan bangsawan. Bukan kalangan yang setara untuk putrinya. Katanya aku ini tak lebih dari seorang pengusaha biasa, meski jabatanku waktu itu sudah direktur utama perusahaan, yang belum lama dilantik!”
Bersambung,
kasihan juga
inget lohh Dapid kek gitu kna pelet? iyak kan?
Awas jngn sampe pelet nya expired kmu yg mati Matian ngejar Dapid wkwkwkwk ( Mahalini) bukan tuhh
ini sesajinya thor..(komen sama likenya thor)
bnyakin up nya ya kk
duh lisss makin dah tuhh berbunga