NovelToon NovelToon
Di Ulang Tahun Ke-35

Di Ulang Tahun Ke-35

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:38.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ama Apr

Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.

Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.

Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.

Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.

Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.

Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Zhea merasa akan kehilangan kesadarannya jikalau ia tak segera beristigfar dan memejamkan mata. "Nggak ... i-ini gila." Kepalanya menggeleng keras. "Z-Zavier ... d-dia ..." Kata-kata itu terlontar putus-putus, tidak jelas dan tak nyambung. "P-Papa m-meninggal bb-bukan karena jatuh sendiri, melainkan didorong oleh Zavier ..." Kalimat panjang itu terucap dari bibir Zhea, namun tanpa suara. "Ya Allah ... Papa." Napas Zhea kian tercekat. Ia terisak dengan hati yang tercabik-cabik. Seluruh tubuhnya kian gemetar tak terkendali.

Untuk beberapa saat, Zhea hanya bisa menangis. Bingung, linglung dan syok berat.

Ia sungguh tak menyangka jika Zavier tega menghilangkan nyawa ayahnya sendiri.

"Ya Allah ... ya Allah ... apa yang harus aku lakukan?" Setelah beberapa saat terdiam dan hanya bisa menangis, akhirnya suara Zhea keluar, terbata dan  parau. "Ini jelas perbuatan kriminal. T-Tapi aku tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Mama dan Arin jika melihat rekaman ini ..." Benak Zhea berkecamuk, antara melaporkan semua ini atau mendiamkannya saja.

"Walau bagaimana pun juga ... aku harus menunjukkan ini pada Mama dan Arin. Papa harus mendapatkan keadilan, dan Zavier ... dia pantas mendapatkan hukuman." Akhirnya, Zhea mengirimkan dulu semua file-file berisi video panas Zavier ke laptop satunya lagi. Laptop yang dulu sering ia pakai untuk keperluan pekerjaan. Lalu setelah selesai, ia bangkit dari atas ranjang, membatalkan pertemuannya dengan pengacaranya.

Dengan langkah gemetar, Zhea keluar dari kamarnya, menemui sang ibu yang sedang menimang-nimang Zheza.

"Ma, aku pergi dulu ya?"

Zahrani menoleh, "Mau ketemu Om Zola?"

"Nggak, Ma. Pertemuanku dan Om Zola aku batalkan. Aku ada kepentingan yang sangat mendadak."

"Kepentingan mendadak?" Zahrani mengerutkan kening. "Apa, Zhea?"

"Aku belum bisa ngasih tahu sekarang, Ma. Tapi ini penting banget ... dan jauh lebih penting dari perceraianku dengan Zavier. Aku berangkat dulu ya? Titip Zheza sebentar ..."

Zahrani memilih mengiyakan, tanpa bertanya lebih banyak pada putri sulungnya. "Hati-hati. Kamu mau bawa mobil atau naik taksi?"

"Bawa mobil, Ma."

Zahrani mengantar Zhea sampai ke teras depan.

"Zheza ... Mama pergi dulu ya, sayang. Kamu jangan rewel. Baik-baik sama Oma." Sebelum masuk ke dalam mobil, Zhea mengecup kening Zheza. "Assalamu'alaikum!" pungkasnya.

"Wa'alaikumussalam." Zahrani melambaikan tangan.

Di dalam mobil, Zhea terus melirik ke sebelahnya, di mana ada laptopnya yang berisi bukti perbuatan kriminal Zavier. "Pembunuh ..." desisnya mengingat wajah Zavier saat pemakaman Soni. "Pantas saja dia tak berani menyentuh dan melihat wajah Papa untuk yang terakhir kali, ternyata ... inilah alasannya." Sambil mengemudikan mobil, pikiran Zhea tak bisa diam. Berkelana ke sana kemari, menciptakan adegan-adegan ibu mertuanya bersama sang adik ipar yang mungkin akan nyaris pingsan melihat rekaman kamera tersembunyi di laptopnya.

"Ya Allah ... semoga Mama dan Arin kuat melihatnya ..."

Sementara sang pelaku utama, saat ini masih asyik memadu kasih dengan gundiknya.

Tubuhnya dan Elara masih menyatu, dan kini sudah berpindah tempat ke kamar mandi.

Bergulat di bawah air hangat yang mengucur dari shower.

Zavier memaju-mundurkan pinggulnya dengan keras sambil mencengkeram pinggang Elara yang bertumpu ke dinding kamar mandi.

"Babe ... kamu sangat perkasa. Aku terlena, sayang. Kamu ... hebat." Elara meracau dengan suara parau.

"Kamu juga hebat, sayang. Punyamu selalu membuatku ketagihan. Aku beruntung memilikimu. Kau jauh lebih baik segala-galanya dari wanita keras kepala itu ..." Zavier mencabut miliknya, lalu membalik tubuh Elara menjadi menghadapnya. Mendorongnya hingga punggung Elara menyentuh dinding. "Kau bidadariku ... belahan jiwaku." Ia menyerang bibir Elara, dan mengangkat sebelah kaki wanita simpanannya itu, lalu melesakkan lagi pusakanya ke dalam tubuh Elara.

"Aaaahhh ..." Desahan panjang Elara mengudara, saling bersahutan dengan gemericik air dari shower. "Babe ... setelah menikah nanti, aku ingin semua harta yang kamu punya dibalik nama menjadi atas namaku ..." desah Elara di sela ciuman mereka.

"Tentu, sayang. Semuanya akan menjadi milikmu." Zavier melesakkan lidahnya, mengabsen setiap lekuk rongga mulut kekasihnya.

Dalam hatinya, Elara bersorak girang. "Yes! Aku kaya! Aku kayaaaa ...!"

_____

Rindu duduk sendirian di kursi dekat jendela kamarnya. Sinar pagi hanya menyentuh sebagian wajahnya, membuat sembap matanya semakin terlihat jelas.

Tangannya meremas ujung kemeja Soni yang masih menyimpan bau tubuh lelaki itu, samar ... tapi cukup kuat untuk membuat dadanya remuk.

Ia menatap kosong ke luar jendela, tapi pikirannya bising. "Satu hari yang lalu ... kamu masih ada di kamar ini, sayang. Kamu bilang kita akan jalan-jalan setelah Arin wisuda. Tapi ..."

Hening kembali melingkupi kamar, hanya ada isakan.

Rindu menarik napas panjang, namun setiap helanya seperti membawa ingatan yang ingin ia hindari, tetapi justru datang beruntun dan menusuk.

Ingatan tentang Soni yang tertawa ketika menggodanya saat di dapur, pelukan hangatnya dan awal pertemuan mereka sampai akhirnya menikah dan punya dua anak.

Air mata Rindu menetes lagi. "Sayang, kenapa kamu harus pergi secepat ini? Aku sungguh tidak siap. Tidak siap, Mas Soni ..." suaranya pecah, tubuhnya sedikit bergetar.

Ia memejamkan mata, dan mendadak terasa lagi ... dinginnya tubuh Soni ketika ia memeluknya terakhir kali di ruang jenazah. Aroma antiseptik rumah sakit bercampur bau sampo Soni yang selalu sama sejak mereka menikah.

Rindu merasa hampa. Kosong sekali. Seakan semua warna di dunia ikut mati bersama kepergian lelaki itu.

Di atas meja kecil dekat jendela, ada foto Soni yang sedang tersenyum memangku Arin kecil.

Sejak kemarin, Rindu tidak sanggup menatapnya. Ia meraih foto itu perlahan, menatap wajah suaminya yang terlihat sangat bahagia.

Tangisnya pecah lagi ... pelan, tertahan, namun menghancurkan.

"Mas, kok rasanya kayak mimpi buruk yang nggak kelar-kelar ..." bisiknya dalam hati.

Ia memeluk figura itu ke dadanya, seolah mencari sisa kehangatan yang sudah tidak ada.

Di luar kamar, suara keluarga terdengar samar ... bersiap untuk mengurus hari kedua tahlilan. Tapi Rindu masih duduk membeku, seolah dunia bergerak tanpa dirinya.

Untuk saat ini, ia benar-benar merasa sendirian.

Hanya hatinya yang terus memanggil-manggil nama lelaki yang tak akan kembali lagi.

Di lantai dua, yaitu di kamar Arin. Lampu meja masih menyala meski matahari sudah tinggi.

Gadis itu duduk di lantai, bersandar pada ranjangnya dengan lutut ditarik ke dada. Rambutnya berantakan, kausnya kusut, tapi ia tidak peduli. Semalaman ia tidak benar-benar tidur ... hanya berpindah-pindah posisi sambil berharap rasa sesak di dadanya mereda.

Di pangkuannya, ia menggenggam jam tangan hitam milik Soni. Jam yang dipakai ayahnya hampir setiap hari.

Arin memutar jam itu, membaliknya, meraba goresan-goresan kecil yang pernah ia lihat saat Soni memperbaiki motor di garasi. "Pa ... aku belum siap kehilangan Papa," gumamnya lirih, suara serak karena terlalu banyak menangis sejak kemarin.

Ia memandang langit-langit kamar, dan air mata yang sudah mengering di pipinya mulai mengalir lagi.

Ingatan tentang Soni datang dalam potongan-potongan kecil yang menyiksa.

Saat Soni mengajari dia naik sepeda dan Arin jatuh, Soni menggendongnya sambil berkata,

"Anak Papa ini kuat, nggak boleh gampang menyerah."

Saat mereka makan bakso bersama di pinggir jalan, Soni selalu memberikan bakso terakhir ke Arin, padahal itu favoritnya.

Saat Soni pulang malam, meski lelah, ia selalu menyempatkan mencium kening Arin dan bertanya, "Gimana sekolahnya hari ini, Nak?"

Arin menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan tangis yang kembali pecah. Kenangan saat kecil itu terus berdatangan.

"Papa bohong ... Papa janji mau mendampingi aku pas wisuda nanti ... tapi Papa kini malah pergi ..." Setiap kata terdengar patah.

Tatapannya jatuh pada pintu kamar yang tertutup. Dari luar, kadang seperti suara papanya yang memanggil namanya. Lalu tawa Soni dan langkah kakinya yang berat.

Untuk pertama kalinya, Arin merasa rumah ini terlalu sunyi. Sunyi yang menakutkan.

Ia memeluk jam tangan itu ke dadanya seperti memeluk Soni sendiri. "Pa ... Arin kangen ..." Kalimat sederhana itu keluar begitu saja, namun langsung membuat tubuhnya gemetar.

Ia merebahkan kepala ke kasur, menatap kosong ke samping tempat tidurnya ... tempat di mana Soni sering duduk sambil memarahinya pelan jika Arin lupa makan atau pulang terlalu malam saat SMA dulu.

Kini tempat itu kosong.

Arin mengusap matanya dengan kasar, tapi air mata terus jatuh.

Saat ini, ia merasa benar-benar tidak punya pijakan.

Sang papa adalah orang yang sangat berarti baginya. Panutan dalam hidupnya dan lelaki itu selalu memberikan nasihat-nasihat yang berguna, namun kini ... lelaki bijaksana itu sudah tidak ada.

Dan hari terasa masih sangat panjang untuk seorang anak yang baru kehilangan papanya.

Rindu masih duduk di tepi tempat tidur ketika terdengar ketukan pelan di pintu.

Awalnya ia mengira itu ART atau mungkin salah satu keluarga yang hendak mengecek keadaannya. Namun ketukan itu ragu-ragu, seperti seseorang yang takut mengganggu.

"Ma ..."

Itu suara Arin.

Rindu segera mengusap air matanya, walau tanpa cermin pun ia tahu wajahnya sudah bengkak. "Masuk, Nak ..." suaranya lemah.

Pintu terbuka perlahan. Arin muncul dengan mata sembap, rambut berantakan, dan jam tangan Soni masih tergenggam erat di tangannya. Anak itu mencoba tersenyum, tapi bibirnya bergetar.

Tanpa banyak bicara, Arin berjalan mendekat dan langsung memeluk ibunya.

Rindu terkejut sejenak, lalu membalas pelukan itu erat sekali ... seolah ia memeluk sisa-sisa Soni yang masih ada di dunia.

Mereka berdua menangis tanpa suara. Hanya dada yang naik turun cepat dan isakan kecil yang tertahan.

Arin menyandarkan keningnya ke bahu Rindu. "Ma ... aku nggak kuat ..." suaranya pecah, hampir seperti bisikan yang hancur.

Rindu membelai rambut anak bungsunya. Tangannya gemetar. "Maaf ya, Rin ... Mama juga belum kuat ..."

Arin menarik pelan napasnya, mencoba menahan getaran di dadanya. "Papa biasanya yang nyuruh Arin kuat. Tapi sekarang Papa ... Papa ..." Ia tidak sanggup melanjutkan. Air matanya jatuh membasahi bahu ibunya.

Rindu mencium kepala Arin, perlahan, penuh sayang yang juga terluka. "Nak, kita cuma punya satu sama lain sekarang. Kalau kamu jatuh, Mama ikut jatuh. Jadi ... izinkan Mama jadi tempat kamu bersandar, ya? Ayo kita saling menguatkan, sebab kakakmu yang seharusnya menggantikan Papa ... dia malah tak bisa diharapkan."

Arin memeluk ibunya lebih rapat lagi. "Ma ... aku takut ... takut menjalani hidup tanpa Papa. Takut semuanya berantakan. Ditambah Kak Zhea udah nggak sama kita, dan benar kata Mama, kalau Zavier tak bisa diharapkan apalagi diandalkan. Dia terlalu sibuk dengan gundiknya ..."

Rindu mengusap punggung Arin, menahan tangis yang kembali naik. "Keadaan kita memang tak akan sama lagi, sayang. Papa kamu ... dia sudah membawa sebagian hati Mama. Semangat dan separuh napas Mama." Ia menarik napas bergetar. "Tapi selama kamu ada ... Mama masih punya alasan untuk bangun tiap hari."

Arin terdiam lama. Ia menengadahkan wajah, menatap Rindu dengan mata merah dan basah. "Kalau gitu ... aku mau jagain Mama. Mau jagain Zheza. Papa pasti pengen kita tetep bareng."

Rindu tersenyum kecil ... senyum terlemah yang pernah ia buat, namun tulus. "Iya, Nak. Kita bareng-bareng. Kita kuat sama-sama."

Arin menunduk, mencium punggung tangan ibunya dengan penuh hormat. "Arin sayang Mama ..."

Rindu memeluk kepala anaknya lagi.

"Mama juga sayang kamu. Lebih dari yang Papa pernah tahu."

Mereka kembali saling berpelukan, lama, dalam keheningan yang hanya bisa dipahami oleh dua hati yang kehilangan sosok yang sama.

Untuk pertama kalinya sejak Soni pergi, Rindu dan Arin merasakan sedikit saja ... sangat sedikit, bahwa mereka tidak sendirian dalam duka ini.

Zhea memarkirkan mobilnya di halaman rumah mertuanya. Ia turun agak tergesa. Memeluk laptop miliknya.

Di ambang pintu, ia berpapasan dengan Sandi. "Om ..." sapanya sambil mencium tangan kakak mendiang mertuanya itu. "Mama dan Arin ada di mana?"

"Di kamar, Zhe. Mereka belum mau keluar. Kenapa kamu ke sini lagi?"

Zhea meneguk saliva, menimbang ... apakah Sandi harus tahu tentang bukti yang ia bawa, atau jangan dulu.

"Ada hal penting yang ingin aku perlihatkan ke Mama dan Arin." Zhea memilih tak menjelaskan secara detail. "Oh ya, Om ... apakah Zavier ada di rumah?"

Sandi menggeleng pelan. "Dia pergi entah ke mana." Nada suara Soni terdengar kesal.

"Syukurlah." Zhea membatin lega, lalu ia berpamitan untuk menemui Rindu dan Arin.

Saat ia mengetuk pintu kamar, suara mertuanya terdengar parau dari dalam ... seketika langkah Zhea terasa memberat.

Rasa tak tega muncul menyentak dada, namun jika tak buru-buru diperlihatkan ... takutnya bukti itu akan dibantah oleh Zavier.

Pada akhirnya, Zhea memantapkan hati untuk melangkah masuk. "Ma ... Arin ..."

Dua wanita itu menoleh dengan mata berkaca namun semringah.

"Zhea ..."

"Kak Zhea ..."

Zhea berjalan pelan, jantungnya tak bisa tenang.

"Kenapa kamu ke sini lagi? Bukannya kamu mau menemui pengacara?" tanya Rindu sedikit heran.

Zhea menarik napas panjang, membuangnya perlahan. "Ma, Arin ... ada hal penting yang ingin aku tunjukkan. Namun sebelum itu ... aku ingin meminta maaf ... sungguh demi apa pun ... aku tidak bermaksud menambah kesedihan di hidup kalian."

Arin dan Rindu sama-sama mengernyit kening.

"Memangnya apa yang ingin Kak Zhea tunjukkan? Apakah tentang Kak Zavier lagi?" Suara Arin mengalun parau.

"Bukan, Rin. Pokoknya ... kalian harus kuat ya ..." Zhea mengatakan kalimat itu dengan suara bergetar. "Lihatlah ini ..." Dia mengeluarkan laptop dari tasnya, membuka laptop itu dan lekas menyalakan layarnya.

1
Sunaryati
Songsong lembaran baru dengan semangat baru💪💪
Ama Apr: Siapp Kk🫶
total 1 replies
@Mita🥰
ya Alloh thor aku baca novel ini banyak 😭😭😭😭😭 apa lagi pas part zavier menyesal 😭😭😭
Ama Apr: Huhu, makasih kk🫶
total 1 replies
partini
apartemen dulu yg di tinggali jual aja lah lepas semua masa lalu hadapi masa depan
Ama Apr: 🤣🤣🤣 iya banjir bandang weh iuhhh😵
total 3 replies
partini
selicik apapun tuh wanita kalau kamu kuat g tergoda ga bakal terjadi perselingkuhan, kalian tuh duanya salah
Ama Apr: iyap, iman Zavier aja yg lemah
total 1 replies
Irma Minul
luar biasa 👍
rian Away
Oh jangan dulu mati terlalu cepat anak muda 🤭
Ama Apr: harus menderita dulu y😅
total 1 replies
rian Away
AKU YANG AKAN MEMBUNUH MU ELARA
Ama Apr: haha
terima kasih kk
total 1 replies
rian Away
SIGMA
kalea rizuky
tetanggaku meninggal bundir gantung diri beberapa desa di teror rmhku aja di ketuk mpe 3 kali pokok resah bgt dan q tandain klo ngetuk pintu selalu jam 1 malem akhirnya pak ustad yg bantuin itu akhirnya g neror
Ama Apr: ihh kk takut, mna aku baca komennya ini mlm lagi😅
total 1 replies
partini
you can do it zhea ,,hukuman nya berapa tahun ya Thor pembunuh walau tidak di sengaja
Ama Apr: Iya kk, ngeri.

aamiin pasti Zhea dapat pengganti yg lebih baik.

Betul Kk, setelah gelap terbitlah terang🫶
total 3 replies
Erviana Anna
Zhea masihkah ada kesempatan buat Zavier setelah dia menjadi lebih baik lagi,,,? hanya Author yang tau
Erviana Anna: sippp kaka😍
total 2 replies
Daulat Pasaribu
mampus kau pelacur jahannam
Ama Apr: Mantap Kk
total 1 replies
partini
ngeri ya Thor di hotel prodeo
Ama Apr: iya ihh, amit2 y kk
total 1 replies
partini
sukur ga jadi bundir , tetangga ku beda RT dua hari yg lalu budir istri kerja di Bali anaknya baru 4 th
jadi ayah yg baik untuk anak mu apalagi anakmu perempuan hati"loh
Ama Apr: ihh takut kk
total 5 replies
Ma Em
Zavier itulah akibatnya yg selalu mengikuti hawa nafsu dan akhirnya kamu menyesal akibat dari perbuatanmu keluargamu hancur dgn anak dan istri berpisah dan ibu serta adik u sdh tdk mau lagi berhubungan dgn mu lagi , Zavier terlalu percaya bahwa dia akan bahagia bersama gundiknya si Elara ga taunya si Elara cuma mau harta dan uang Zavier doang setelah Zavier hancur malah ditinggal sama Elara perempuan yg Zavier bela mati2an akhirnya membuangnya puas banget .
Ama Apr: Iya Kk
penyesalan selalu datang terlambat 🥲
total 1 replies
partini
wah mau ngapain itu ,, gampang Banggt mau ngilang gitu aja jangan dong Thor biar dia merasakan sakitnya pelan" melihat mantan istri bahagia bersama laki"lain lebih sakit lagi anaknya panggil Daddy ke orang lain Weh Weh
Ama Apr: Tunggu di bab selanjutnya ya😅
total 1 replies
kalea rizuky
aduhh malah bundir makanya klo pelakor menggoda banyak inget perjuangan istri tp laki mahh di sodorin ikan asin kebanyakan g bs nolak 1000 dr laki laki cm ratusan doank yg bisa setia
Ama Apr: 😅 kk kalau ngomong th suka benar.
Perselengkian makin merajalela. Naudzubillahi min dzalik
total 1 replies
Daulat Pasaribu
sizavier imannya gk kuat,hanya karena si elara terjatuh dipangkuannya.uda tergoda.sekarang rasakanlah penyesalannya
Ama Apr: Iya, penyesalan yg menyakitkan
total 1 replies
kalea rizuky
ini sebagai pelajaran wahai suami durjana di luar sana ingat karma g nunggu di akhirat
Ama Apr: betul kk
di dunia pun pasti dibalas, apalagi di akhirat
total 1 replies
partini
nyesek ini Thor ,bagus buat pelajaran ini ,tapi Thor banyak yg nyesel banyak juga yang happy aja kaya ga punya malu para gundik
Ama Apr: iya ih kk, berasa we paling cantik, paling segalanya. Tahunya dia menggoda suami orang dg segenap jiwa raga dan kemampuan, sampai ngangkang berjam2 pun dilakukan🤣
geuleuh
total 5 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!