Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Suasana tegang di ruang tengah makin memanas. Wulan mencoba melepaskan sendiri tangannya dari cekalan Sumitra, bersikap seolah dia tidak tahu apa-apa. Mencoba untuk tetap tenang meskipun detak jantungnya sedang tidak karuan. "Sumitra, jangan mengada-ada! Kau kelewat batas!"
Sumitra menyeringai, tatapannya tajam menusuk Wulan. "Oh ya? Mengada-ada? Benarkah begitu, Ibu mertua?" Menatap sang ibu mertua dengan pandangan sinis. Wulan memalingkan wajahnya enggan untuk bertatapan dengan menantunya yang tiba-tiba berubah sikap.
Sumitra beralih menatap ke arah Tuan Bambang Adiguna, suaminya. "Katakan padaku, Pa! Apakah Papa juga terlibat dalam ini semua?"
Bambang mengerutkan dahi, bingung. "Apa maksudmu, Sumitra? Aku benar-benar tidak mengerti! Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan ini? Kenapa kamu berbicara ngelantur!"
Sambil tetap menatap tajam ke arah suaminya, Sumitra menunjuk Starla dengan jari telunjuknya, suaranya bergetar menahan amarah. "Dia! Dia bukan putri kita! Dia anak hasil perselingkuhanmu dengan Siska! Katakan padaku, Bambang! Apakah kau sengaja menukar putriku dengan anak wanita penggoda itu?!"
Mata Bambang membulat sempurna. Mulutnya menganga lebar namun tak mampu berkata-kata. Kejutan dan ketidakpercayaan terlihat jelas di wajahnya. Apa-apaan ini. Kenapa jadi masa lalunya dengan Siska yang diungkit.
Wulan, dengan cepat berusaha mengendalikan situasi. "Sumitra, kau sudah gila! Kau terlalu banyak menonton drama!" Ia mencoba memanipulasi keadaan, namun Sumitra telah siap.
Sumitra tertawa sinis, suaranya dingin dan menusuk. "Benarkah aku hanya mengada-ada? Bagaimana jika aku bisa membuktikan semua ucapanku benar?"
Dengan tenang Sumitra mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya, dan meletakkannya di atas meja. "Di dalam amplop ini ada bukti DNA yang membuktikan bahwa Starla bukanlah anakku, Bambang. Tetapi Reina, dia lah putri kandungku yang sebenarnya."
Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Mata semua tertuju pada amplop tersebut. Bambang terpaku, wajahnya pucat pasi.
Dengan tangan gemetar pria itu mengambil amplop tersebut lalu membukanya. Mata pria tua itu terbelalak sempurna, membaca huruf demi huruf yang tercetak di atas lembar demi lembar kertas putih itu.
Bambang Adiguna, sangat terkejut dan marah atas tuduhan Sumitra, ingin membantah namun tak mampu. Karena di antara lembaran kertas itu, terdapat fakta jika starla memang benar putrinya namun itu bukan dengan Sumitra.
Wulan tampak ketakutan, topeng kepura-puraannya mulai runtuh. Wanita itu mencoba memutar otaknya, untuk mengeluarkan alibi yang masuk akal.
“Kau pasti merekayasa semua ini Sumitra. Kita memang tidak pernah akur. Aku tahu kau menghormati ku secara terpaksa. Tapi aku tak pernah mengira kau membalas dengan sejauh ini!” tuding Wulan.
Prok
Prok
Prok
Sumitra bertepuk tangan dengan lambat. “Wah, ibu mertua. Wahhh. Kau benar-benar ahli dalam memutar balik fakta. Tapi bagaimana jika aku menghadirkan seseorang yang bisa menjelaskan tentang semua ini?”
Dengan gerakan tenang, Sumitra mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Beberapa saat kemudian, pintu ruang tengah terbuka dan seorang pria muda berjas hitam memasuki ruangan, diiringi oleh asistennya. Pria itu tak lain adalah Baim, yang ternyata memang telah standby di luar gerbang bersama dengan Haikal. Baim datang untuk menepati janji membantu Sumitra mengungkap kejahatan Wulan.
“Tuan Muda Ibrahim?” Tuan Adiguna terbelalak melihat siapa yang datang. Begitupun dengan Nyonya Wulan.
Kehadiran Baim membuat suasana tegang mencapai puncaknya. Wulan, yang sebelumnya masih berusaha berkelit, kini wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar hebat. Ia menyadari kebohongan dan manipulasinya akan segera terbongkar.
Baim hanya mengangkat telapak tangannya menanggapi sapaan tuan Adiguna. Dia sama sekali tidak berniat untuk beramah-tamah. Ia mengangguk kepada Haikal.
Haikal, yang mengerti isyarat itu, segera melangkah maju membawa sebuah berkas dokumen dan membuka laptop yang dibawanya. Satu persatu bukti kejahatan Wulan dipaparkan. Hasil DNA dari berkas dokumen, dan rekaman percakapan rahasia yang ditampilkan di layar laptop, beserta berbagai bukti lainnya—bukti tak terbantahkan yang menunjukkan keterlibatan Wulan dalam konspirasi pergantian bayi.
Bambang terdiam, wajahnya pucat pasi. Perbuatan ibunya benar-benar melukai hatinya.
Di antara mereka semua, Starla, gadis itulah yang tampak paling syok. Matanya berkaca-kaca, bibirnya terlihat gemetar, mendengar kenyataan yang baru saja terungkap. Kenyataan itu bagai palu yang menghantam kepalanya. Dia, putri yang selama ini dimanjakan dan dibanggakan, ternyata dia hanyalah anak dari selingkuhan. Bayangan masa depannya yang cerah tiba-tiba menjadi gelap gulita.
Hanya Reina yang berdiri tegak, tenang, mengamati reaksi setiap orang di ruangan itu. Belum saatnya dia unjuk gigi.
Tuan Adiguna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menangis tergugu. Menunduk dengan siku bertumpu pada paha. Ia benar-benar merasa terpukul. Seketika ingatannya berkelana ke masa silam, pada saat dia baru saja menikah dengan Sumitra. Ia memang seorang pria yang kejam, ambisius, dan gila hormat, Ia memang rakus dan gila harta. Tetapi ia bukan seorang gemar bermain perempuan. Sumitra adalah satu-satunya wanita yang dia cintai.
Namun, latar belakang sosial mereka berbeda membuat Wulan tidak menyukai Sumitra. Menantu pilihan Wulan adalah Siska, putri dari teman sosialitanya. Berulang kali Wulan mencoba menghasut Bambang agar membenci Sumitra. Namun, sama sekali tak berhasil. Melihat Bambang yang begitu teguh membuat Wulan merasa geram, hingga melakukan penjebakan hingga terjadi hubungan satu malam antara Bambang dengan Siska.
Saat itu, Bambang mendapati dirinya terbangun di pagi hari dalam keadaan polos bersama dengan seorang wanita yang tak lain adalah Siska. Bambang benar-benar merasa bersalah terhadap Siska karena mengira bahwa itu adalah kesalahannya. Akan tetapi penyesalan itu hilang ketika suatu hari dia mengetahui bahwa ternyata itu adalah rencana Siska bersama dengan ibunya.
Wulan memaksa Bambang untuk bertanggung jawab dengan menikahi Siska tetapi Bambang bersikeras menolak. Bambang mengancam jika ibunya terus memaksa maka Bambang memilih untuk meninggalkan keluarganya dan hidup miskin bersama dengan Sumitra.
Ancaman Bambang membuat Wulan mundur, sehingga Bambang berpikir bahwa ibunya telah berhenti mengusik rumah tangganya. Siapa sangka ternyata ibunya justru melakukan konspirasi bersama dengan Siska.
“Memangnya kenapa jika Starla adalah putri tidak sah? Dia tetap cucu kesayanganku.” Wulan berseru memecah keheningan. Tiada sama sekali raut bersalah pada wajahnya. “Sampai kapanpun, hanya Starla cucu yang Aku akui!” tegasnya.
“Terserah jika ibu mertua mau menganggapnya cucu kesayangan. Tapi putriku akan tetap menjadi putri utama keluarga Adiguna.” Sumitra berseru tak kalah tegas. Bahkan dengan berani dia bertatapan dengan mata Wulan.
Tuan Adiguna mengangkat wajahnya. Matanya menyorot tajam pada ibunya yang sedang memeluk Starla. Bagaimanapun Starla memang darah dagingnya. Ia juga tak mungkin membuang Starla begitu saja putri yang pernah dia besarkan dengan segenap kasih sayang.
“Ada hal yang masih mengganjal. Aku menggauli Siska saat Sumitra sudah mengandung hampir dua bulan. Bagaimana bisa Starla dan Reina lahir di waktu yang hampir bersamaan?”
Wulan memalingkan wajahnya. Ingin tidak menjawab, tapi sorot mata semua yang ada di sana serasa mengintimidasi nya. “Saat aku tahu Sumitra akan melahirkan, saat itu juga aku meminta Siska melahirkan dengan operasi.
Jawaban Wulan membuat semua orang terbelalak dengan mulut terbuka lebar.
“Mama benar-benar gila!” Teriak Tuan Adiguna. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya. “Bagaimana bisa Mama memaksa seseorang melahirkan sebelum waktunya? Bagaimana jika saat itu terjadi sesuatu pada bayinya?”
“Mama memang gila!” Wulan berteriak tak kalah kencang. “Mama gila karena punya anak pembangkang sepertimu!” Mata wanita tua itu melotot tajam.
“Lalu kemana Siska? Wanita yang Mama banggakan itu, bahkan tak pernah sekalipun muncul untuk melihat anaknya!” Sumitra tiba-tiba dihantui penasaran. Jangan-jangan Wulan sedang menyusun rencana dengan Siska.
Wulan terdiam. Hanya air matanya yang mengalir deras. Menghela napas panjang sebelum kemudian menjawab. “Siska, mengalami pendarahan hebat dua hari setelah melahirkan. Dan dia…” Wulan menggantung ucapannya. Air matanya semakin berderai.
“Di mana mamaku, Oma?” Starla mengguncang tubuh neneknya. Tatapan penuh penasaran tersorot dari matanya.
Wulan serta merta menarik Starla ke dalam pelukan. “Mamamu meninggal akibat pendarahan itu!”
“Apa?? Tidak! Itu tidak mungkin!” Starla berteriak histeris. Sekejap kemudian tubuh gadis itu limbung tak berdaya.
“Starla…!!!”