The Betrayal

Restoran xxxxxxxx

Pusat kota.

Bola mata Dru menatap kearah depan, menunggu seseorang yang kata nya akan menemui istrinya, siapa lagi jika bukan Sean. Entahlah apa yang sebenarnya di inginkan oleh laki-laki tersebut dari istri nya tapi laki-laki tersebut mencoba menghubungi Tiffany kemarin dan berkata ingin bicara.

Dan kini dia berdiri di sini untuk menyelesaikan semuanya, membiarkan laki-laki tersebut untuk bicara dengan Sean dan menyelesaikan segala nya.

Sejenak bola mata Dru menatap kearah depan, ketika dia melihat seorang laki-laki masuk dari arah pintu restoran, bisa dia pastikan laki-laki tersebut adalah Sean, bergerak melangkah mendekati sosok Tiffany yang ada di satu ruangan kerja dalam lingkaran yang berbeda dengan posisi di mana dirinya berada.

Dru sejak awal membiarkan mereka berada pada tempat yang tidak sama, ingin melihat apa yang dilakukan laki-laki tersebut dan ingin tahu apa yang akan dibicarakannya pada Tiffany. Dia mencoba untuk memberikan sedikit ruang gerak untuk laki-laki tersebut bersama Tiffany dan ingin melihat apa yang akan mereka bicarakan berdua.

Tiffany terlihat duduk menatap kehadiran Sean yang bergerak mendekati dirinya, makin lama makin merapat hingga akhirnya laki-laki tersebut kini sudah berdiri tepat dihadapan.

Ahhh laki-laki tampan tersebut kini berdiri tepat dihadapan nya, menelisik bola mata Tiffany yang menjelajahi netra nya, gadis tersebut seolah-olah bertanya-tanya apa kesalahannya selama ini hingga Sean memporak-porandakan perasaan nya dan mengkhianati dirinya.

Hingga hari ini hanya kata khilaf yang meluncur dari bibir laki-laki tersebut tanpa ada penjelasan lainnya. Bolehkah dia serakah? dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Sean mengkhianati dirinya dan dia ingin tahu kapan kejadian tersebut berlangsung.

"Kau datang lebih dulu"

Sean bertanya, membiarkan bola matanya menangkap bayangan Tiffany yang ada dihadapan nya, dia merindukan gadis tersebut seperti lautan yang merindukan berbagai macam isi penghuni terindah nya didalam sana.

Alih-alih menjawab, Tiffany lebih memilih mengangguk kan Kepala nya, membiarkan Sean bergerak menarik kursi dan duduk tepat dihadapan nya.

Begitu laki-laki tersebut duduk di hadapannya, seorang pelayan secara perlahan datang dan meletakkan minuman di hadapan mereka, Tiffany menyuguhkan minuman yang disukai laki-laki tersebut, karena dia tahu betul apa yang disukai oleh Sean tiap kali mereka menikmati makan dan minum bersama.

"Aku pikir apakah kamu masih mau datang menemui atau tidak, aku cukup gelisah memikirkan nya"

Ucap Sean pelan.

"Bicara lah langsung pada intinya"

Tiffany menyela cepat ucapan Sean.

Dan kini mereka bicara seperti orang asing yang tidak terlalu mengenal antara satu dengan yang lainnya, seolah-olah mereka baru pertama kali bertemu dan bicara. Meskipun tidak dipungkiri Tiffany masih mencintai laki-laki dihadapan nya tersebut, tapi tidak tahu kenapa setiap kali ingat kehamilan Jessica dan pengkhianatan Sean, bayangan kedua orang tersebut saling berbagi keringat tiba-tiba menyeruak masuk ke kepalanya.

Dia jijik untuk memikirkan nya.

Sean diam sejenak mendengar ucapan Tiffany, dia memejamkan bola matanya untuk beberapa waktu kemudian kembali membuka nya dan bicara.

"Aku tidak pernah berpikir untuk mengkhianati kamu bersama Jessica"

Dan kini Sean mulai bicara.

"Malam itu semua berjalan di luar kendali ku Tiff"

Laki-laki tersebut kembali melanjutkan ucapannya.

"Semua laki-laki pengkhianat bukankah mengatakan hal yang sama? khilaf, tidak berniat berkhianat, malam itu tidak terkendali?"

Tiffany langsung bicara, memotong ucapan laki-laki dihadapan nya itu.

"Bukankah itu menunjukkan betapa rendahnya iman mu, Sean?"

Tiffany langsung kembali bicara, menatap netra Sean dan mencari bahasa dibalik gerakan tangkapan atas ucapan nya.

Saat mendengar ucapan Tiffany, Sean membisu untuk beberapa waktu.

"Dan apa kamu yakin iman Dru jauh lebih baik dari iman ku Tiff?"

Kali ini Sean bertanya balik.

Mendengar hal tersebut Tiffany terlihat mengerutkan keningnya.