NovelToon NovelToon
KEPALSUAN

KEPALSUAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Action / Persahabatan / Romansa
Popularitas:217
Nilai: 5
Nama Author: yersya

ini adalah cerita tentang seorang anak laki-laki yang mencari jawaban atas keberadaannya sendiri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25

Ledakan dari benturan serangan sebelumnya masih menggema di antara gedung-gedung kota.

Getarannya merayap di tulang, merusak keseimbangan. Debu beterbangan, pecahan aspal terlempar ke udara, dan lampu-lampu jalan berkedip seperti jantung yang ketakutan.

Di tengah asap yang menari seperti bayangan hidup, siluet itu muncul.

Ari melangkah keluar… tanpa goresan.

Tanpa noda.

Tanpa napas yang berubah sekalipun.

Rantai-rantai merah muda yang beberapa detik lalu membentuk kubah pelindung menghilang perlahan—seperti asap yang malu-malu meninggalkan tuannya.

Adelia membelalak, wajahnya memucat.

“…Orochi. Maju!”

Orochi merespons tanpa ragu.

Ular raksasa berwarna hitam pekat—panjang lima meter dengan mata merah menyala—melesat bagaikan peluru hidup. Nafasnya panas, tanah bergetar, dan udara bergerak mengikuti tubuh besarnya.

Mulutnya terbuka lebar, menyingkap deretan taring yang cukup besar untuk merobek mobil menjadi dua.

Namun—

CHRAKK!!

Hanya beberapa sentimeter dari wajah Ari, gerakan Orochi terkunci.

Puluhan rantai merah muda muncul dari udara kosong dan dari retakan aspal—semua keluar melalui kabut bulat kecil berwarna merah muda yang berputar pelan seperti portal mini.

“Apa… itu keluar dari kabut?” gumamku tak percaya.

Rantai-rantai itu melilit tubuh Orochi dari kepala hingga ekor, menjeratnya hingga ular besar itu tak dapat menggerakkan otot sekalipun.

Kelvin tidak tinggal diam.

Ia menjejak tanah begitu keras hingga retakan besar merambat ke segala arah.

ZRAAAAK!

Tubuhnya meledak dengan petir biru. Dalam satu kedipan, Kelvin sudah berada di belakang Ari, tinjunya melayang dengan seluruh kekuatannya.

“HAAAA—!”

CRAAANG!

Rantai-rantai merah muda muncul lebih dulu, meletus dari aspal yang retak dan dari gulungan kabut merah muda di udara—seperti celah dimensi yang terbuka sekejap. Suaranya berdentum seperti logam dipukul palu raksasa.

Dalam hitungan pecahan detik, kawanan rantai itu menyerbu Kelvin, bagaikan ular-ular besi lapar yang berebut mangsa.

TEK.

Gerakannya terhenti saat rantai-rantai itu membelit pergelangan tangannya sebelum tinjunya mencapai kepala Ari. Ikatan lain menyambar kaki, lalu melingkari pinggang dan dadanya, mengencang dari segala arah.

Tubuh Kelvin sontak tergantung di udara, kepalan tinjunya membeku hanya beberapa sentimeter dari tengkuk Ari—terpaku seperti patung yang digantung di tengah angin.

“Ugh… SIAL!” seru Kelvin, giginya bergemeletuk karena tekanan rantai di dadanya.

Luna berdiri paling belakang—membeku.

Matanya memantulkan ketakutan yang benar-benar nyata.

“Tidak mungkin… Ini mustahil… Tidak ada peluang menang…” pikirnya, napas tersengal.

Ari mengangkat tangan.

Ia mengarahkannya pada Orochi yang terikat.

“Kau dulu.”

Jari-jarinya mengepal pelan.

KREEEEEEEKKKK—

Rantai-rantai itu mengencang serempak.

Orochi mendesis keras—suara yang menggema dan memantul di dinding gedung. Tubuh besar itu bergetar, sisiknya pecah oleh tekanan.

Adelia menjerit tanpa suara.

“BERHENTI!” teriaknya, tapi terlambat.

Tubuh Orochi—

BLAAGH!!

—pecah berkeping-keping.

Darah hijau pekat menciprat ke udara, menghujani aspal, menghantam wajah Adelia dalam semburan panas. Sisa tubuh Orochi terlempar seperti daging tanpa bentuk.

Adelia langsung memuntahkan darah.

Tubuhnya tak kuat menahan serangan balik dari kontrak pemanggil.

Dia jatuh berlutut, telapak tangan kirinya menghantam aspal untuk menahan diri. Tangannya yang lain menutup mulut yang terus memuntahkan darah segar.

“Adelia!” teriakku, jantungku terasa ditarik ke bawah.

Sisa tubuh Orochi perlahan berubah kabut dan lenyap.

Kelvin mencoba melepaskan diri—memaksakan ototnya, memanggil petir, berteriak—tapi rantai itu tidak bergerak sedikit pun.

Ari berbalik menghadap Kelvin.

Matanya tenang. Datar. Bagaikan hakim yang tak terpengaruh emosi.

“Selanjutnya… giliranmu.”

“He-hentikan…!” suara Adelia pecah dan lemah.

Luna menggigit bibirnya.

Badannya bergetar.

Seluruh ketakutan, seluruh logika yang mengatakan “kabur saja” tak mempan.

Teman-temannya di depan mata sedang disembelih.

Ia menarik nafas panjang.

Lalu memilih.

“Kalau begini… mati pun tak apa,” pikirnya.

Luna menggertakkan giginya. Darah di pembuluhnya bergetar, seperti dipanggil oleh sesuatu yang brutal. Ia mengalirkan energi kutukan ke kedua kakinya, memaksa darah menumpuk dengan tekanan di luar batas manusia.

Detik berikutnya—

BUAKH!

Tubuhnya melesat. Aspal di bawah kakinya pecah, garis merah tipis tertinggal seperti kilatan kilat berdarah. Ia bergerak terlalu cepat untuk diikuti mata biasa. Dalam setengah detik, ia sudah berada di sisi Ari.

Luna mengangkat tangan kanan—

SRET!

Darah memercik keluar dari kulitnya sendiri, namun justru ditarik kembali ke udara. Bentuknya membengkok tajam, memadat seperti besi.

Dalam sekejap, darah itu menjadi SABIT MERAH yang bergetar dengan niat membunuh.

Udara terbelah bahkan sebelum sabit itu bergerak.

“MATI KAU—!”

Tapi mata Ari menoleh pelan.

Seolah Luna bergerak dalam slow motion.

Dan—

KRAKK!!

Rantai muncul, melilit seluruh tubuh Luna: pergelangan, siku, pinggang, kaki, hingga sabit darahnya.

Pergerakannya langsung terhenti.

“Agh—!”

Tepat di sampingnya, Kelvin yang masih terangkat oleh rantai memekik pelan—rantai yang melilit dadanya semakin menekan, menghentikan napasnya sekilas.

Ari memandang mereka bertiga.

Tatapannya datar.

Tanpa emosi.

Tanpa setitik pun belas kasihan.

Di sekelilingnya, rantai-rantai merah muda masih bergetar pelan, seolah menunggu perintah berikutnya.

Kelvin menggantung tak berdaya.

Luna terikat, sabit darahnya membeku di udara.

Adelia berlutut, darah menetes dari bibirnya.

Di tengah keputusasaan itu—

Ari membuka mulutnya.

“Sudah selesai?”

Suara itu tenang.

Terlalu tenang.

Tenang dengan cara yang membuat jantungku terasa berhenti berdetak.

Saat itu aku akhirnya mengerti—Ari bukan sekadar kuat. Dia adalah ancaman yang bahkan para penyihir pun tak sanggup hadapi.

Kutukan bencana… dalam tubuh seorang gadis.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!