"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Meganta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Permintaan Arka
Setelah menghabiskan waktu sore bersama, Feby dan Arka langsung kembali ke rumah. Senyuman di wajah cantik Feby terus mengembang sempurna. Di sepanjang jalan, gadis itu terus saja memeluk erat tubuh Arka karena pria itu tidak mengizinkannya melepaskan pelukan sama sekali.
Hari ini, Feby mengenal sisi lain dari Arka yang selama ini tidak pernah ia ketahui. Pria itu ternyata tidak terlalu cuek dan angkuh yang ia pikir. Di balik dinginnya hati seorang Arka William Megantara, ternyata masih ada rasa kepedulian.
"Mas boleh mampir sebentar nggak? Aku mau beli ice cream buat dibawa pulang. Boleh?" Tanya Feby.
Arka tidak menjawabnya dengan kata-kata pria itu hanya menganggukkan kepalanya.
Arka menepikan motornya saat mereka berdua sampai di sebuah super market.
"Mas Arka mau beli ice cream juga nggak?" Tanya gadis itu seraya turun dari motor.
"Tidak" Jawab pria itu dengan singkat.
"Beneran? Nggak mau nitip?" Feby bertanya kedua kalinya.
"Tidak Feb. Saya tidak suka ice cream"
Arka menghembuskan napasnya.
"Pantesan aja hidupnya pahit, soalnya nggak suka ice cream sih!" Ledek gadis itu lalu setelahnya ia langsung melenggang masuk ke dalam super market sebelum ia mendapatkan tatapan tajam dari Arka.
Arka hanya diam membisu mendapatkan ledekan dari gadis kecil itu. Seumur hidupnya ia tidak pernah sekali pun mendapat ledekan dari orang lain. Semua orang yang mengenalnya, pasti akan segan kepadanya. Karena ia adalah seorang CEO muda yang terkenal kejam dan tidak pernah mentolerir kesalahan sekecil apapun dari orang lain.
Namun kali ini berbeda. Semua sifat yang biasa ia tunjukkan di depan semua orang, sirna seketika saat ia bersama dengan Feby. Hanya gadis kecil itulah yang berani bersikap demikian kepada Arka, hanya gadis kecil itulah yang berani merengek kepada Arka, hanya gadis kecil itulah yang berani membuat Arka merasa sangat khawatir.
Tak lama kemudian, Feby keluar dari super market dengan menenteng sebuah kantong plastik putih. Gadis itu berlari menghampiri Arka seraya tersenyum lebar, layaknya seorang anak kecil yang diizinkan oleh ayahnya untuk membeli ice cream.
Arka bergeming menatap senyuman di wajah cantik Feby. Jantungnya berdebar tidak karuan. Ia merasakan desiran aneh di dalam hatinya. Senyuman manis itu, mengingatkannya pada gadis kecil yang ia temui delapan tahun lalu. Senyuman yang selalu terbayang di ingatannya, senyuman yang selalu membuat hatinya berdebar.
"Mas Arka? Kenapa diam saja? Aku udah selesai, ayo kita pulang" Ucap Feby membuat Arka langsung membuyarkan lamunannya seketika.
"Hati-hati naiknya" Kata Arka saat Feby naik di atas jok motor ninja nya.
"Iya Mas tenang aja, aku nggak sependek yang Mas bayangkan kok" Saut gadis itu meskipun ia tengah kesusahan menaikkan jok motor Arka yang begitu tinggi.
"Oh ya?" Balas Arka dengan nada meledek.
"Tuh kan, aku bisa! Naik motor kaya gini mah nggak susah! Soalnya aku kan tinggi. Mas mau tau berapa tinggi badanku?" Cerocos Feby yang sudah berhasil naik. Gadis itu nampaknya begitu bangga dengan keberhasilan itu.
"Berapa?" Tanya Arka.
"Seratus lima puluh lima, kurang dua cm" Jawab Feby.
Arka langsung terkekeh kecil mendengar jawaban itu. "Seratus lima puluh tiga maksud kamu, hmm?"
"Nggak! Bukan seratus lima puluh tiga! Tapi seratus lima puluh lima, kurang dua cm!" Kata Feby tidak terima.
"Itu namanya seratus lima puluh tiga, Feb" Arka berusaha membenarkan jawaban Feby namun gadis itu langsung berdecak kesal.
"Ck! Ya kalo digenapi jadi seratus lima puluh lima dong! kan cuma kurang dua cm aja! Mas bisa nggak sih matematika?! Masa Ceo nggak bisa matematika?!" Sungut gadis itu menyalahkan Arka.
Arka menghelakan napasnya menghadapi sikap Feby. Sudah jelas gadis itu yang salah namun, kenapa justru jadi dia yang disalahkan?
"Baiklah, saya yang salah Feb. Maafkan saya" Ucap Arka pada akhirnya. Jika pria itu tidak mengalah dan terus meladeni tingkah Feby, maka mereka berdua pasti akan pulang saat matahari terbit kembali.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊 ️🕊️...
"Cie-cie... non Feby sama tuan Arka tadi sore habis ngedead ya?" Godaan Mbok Ida kepada Feby dan Arka saat mereka berdua tengah menyiapkan makan malam.
Feby yang tengah mengambil piring langsung tertawa mendengar itu. "Mbok barusan ngomong apa?" Tanya gadis itu.
"Ngedead iya kan? Non tadi sore di ajak ngedead sama Tuan Arka?" Ucap wanita itu dengan logat medok khas Jawa terutama saat mengatakan kata 'Ngedead'.
Hal itu membuat Feby tak henti-hentinya tertawa mendengar Mbok Ida yang berusaha mengatakan kata gaul dalam bahasa Inggris namun dengan versi medok. Namun justru hasilnya membuat kata tersebut malah berbeda arti.
"Bukan ngedead Mbok, tapi ngedate" Ucap Feby.
"Loh, udah ganti toh?"
"Iya Mbok udah ganti... Baru aja kemarin diganti sama menteri pendidikan" Saut gadis itu dengan ngawur.
"Oh gitu ya non... Oh ya, buway dhe wey gimana sikap Tuan Arka pas ngedate sama Non? Dia romantis nggak?"
Feby menepuk langsung jidatnya mendengar itu. Ia sudah membenarkan kata 'ngedead' menjadi 'ngedate' sekarang wanita itu justru mengatakan hal yang lebih parah lagi. Yaitu 'bay the way' menjadi 'buway dhe wey' Feby rasanya ingin menangis!
"Nggak Mbok. Dia sama sekali nggak romantis! Bukannya romantis, malah nyebelin Mbok!" Jawab Feby setengah berbisik.
"Duh yang sabar ya Non. Tuan Arka memang gitu sifatnya dari kecil. Apa ya kalau kata orang zaman sekarang... Oh ya, kol boy! Tuan Arka itu kol boy banget Non!" Ujar Mbok Ida.
Mendengar itu, Feby rasanya ingin menangis sekarang juga! Namun tiba-tiba ia jadi membayangkan omongan Mbok Ida. Wanita itu menyebut Arka kol boy, ia membayangkan sayur kol di hadapannya ini memiliki wajah datar Arka. Pasti anak kecil manapun akan ketakutan saat melihat sayur itu.
"Non tenang aja! Mbok punya banyak kaset India Shahrukh Khan sama Kajol. Nanti Non suruh Tuan Arka liat kaset itu supaya dia bisa belajar gimana caranya jadi pria romantis kaya Shahrukh Khan" Mbok Ida memberikan ide di luar nalar kepada Feby.
'Masa iya Mas Arka disuruh nonton film India? Yang bener aja mbok!' Batin Feby.
"I-iya Mbok makasih..." Jawab Feby seraya mengembangkan senyuman terpaksa.
Tak lama kemudian, setelah makan malam siap, Arka turun dari atas. Pria itu nampaknya baru saja selesai mandi. Arka turun dengan mengenakan kaos oblong berwarna putih. Ia berjalan menghampiri meja makan seraya menyisir rambutnya yang setengah basah ke belakang dengan jari-jarinya.
Feby mematung di tempatnya melihat Arka. Gadis itu bahkan sampai lupa berkedip karena ia terpana dengan ketampanan Arka yang bertambah dua kali lipat saat pria itu mengenakan baju non formal. Wajah tampan Arka terlihat begitu bersih dan segar.
Arka mendekat ke arah Feby yang masih saja berdiri mematung dengan memegang piring di tangannya. Jantung Feby berdebar kencang saat Arka semakin mendekatinya.
Semakin Arka berjalan mendekatinya, semakin ia bisa mencium aroma sabun mandi dari tubuh pria itu.
"Piringnya, Feb" Ucap Arka seraya menunjuk piring yang terus saja di genggam gadis itu.
"O-oh, iya... Maaf Mas" Jawab Feby dengan terbata-bata. Gadis itu langsung melewati Arka begitu saja lalu meletakkan piring di atas meja.
"Kamu kenapa?" Tanya Arka yang entah sejak kapan sudah berdiri tepat di belakang Feby.
Feby menggigit bibir bawahnya karena ia takut Arka mendengar detak jantungnya. Gadis itu langsung menggeser tubuhnya agar sedikit menjauh dari Arka. Namun pria itu justru mengunci tubuh mungilnya diantara meja makan.
"Saya tanya, kamu kenapa?" Arka kembali mengulangi pertanyaannya tepat di telinga Feby. Hal itu membuat Feby langsung merinding seketika.
"A-aku nggak kenapa-kenapa Mas" Feby menundukkan wajahnya untuk menghindari tatapan tajam dari Arka.
Tiba-tiba saja Arka meletakkan telapak tangannya di jidat Feby. Tangan Arka terasa begitu dingin karena pria itu baru saja mandi.
"Badan kamu panas, kamu demam Feb?"
"Bukan badanku yang panas, tapi tangan Mas Arka yang dingin" Kata Feby.
Arka menaikkan satu alis tebalnya. Menatap Feby dengan tatapan ciri khas pria itu. "Kalau badan kamu nggak panas, terus kenapa wajah kamu merah, hmm?
'Ini semua karena anda Tuan Arka William Megantara yang terhormat' Batin gadis itu.
"Aku nggak kenapa-kenapa Mas.
Udah ah, aku laper mau makan" Feby berusaha mencari alasan agar ia bisa lepas dari Arka.
Arka pun mundur beberapa langkah untuk memberikan gadis itu ruang. Feby sontak langsung menjauh dari Arka. Gadis itu berusaha menyelamatkan diri dengan cara membantu Mbok Ida yang tengah mengambil nasi.
"Sini Mbok, biar aku aja" Kata Feby.
"Udah non Feby duduk aja di samping Tuan Arka. Biar Mbok aja yang ngambil nasi" Jawab Mbok Ida seraya tersenyum menggoda.
Sial! Feby rasanya benar-benar kesal dengan senyuman dari Mbok Ida! Karena senyuman itu membuat ia menjadi semakin salah tingkah! Gadis itu pun dengan terpaksa akhirnya menuruti perkataan Mbok Ida. Ia duduk di samping Arka karena pria itu tiba-tiba saja menarik tangannya.
"Silahkan dinikmati makan malamnya Non Feby dan Tuan Arka. Mbok ke dalem dulu ya" Ujar Mbok Ida setelah semua pekerjaannya selesai.
"Mbok di sini aja temenin aku" Feby setengah berbisik pada Mbok Ida sebelum wanita itu pergi.
"Ini kesempatan Non Feby buat meluluhkan hati Tuan Arka! Semangat non! Mbok doain semoga non berhasil! Mbok mau cari kaset India dulu yaaa..."
Bukannya menyelamatkan Feby dari Arka, Mbok Ida justru memberikan gadis itu semangat. Lalu wanita itu pergi begitu saja meninggalkan Feby dan Arka berdua di ruang makan. Rasa-rasanya Mbok Ida seperti memberikannya semangat untuk menjinakkan seekor harimau!
"Ada apa? Kenapa kamu diam saja? Bukankah tadi kamu mengatakan kalau kamu lapar?" Tanya Arka pada Feby yang masih diam.
Mendengar itu, Feby pun sontak tersadar dari lamunannya. Ia segera menyendok kan makanan ke dalam mulutnya. Gadis itu berusaha makan dengan cepat agar nasi di piringnya segera habis dan ia bisa pergi ke kamarnya. Karena ia tidak mau berlama-lama berdua dengan Arka.
Rasanya jantungnya akan meledak jika ia tidak cepat-cepat pergi. Arka menatap Feby yang makan dengan begitu lahap hingga membuat mulut kecil gadis itu penuh.
"Kenapa sekarang Mas Arka yang diam? Makanan nggak bakalan masuk perut kalau cuma didiemin aja" Cerocos gadis itu dengan mulut penuh. Ia sengaja mengatakan hal itu agar Arka berhenti menatapnya. Karena jujur, tatapan tajam dari Arka membuat ia merasa begitu gugup.
"Saya ingin mengatakan sesuatu Feb" Ucap Arka dengan nada yang terkesan serius. Mendengar itu Feby langsung menghentikan kunyahannya.
Arka menatap Feby dengan tatapan berbeda. Seakan ada sesuatu yang ingin pria itu sampaikan kepadanya. Sesuatu yang serius. Feby meletakkan sendok yang tengah ia pegang. Mendapatkan tatapan serius dari Arka, membuat gadis itu rasanya sulit sekali untuk menelan nasi di dalam mulutnya.
"Apa Mas?" Tanya gadis itu setelah berhasil menelan makannya.
"Besok saya akan pergi ke Australia"
Ucap Arka.
Deg!
Tubuh Feby mematung mendengar itu.
"Hah? Australia?" Feby berusaha memastikan apakah pendengarannya ini benar atau salah.
"Ya. Besok saya akan pergi ke Australia untuk urusan bisnis" Arka kembali memperjelas lagi. Hal itu membuat raut wajah Feby berubah seketika. Gadis itu tiba-tiba saja langsung diam setelah mendengar penjelasan dari Arka.
"Jadwal penerbangan saya besok jam delapan pagi" Lanjut Arka.
Kini giliran Feby yang menatap Arka dengan tatapan berbeda. "Kenapa baru ngomong sekarang?" Tanya Feby pada Arka.
"Karena saya rasa, kamu juga tidak akan perduli dengan urusan pekerjaan saya" Jawab Arka dengan dingin.
"Oh, jadi aku tidak berhak tau apapun tentang urusan Mas Arka?" Saut Feby dengan nada kesal. Gadis itu tiba-tiba saja menyudahi makannya. Ia langsung bangkit berdiri dan meninggalkan meja makan begitu saja dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Kamu mau kemana?" Tanya Arka namun Feby tidak menjawab apapun.
"Saya tanya, kamu mau kemana? Saya belum selesai bicara, Feb!" Arka sedikit meninggikan suaranya saat Feby hendak pergi meninggalkannya begitu saja sedangkan pembicaraan diantara mereka berdua belum selesai.
Mendengar itu, Feby pun menghentikan langkahnya. "Aku capek, mau tidur!" Jawab gadis itu.
Feby pun berlalu meninggalkan Arka di meja makan sendirian. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kedua mata yang tadinya hanya berkaca-kaca, kini telah banjir air mata hingga membuat air mata gadis itu jatuh membasahi kasur.
Dadanya tiba-tiba terasa begitu sesak saat ia mengingat perkataan Arka tadi di meja makan hingga membuat tangisan gadis itu semakin menjadi. Tak selang lama, terdengar suara derap langkah kaki. Feby langsung bangkit duduk dan menghapus jejak air mata di pipinya sebelum Arka melihatnya.
Seperti dugaannya, Arka masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap ke arahnya. Pandangan mereka bertemu beberapa detik. Feby langsung membuang pandangannya ke sembarang arah. Jantung Feby berdegup saat Arka berjalan ke ke arahnya dengan kedua tangan yang dilipat di dada.
Sebelum Arka semakin mendekatinya, Feby langsung bangkit berdiri. Di pikirannya hanya ada satu, yaitu ia harus keluar dari kamar ini secepat mungkin. Namun langkah kakinya tertahan, saat Arka tiba-tiba saja menahan pergelangan tangannya.
"Lepasin aku Mas! Aku mau keluar!" Ucap gadis itu.
"Tadi saya belum selesai bicara, kenapa kamu pergi begitu saja?" Tanya Arka seraya terus menggenggam tangan Feby.
Gadis terus berusaha melepaskan genggaman tangan Arka. Namun Arka justru semakin mempererat genggamannya.
"Aku capek Mas, mau tidur" Jawab Feby tanpa berani menatap wajah Arka.
Arka mengangkat dagu Feby agar ia bisa menatap wajah gadis itu dengan jelas. Pria tampan itu diam beberapa detik, mengamati wajah Feby yang terlihat sembab.
"Apakah kamu pikir saya percaya?" Ujar Arka.
"A-apa maksud Mas Arka?" Feby terbata-bata.
"Masih ada jejak air mata di pipi kamu. Saya tau kamu baru saja menangis kan?" Arka menangkup wajah Feby dengan kedua tangannya. Pria itu menghapus jejak air mata di pipi Feby.
Jantung Feby langsung bereaksi mendapatkan perlakuan demikian dari Arka. Namun ia langsung mendorong tubuh Arka agar pria itu menjauh. Meskipun ia sudah melakukannya dengan sekuat tenaga, namun tidak ada pergerakan apapun.
"Saya tidak akan mengizinkan kamu pergi satu langkah pun dari saya, sebelum kamu mengatakan kepada saya kenapa kamu menangis" Ujar Arka dengan tatapan tajam.
"Itu bukan urusan Mas Arka! Mas nggak berhak tau!" Jawab Feby ketus.
Raut wajah Arka langsung berubah seketika.
"Saya berhak tau karena saya suami kamu! Saya berhak atas diri kamu!" Tandas Arka.
Mendengar itu, Feby langsung terkekeh hingga membuat air matanya sampai membasahi pipi cabi gadis itu. Feby menatap Arka dengan kedua mata yang memerah menahan tangisan. Sial! Ucapan dari Arka saat di meja terasa sangat menusuk hatinya! Apakah pria itu tidak sadar bahwa Feby merasa terluka dengan ucapan Arka saat di meja makan?
"Besok saya akan pergi ke Australia Feb. Tapi kenapa kamu malah bersikap seperti ini?" Arka menanyakan itu dengan nada yang melembut.
"Lalu aku harus bersikap bagaimana? Apa yang salah dengan sikapku?" Saut Feby seraya memalingkan wajahnya.
"Apakah aku harus tertawa terbahak-bahak setelah mendengar Mas akan pergi ke Australia besok pagi? Atau aku harus tersenyum gembira? Mas Arka tadi mengatakan kalau aku tidak akan perduli dengan urusan Mas Arka, maka Mas juga jangan pernah memperdulikan aku!" Sambung Feby emosi yang semakin meledak.
"Maafkan saya Feb, saya tidak bermaksud melukai kamu..." Feby langsung bungkam setelah mendengar kalimat itu keluar dari mulut seorang Arka William Megantara.
Arka menghapus air mata di pipi Feby lalu tanpa aba-aba pria itu langsung menarik tubuh Feby dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya. "Malam ini, saya ingin kamu tidur bersama saya" ujar Arka tepat di telinga Feby.
______________________________________