NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS

ACADEMY ANIMERS

Status: tamat
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Anime / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:203
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Shirayuki Sakura : Shiera Viola

Di sisi lain, di sebuah wilayah bersalju, jauh dari padang rumput tempat Indra tersadar, Shiera tersadar. Ia terbatuk, udara dingin menusuk paru-parunya. Ia tampak bingung, kaget dengan transisi yang tiba-tiba.

.

.

.

.

Shiera memandang sekitar. Hanya ada pohon dan salju, membentang sejauh mata memandang. Suasana yang kuno seperti abad pertengahan juga terasa di sini, berbeda dengan Kerajaan Sakura yang modern. Suasana dingin yang berbeda terasa sangat alami, bukan dingin yang mati, tetapi dingin yang murni dan bersih.

Shiera menggosok lengannya, lalu meraba tangannya. Shiera mengingat ia memegang tangan Kak Indra, saat itu. Rasa hangat tangannya masih terasa, tetapi kini ia hanya menggenggam udara dingin. Kini ia sendirian.

"Indra-sama?" bisik Shiera, mencoba mengumpulkan energinya. Namitha dan Royale tidak ada di sini untuk membimbingnya, tetapi chi kristalnya sendiri tetap murni.

Air mata Shiera mengering. Ia harus kuat. Ia harus menjadi Guardian kristal yang Liini ajarkan.

Namun ia masih teringat dengan wajah Araya terakhir kali, senyum lembut dan janji untuk hidup damai. Shiera merasakan tanggung jawab yang besar membebani pundaknya. Ia harus menemukan Indra.

Shiera bangkit, energi kristal ungu mulai berdenyut di bawah kulitnya. Ia adalah satu-satunya Guardian kristal yang tersisa.

"Aku akan menemukanmu, Kak Indra. Aku janji pada Kak Araya," gumam Shiera, lalu ia mulai melangkah maju, mengikuti naluri chi-nya ke arah yang ia rasakan paling kuat.

.

.

.

.

.

.

Shiera menghela napas, mengumpulkan tekadnya. Mengingat janji pada Araya dan Liini, ia mulai bergerak. Ia akhirnya berjalan menelusuri hutan bersalju, langkahnya menghasilkan bunyi derak lembut di atas salju tebal.

Namun, saat ia mencoba memfokuskan chi-nya untuk melawan dingin yang menusuk, ia merasakan ada yang salah. Ia juga merasa aneh, kekuatan dari Sakura Flurry perlahan tidak bisa ia rasakan, seolah menghilang.

"Apa?" gumam Shiera, panik. Sakura Flurry—sistem magic dan kekuatan inti Kerajaan mereka—kini terasa seperti memori yang jauh, bukan energi yang mengalir di nadinya.

Sesekali Shiera mencoba mensummon katana kristalnya namun gagal. Ia mengulurkan tangannya, mencoba memanggil bilah kristal ungunya, tetapi tidak ada apa-apa, hanya hawa dingin. Kegagalan ini membuatnya terkejut. Kekuatan Guardian kristalnya, yang merupakan bagian dari dirinya, kini lenyap.

Membuatnya kini menggunakan keahlian beladiri dan kendo yang diajarkan para sensei-nya di Sakura Flurry. Tanpa chi atau magic, ia mengandalkan pelatihan fisik dan disiplin yang keras. Ia ingat instruksi Nuita tentang cara menggunakan lingkungan dan ajaran Araya tentang kecepatan.

"Aku masih kuat," bisik Shiera pada dirinya sendiri, tinjunya mengepal. "Aku tidak boleh bergantung pada magic di dunia baru ini. Aku harus hidup, untuk mereka."

Shiera terus melanjutkan menelusuri hutan bersalju. Meskipun kehilangan kekuatannya, tekadnya membawanya maju. Ia harus menemukan Indra.

.

.

.

.

.

.

Shiera terus melanjutkan perjalanannya menelusuri hutan yang diselimuti salju. Setiap langkahnya adalah perjuangan tanpa chi untuk menghangatkan tubuhnya, tetapi ia tidak berhenti.

Ia bergumam tentang dunia baru ini, sebuah kebiasaan yang ia kembangkan sejak kehilangan Liini—berbicara pada dirinya sendiri untuk menjaga kewarasannya.

"Tidak ada chi... tidak ada magic," bisik Shiera, napasnya menghasilkan awan putih tipis. "Dunia ini sunyi. Ini benar-benar... damai. Tapi terlalu damai."

Ia memperhatikan sekeliling. Meskipun tanpa magic, alam di sini terasa lebih murni dan kuat. Pohon-pohon kuno menjulang tinggi, dan binatang-binatang kecil bergerak dengan naluri yang alami.

"Ini dunia yang Kak Araya inginkan," gumamnya, merasakan dingin yang menusuk.

Perlahan ia mulai terbiasa dengan dinginnya. Bukan karena ia mendapatkan kembali chinya, tetapi karena tekadnya yang membeku menjadi sebuah perisai mental. Keahlian beladiri dan daya tahan yang diajarkan oleh para sensei di Sakura Flurry kini menjadi satu-satunya asetnya.

Shiera tahu ia harus menemukan peradaban. Ia harus mencari tahu di mana ia berada dan, yang paling penting, di mana Indra berada. Dengan setiap langkah, ia melepaskan identitas Guardian kristal dan menjadi seorang pejuang biasa yang bertahan hidup.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

....

.

.

Setelah berjam-jam berjalan menembus keheningan hutan bersalju, harapan Shiera akhirnya muncul.

Akhirnya Shiera menemukan sebuah desa, diselimuti lapisan salju. Namun, asap hitam yang tebal membubung di antara atap-atap jerami, dan suara teriakan terdengar jelas. Shiera merasakan lonjakan adrenalin yang sudah lama tidak ia rasakan.

Ia segera bersembunyi dan melihat situasi. Ia merangkak di balik tumpukan batu yang tertutup salju di pinggir desa, mengamati apa yang terjadi.

Di desa tersebut, para bandit menjajah desa itu dengan brutal dan kejam. Para pria desa terlihat tak berdaya melawan sekelompok penjahat bertopeng yang bersenjata pedang kasar dan obor. Rumah-rumah dibakar, dan barang-barang dijarah.

Shiera mengamati bendera yang berkibar di atas salah satu rumah: bendera hitam dengan tengkorak putih—simbol perampok.

"Tidak ada sihir. Tidak ada chi. Hanya kekerasan fisik," pikir Shiera. "Dunia ini damai, tapi manusia tetaplah manusia."

Shiera saat ini hanya bisa melihat situasi sambil mengatur rencana. Naluri Guardiannya muncul kembali, meskipun tanpa magic. Ia mengamati formasi bandit, menghitung jumlah mereka, dan mencari titik lemah.

"Mereka ada delapan orang bersenjata. Mereka mengandalkan rasa takut dan jumlah," gumam Shiera. "Aku tidak bisa bertarung dalam formasi terbuka. Aku harus membagi mereka. Aku harus menggunakan lingkungan."

Meskipun ia telah kehilangan kekuatan kristalnya, ia masih memiliki kecepatan dan disiplin dari kendo dan pelatihan Arch Guardian yang diturunkan oleh Araya dan Nuita.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Shiera menghela napas, dinginnya udara memberinya kejernihan. Ia tahu ia tidak bisa mengandalkan serangan langsung. Ini bukan lagi era Heavy Railgun atau Higanbana. Ini adalah era pisau dan bayangan.

Shiera mulai melancarkan serangan stealth-nya. Menggunakan keahlian bergerak cepat dan tanpa suara yang diajarkan oleh Araya dan Nuita, ia meluncur di balik salju dan bangunan yang terbakar. Mantel tebal yang ia kenakan membantunya berbaur dengan warna suram desa.

Target pertamanya adalah bandit yang bertugas menjaga gerbang masuk, yang terlihat sibuk tertawa sambil memegang obor.

Perlahan ia menyerang bandit yang sedang sendirian dan lengah. Shiera mendekat dari belakang, secepat kilat. Ia tidak memiliki katana kristal, tetapi ia menemukan batu besar yang tajam di dekatnya. Dengan gerakan kendo yang akurat, ia menghantam kepala bandit itu, membuatnya pingsan tanpa suara.

Satu per satu Shiera kalahkan bandit yang terpisah dari kelompok utama. Ia bergerak seperti hantu, menggunakan kegaduhan kebakaran dan jeritan warga sebagai penutup. Satu bandit jatuh karena kakinya terpeleset es yang ia sengaja siram dari genangan air. Bandit lain tersandung tali yang ia pasang di antara dua tong.

Setelah mengalahkan dua bandit lagi, dan mengambil beberapa pakaian mereka. Ia merobek kain gelap dari pakaian bandit untuk menutupi wajahnya dan mengambil belati kasar yang tersembunyi di pinggang mereka.

Kini, dengan penutup wajah dan senjata di tangan, Shiera siap menghadapi kelompok utama. Ia bergerak bukan lagi sebagai Guardian kristal, melainkan sebagai Assassin bayangan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Shiera, kini bersenjata belati dan berpenutup wajah, bergerak menuju bagian tengah desa di mana teriakan paling banyak terdengar. Namun, ia melihat gubuk kecil yang hampir tertutup salju, tampak sedikit lebih aman daripada yang lain.

Saat itu, Shiera masuk ke suatu gubuk. Ia bergerak dengan hati-hati, waspada terhadap bandit yang mungkin bersembunyi. Bau jelaga dan kayu basah memenuhi udara.

Di sudut gubuk, di bawah tumpukan karung, ia melihat masih ada yang selamat dan bersembunyi yang ternyata wanita tua. Wanita itu gemetar, terbelalak karena ketakutan.

Shiera melepaskan kain yang menutupi wajahnya agar wanita itu tidak panik. "Jangan takut, Nenek. Saya bukan dari mereka," bisik Shiera, merangkak mendekat. "Apa yang terjadi di sini?"

Wanita tua itu menatap wajah Shiera, seolah memproses apakah ini malaikat atau Iblis. Setelah melihat mata Shiera yang penuh kekhawatiran, ia sedikit tenang.

Wanita tua itu mulai menjelaskan dengan pelan. Suaranya serak dan gemetar.

"Mereka... mereka adalah Geng Beruang Hitam, Nak. Mereka datang dari Utara setiap musim dingin," kata Nenek itu. "Mereka mengambil semua makanan kami, ternak kami... dan jika kami melawan, mereka membakar rumah kami. Mereka mengincar desa-desa di Lembah Salju sebelum musim dingin terburuk tiba."

Nenek itu menunjuk ke arah pusat desa. "Mereka mencari Lencana Tuan Tanah. Mereka bilang itu bisa membuka gudang penyimpanan musim dingin yang tersembunyi. Mereka akan membunuh semua orang yang tersisa jika tidak mendapatkannya."

Shiera mengepalkan tangannya di balik punggung. Ia mengerti situasinya sekarang: penjarahan biasa, didorong oleh kekejaman dan kebutuhan. Tidak ada sihir, hanya kejahatan manusia.

"Di mana mereka mencari Lencana itu sekarang?" tanya Shiera. "Dan berapa banyak yang tersisa dari Geng Beruang Hitam di luar sana?"

.

.

.

Shiera menajamkan pandangannya, mencerna informasi yang diberikan Nenek. Ia harus bertindak cepat.

"Di mana mereka mencari Lencana itu sekarang, Nenek?" tanya Shiera dengan nada mendesak. "Dan berapa banyak yang tersisa dari Geng Beruang Hitam di luar sana?"

Nenek itu menunjuk dengan jari yang gemetar ke sebuah bangunan besar di pusat desa, yang atapnya ditandai oleh asap tebal.

"Mereka semua di sana, Nak. Di Rumah Tuan Tanah," bisik Nenek. "Pemimpin mereka, si Beruang sendiri, ada di sana. Dia memaksa warga untuk menunjukkan tempat persembunyian Lencana. Aku rasa, ada lima atau enam orang yang tersisa di dalam."

Nenek itu merosot ke karung di bawahnya, air mata mengalir. "Empat yang lain—yang pergi ke gerbang dan gudang—seharusnya sudah kembali. Tapi aku tidak mendengar keributan..."

Shiera mengangguk. Ia sudah memperkirakan itu—empat bandit yang disebutkan Nenek adalah yang baru saja ia kalahkan. Itu berarti sekarang hanya tersisa lima hingga enam bandit yang berada di dalam Rumah Tuan Tanah.

"Baik," kata Shiera, kini suaranya kembali dingin dan logis, seperti saat ia berada di bawah pelatihan Araya. "Dengar, Nenek. Saya akan mengurus mereka. Tapi Anda harus membantu saya."

Nenek itu terkejut. "Saya? Apa yang bisa saya lakukan, Nak?"

"Saya butuh pengalihan. Saat saya masuk, saya ingin Anda memanggil warga yang masih bersembunyi. Jangan melawan. Hanya membuat suara. Kumpulkan mereka di sumur tua di belakang Rumah Tuan Tanah. Paham?"

Nenek itu menatap Shiera, melihat api tekad yang sama seperti yang ia lihat pada Guardian pemberani. "Ya, Nak. Aku akan melakukannya."

Shiera memegang erat belati rampasan, memasang kembali kain penutup wajah. "Saya akan masuk dari atap. Sekarang, Nenek, pergilah ke tempat persembunyian lain dan beritahu mereka untuk bersiap."

Shiera tidak menunggu jawaban, melainkan melompat keluar dari gubuk, melesat menuju Rumah Tuan Tanah, siap untuk konfrontasi terakhir di dunia baru yang damai ini.

.

.

.

.

.

Meskipun rasa takut yang dingin masih ada, kini ia dibayangi oleh tekad. Shiera memulai rencananya, sebuah rencana yang sepenuhnya berasal dari pelatihan keras yang ia terima, bukan dari kekuatan magic.

Kini ia sendiri yang memimpin, membuat keputusan taktis secara mandiri. Tidak ada lagi Araya yang memberikan perintah, tidak ada lagi Nuita yang memberikan chip strategi. Tidak seperti masa lalu selalu dipimpin oleh para gurunya. Kini Shiera sudah mengerti—ia harus menjadi sensei bagi dirinya sendiri.

Shiera perlahan bersembunyi, menggunakan dinding batu dan tumpukan salju untuk bergerak tanpa terlihat. Kecepatan Guardiannya, yang terbentuk dari disiplin, tetap ada, memungkinkannya bergerak secepat bayangan.

Melompat ke atap rumah yang berdekatan, ia menggunakan ketinggian untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik.

Mengintip dari tepi atap ke arah Rumah Tuan Tanah, melihat situasi.

Di dalam, melalui jendela kaca yang buram, ia melihat lima bandit, dipimpin oleh seorang pria bertubuh besar—mungkin sang Beruang. Mereka mengelilingi seorang pria yang gemetar, jelas Tuan Tanah desa itu, menodongnya dengan senjata kasar. Mereka sibuk mengancam, memecahkan perabotan, dan menuntut Lencana itu.

"Sempurna," pikir Shiera. "Mereka terpecah dan teralihkan. Mereka tidak melihat ke atas."

Shiera mengeluarkan belati curiannya, mengukur jarak, dan bersiap untuk serangan vertikal ke dalam Rumah Tuan Tanah.

Tepat saat Shiera bersiap melompat, ia mendengar keributan dari sisi belakang Rumah Tuan Tanah.

Tepat saat itu, sang Nenek melakukan rencananya bersama para penduduk yang selamat. Mereka tidak menyerang, tetapi mulai membunyikan lonceng, memukul panci, dan berteriak, menciptakan kekacauan dan pengalihan yang efektif di belakang rumah.

Para bandit di dalam Rumah Tuan Tanah langsung teralihkan. "Apa itu?! Ada serangan balasan di belakang!" teriak salah satu bandit, berbalik menuju jendela belakang. Sang Beruang, pemimpin mereka, mengumpat dan bergegas ke pintu belakang.

Shiera menyimak situasi dan tersenyum. Nenek itu berhasil. Ini adalah waktu yang tepat.

Saat semua bandit teralihkan, dengan fokus tertuju pada kebisingan di luar, Shiera tidak menyia-nyiakan waktu. Ia melompat ke dalam Rumah Tuan Tanah, menerobos jendela atap yang rapuh dan mendarat dengan gerakan kendo yang lincah di belakang bandit yang paling dekat dengan Tuan Tanah.

Dengan belati curiannya, ia menebas tali yang mengikat Tuan Tanah yang tua. Melepaskan ikatan sang tuan tanah yang tua.

Tuan Tanah, yang terkejut melihat seorang gadis muda berambut perak tiba-tiba muncul dari atap, terbeliak.

Tuan Tanah bertanya siapa Shiera. "Siapa kau?! Apakah kau yang dikirim Raja—"

Shiera dengan cepat memotongnya, matanya tajam. "Saya akan menjelaskannya nanti! Fokuslah pada keselamatanmu!"

Lalu Shiera menyuruh Tuan Tanah keluar dan bergabung dengan yang lainnya di luar. "Cepat! Pergi ke sumur tua! Bergabunglah dengan Nenek! Sekarang!"

Tuan Tanah, yang disuntik keberanian oleh kehadiran Shiera, segera berlari menuju pintu belakang, menambah kebingungan para bandit. Shiera kini sendirian di tengah ruangan, dikelilingi oleh lima bandit yang marah dan teralihkan.

.

.

.

.

Lima bandit yang tersisa, dipimpin oleh Sang Beruang yang kekar, menghentikan langkah mereka saat hendak mengejar Tuan Tanah. Mereka berbalik dengan raungan marah, mata mereka tertuju pada sosok asing berambut perak yang kini berdiri di tengah ruangan yang berasap.

Para bandit berbalik dan masuk kembali ke dalam Rumah Tuan Tanah, menarik senjata mereka—kapak tumpul, pedang kasar, dan tongkat kayu berat. Namun, ia melihat Shiera sendirian sudah bersiap. Shiera berdiri tegak, memegang belati rampasan dengan sikap kendo yang sempurna, siap menghadapi mereka.

Para bandit terlihat marah. Kemarahan mereka karena diakali oleh seorang gadis dan orang tua jauh lebih besar daripada ketakutan.

"Kau?! Kau yang melakukannya?!" teriak Sang Beruang, wajahnya memerah. "Beraninya bocah ingusan sepertimu mengganggu kami! Bunuh dia!"

Pertarungan lima lawan satu dimulai.

Shiera tidak membuang waktu. Mengingat ajaran Araya tentang efisiensi dan ajaran Nuita tentang memanfaatkan formasi musuh, ia bergerak.

Membagi Musuh: Shiera melompat ke sisi meja, memaksa para bandit mengepungnya. Sang Beruang yang besar terhalang oleh dua anak buahnya yang lebih kecil.

Serangan Cepat: Shiera menggunakan kecepatan yang dipelajarinya dari chi (meskipun chi-nya hilang, memori gerakannya tetap ada). Ia menyelinap di bawah ayunan pedang kasar, menusuk kaki salah satu bandit dengan belatinya. Bandit itu jatuh sambil meraung kesakitan.

Menggunakan Lingkungan: Shiera mendorong meja kayu besar, yang roboh dan menjebak kaki dua bandit lainnya. Mereka meronta-ronta, mencoba melepaskan diri.

Kini Shiera hanya berhadapan langsung dengan Sang Beruang dan satu bandit yang tersisa. Ini adalah pertarungan fisik murni, mengandalkan keterampilan dan daya tahan.

Shiera menghadapi Sang Beruang dan satu bandit terakhir. Meskipun chi-nya hilang, pengalaman bertarung di dimensi yang kacau memberinya ketenangan yang dingin.

Shiera kini merasakan tidak ada ketegangan, tidak seperti saat ia melawan Arch Iblis. Ini hanyalah pertarungan antara manusia, dan ia telah dilatih untuk melawan Iblis.

Ia mencoba memprovokasi musuhnya seperti yang dilakukan Araya di Sakura Flurry. Mengingat seringai dingin Araya saat mengolok-olok musuh, Shiera berbicara dengan nada datar dan menghina.

"Apa, kalian cuma bisa mengandalkan tongkat dan kapak? Sangat primitif," ucap Shiera, bergerak mundur dengan gesit. "Jika ini adalah kemampuan 'Beruang' kalian, aku lebih takut pada tupai di musim panas."

Sang Bandit Beruang terpancing dengan mudah. Wajahnya yang ditutupi janggut kasar memerah karena marah. "Dasar bocah sialan! Aku akan mematahkan lehermu!"

Sang Beruang mengayunkan kapaknya dengan liar, meninggalkan celah besar dalam pertahanannya. Bandit yang tersisa mencoba bergerak mengapit, tetapi terhalang oleh amarah pemimpinnya.

Membuat Shiera terkagum dalam hatinya sambil bertarung. "Astaga, Kak Araya benar. Manusia yang marah jauh lebih mudah ditebak daripada Iblis," pikir Shiera. "Taktik ini benar-benar bekerja!"

Shiera menggunakan ayunan kapak Sang Beruang yang lebar sebagai pengalih perhatian. Ia melompat ke sisi, menghindari serangan itu, dan pada saat yang sama, ia menggunakan kaki kirinya untuk menyandung bandit yang mengapit. Bandit itu jatuh ke tumpukan puing, melukai lengannya.

Kini, Shiera dan Sang Beruang berhadapan satu lawan satu, belati melawan kapak.

.

.

.

.

Shiera tahu bahwa Sang Beruang di hadapannya adalah tantangan fisik terberat yang ia hadapi tanpa chi. Ia memutuskan untuk menggunakan semua yang ia pelajari dari dua figur terpentingnya: provokasi dingin Araya dan kecerobohan khas Indra yang sering kali berujung pada genius taktis.

Shiera kini mencoba provokasi bandit dihadapannya seperti Indra, dengan sentuhan humor sinis.

"Wow, Ayunan Kapakmu itu sangat lambat," kata Shiera, melompat mundur dari ayunan kapak yang hampir mengenainya. "Di tempatku, kami menggunakan kapak untuk memotong sayur, bukan untuk mengancam! Kau pasti ketinggalan zaman, Paman Beruang!"

Sang Beruang meraung, kemarahannya semakin tak terkendali. "Diam kau! Mati kau!"

Sesekali seperti Araya, dengan nada yang lebih dingin dan menghina, menargetkan harga diri bandit itu.

"Apa kau tidak malu?" ujar Shiera, nadanya datar. "Enam orang dikalahkan oleh satu gadis yang bahkan tidak membawa pedang layak. Kau menodai nama 'Beruang' dengan kebodohanmu!"

Shiera mencoba semuanya sambil bertarung. Ia mencampurkan gaya kendo defensif yang diajarkan gurunya dengan gerakan akrobatik yang dipaksakan oleh keadaan.

Taktik Indra (Kecerobohan yang Dihitung): Shiera sengaja membiarkan kapak Sang Beruang memotong kayu di dekatnya, menciptakan serpihan yang melompat ke mata bandit itu, mengaburkan pandangannya sesaat.

Taktik Araya (Presisi dan Kejam): Ketika Sang Beruang mengedipkan mata karena serpihan kayu, Shiera memanfaatkan celah itu. Ia bergerak cepat, menusuk belati rampasannya ke titik sendi di bahu Sang Beruang yang tidak terlindungi zirah.

Sang Beruang menjerit kesakitan, kapaknya jatuh dari tangan yang mati rasa. Pertahanan fisiknya runtuh.

Shiera tidak memberinya waktu untuk pulih. Ia melompat maju, menggunakan momentumnya untuk mendorong Sang Beruang hingga jatuh ke lantai yang penuh puing. Shiera berdiri di atasnya, belati diarahkan ke lehernya.

Shiera menekan belati curiannya sedikit lebih keras ke leher Sang Beruang, cukup untuk menghasilkan goresan kecil. Matanya yang tajam menatap pemimpin bandit yang kini berlumuran debu dan darah.

Shiera mengancam bandit Beruang dan menyuruhnya meninggalkan desa. Nadanya dingin dan penuh otoritas, sebuah suara yang didominasi oleh memori Araya.

"Dengar baik-baik, Beruang," desis Shiera, suaranya rendah dan menusuk. "Kau dan semua antekmu yang tak berguna itu akan segera meninggalkan desa ini. Kau tidak akan kembali. Jika aku melihat bayangan kalian lagi, aku tidak akan hanya menggunakan belati. Apakah kau mengerti?"

Ancaman itu terasa seperti Araya di Sakura Flurry—efisien, tanpa emosi, dan menjanjikan konsekuensi yang fatal.

Sang Beruang, yang tadi penuh arogansi, kini merangkak ketakutan di bawah belati Shiera.

"T-tolong, Nona! Kami tidak bisa pergi! Jika kami meninggalkan Benua Glacio, Darius akan membunuh kami semua!" ratap Sang Beruang, matanya memohon. "Dia bilang jika kami tidak membawa Lencana itu, kami akan mati di bawah pedangnya!"

Shiera menarik belatinya sedikit, tertarik pada nama yang baru didengarnya.

"Darius?" tanya Shiera. "Siapa dia? Kenapa dia begitu peduli dengan lencana desa ini?"

"Aku... aku tidak tahu, Nona! Aku hanya dibayar untuk membawa Lencana Tuan Tanah. Dia bilang dia adalah Tuan Penguasa Benua Glacio. Kami hanya disuruh, kami tidak tahu wajahnya! Tolong, lepaskan aku! Kami akan pergi, kami tidak akan kembali!"

Shiera memandang ke sekeliling ruangan. Para bandit yang terjebak kini gemetar ketakutan, melihat nasib pemimpin mereka. Ia tahu ancaman Darius lebih efektif daripada belatinya sendiri untuk memastikan mereka tidak kembali.

Akhirnya Shiera mengikat para bandit itu menjadi satu menggunakan tali kasar yang ia temukan di gudang. Ia memastikan ikatannya kencang, menggabungkan semua musuh yang tersisa dan yang pingsan dalam satu tumpukan yang tak berdaya.

"Kau akan pergi," ujar Shiera, menendang Sang Beruang pelan. "Tapi kau akan pergi ke arah yang berlawanan dari desa ini. Dan jika kau bertemu siapa pun, kau akan mengatakan bahwa desa ini sekarang dilindungi. Sekarang, bergerak!"

.

.

.

.

Beberapa hari berlalu. Setelah mengusir para bandit dan memastikan desa tersebut aman, Shiera membantu warga menanggulangi kerusakan. Warga desa, yang berhutang nyawa padanya, menerimanya dengan tangan terbuka.

Setelah itu, beberapa hari kemudian Shiera menetap di sana. Ia diberi tempat tinggal yang hangat dan makanan yang cukup. Ia dijamu dengan baik terutama sang nenek yang diselamatkannya, yang kini merawat Shiera seperti cucu sendiri, memberinya pakaian hangat dan makanan rumahan.

Meskipun kehidupannya kini damai, Shiera tidak bisa melupakan tujuan utamanya: menemukan Indra dan memahami dunia baru ini.

Suatu malam, Shiera duduk di dekat perapian bersama Nenek.

"Nenek," tanya Shiera pelan. "Aku harus tahu lebih banyak tentang tempat ini. Siapa sebenarnya Darius, dan apa yang terjadi sebenarnya di Benua ini?"

"Ah, Nak. Aku ini hanya orang tua dari desa kecil. Kami hanya tahu bagaimana menanam gandum dan menghindari salju," jawab Nenek itu dengan senyum sendu. "Kami hanya mendengar nama Darius dari para perampok yang datang. Mereka bilang dia Tuan Penguasa, tapi kami tidak pernah melihat wajahnya."

Namun, Nenek itu mencondongkan tubuhnya ke depan, merendahkan suaranya.

"Tapi ada satu orang yang tahu, Nak. Tuan Tanah, Dia sering bepergian dan berdagang ke kota-kota besar. Ia tahu semua yang terjadi di Benua Glacio ini. Jika kau ingin mencari tahu tentang Darius, Tuan Tanah adalah orangnya."

Shiera mengangguk, matanya kembali menunjukkan fokus Guardian. Ia tahu, untuk melanjutkan pencarian Indra, ia harus memahami ancaman yang menguasai dunia baru ini.

.

.

.

.

.

.

Keesokan harinya, Shiera mengunjungi rumah Tuan Tanah. Rumah itu, meskipun sedikit rusak akibat ulah bandit, kini telah dibersihkan dan dipulihkan seadanya. Tuan Tanah, seorang pria paruh baya yang terlihat lelah namun terhormat, menyambutnya dengan rasa terima kasih yang mendalam.

Sang Tuan Tanah menjamu Shiera dengan baik, menawarkan teh herbal hangat dan roti gandum, sebelum mereka duduk di dekat perapian.

Shiera tidak membuang waktu. Ia menatap Tuan Tanah dengan tatapan serius. "Tuan Tanah, saya tidak akan lama. Saya perlu tahu kebenarannya. Apa yang terjadi di Benua ini dan siapa Darius?"

Tuan Tanah itu menghela napas, matanya dipenuhi kesedihan yang mendalam. Sebelum akhirnya mengatakan jika Benua ini awalnya dipimpin oleh Raja dan Ratu yang baik bernama Raja Valerius dan Ratu Leonore.

Tuan Tanah memulai ceritanya, melukiskan gambaran kemuliaan yang hilang:

Raja Valerius adalah sosok yang memancarkan aura kebijaksanaan dan martabat, yang terpancar dari rambut putihnya dan tatapan matanya yang penuh kelelahan namun tetap teguh. Ia pernah memimpin wilayahnya dengan tangan yang adil dan hati yang penuh kasih, hingga sebuah kudeta memaksa ia dan keluarganya hidup dalam pelarian. Bertahun-tahun persembunyian telah mengikis kekuasaannya, namun tidak dengan tekadnya. Ketika putrinya, Lysandra, mengorbankan diri untuk memastikan keselamatannya dan sang Ratu, rasa sakit itu menjadi bara api yang membakar semangatnya.

Ratu Leonore adalah simbol ketabahan dan kekuatan, yang tergambar jelas dari kerutan di wajahnya dan sorot mata yang sarat dengan pengalaman. Sebagai seorang ratu, ia adalah pendamping setia Raja Valerius, berbagi beban dan tantangan dalam memimpin. Namun, saat kudeta terjadi, ia harus menghadapi kenyataan pahit hidup dalam pelarian, terpisah dari putrinya yang ia korbankan demi keselamatan dirinya dan suaminya. Penderitaan itu tidak mematahkan semangatnya, melainkan membuatnya menjadi lebih kuat.

Shiera menyimak dengan saksama. Cerita tentang keluarga Royal yang hancur, pengorbanan, dan pelarian, sangat familiar dan menyakitkan.

Lalu Tuan Tanah menambahkan putri tunggal mereka bernama Putri Lysandra adalah sosok yang memiliki kecantikan dan kelembutan yang menyembunyikan kekuatan dan keberanian luar biasa di balik penampilannya. Dengan rambut biru muda dan mata yang sehangat senja, ia mengorbankan dirinya demi keselamatan kedua orang tuanya saat mereka dikudeta. Ia memilih untuk tetap tinggal di istana, menahan beban dan penderitaan demi memberi kesempatan bagi Raja dan Ratu untuk melarikan diri. Pengorbanannya ini menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Tuan Tanah menundukkan kepalanya, suaranya dipenuhi kebencian. Kemudian akhirnya menjelaskan siapa Darius Volkov.

Dalam kegelapan sejarah, muncul sosok bernama Darius Volkov, seorang panglima kejam yang haus kekuasaan. Dengan rambut merah menyala dan tatapan dingin, ia berhasil mengkudeta tahta Raja Valerius dan menyandera Putri Lysandra. Dikenal kejam dan berdarah dingin, Darius memerintah dengan tangan besi, tak segan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi ambisinya. Bersama lima bawahan setianya, ia menguasai wilayah bersalju itu, menebar teror dan kekacauan.

"Jadi, Benua Glacio ini dikuasai oleh seorang tiran," simpul Shiera, matanya memancarkan tekad. Ia tahu ia tidak bisa hanya bersembunyi. "Dan para bandit yang menyerang desa ini... mereka adalah kaki tangan Darius, mencari Lencana itu untuk menghancurkan harapan yang tersisa."

.

.

.

.

Tuan Tanah itu menghela napas, kekalahan terpancar dari wajahnya. Ia melihat potensi pada Shiera, tetapi pengalamannya mengajarkan bahwa bertindak gegabah hanya akan membawa bencana.

"Nona Muda," kata Tuan Tanah, suaranya dipenuhi kelelahan. "Aku mengagumi keberanianmu, tetapi Darius dan lima bawahannya... mereka jauh lebih berbahaya daripada bandit-bandit itu. Jangan mencari masalah. Kami semua disuruh menunggu. Tunggu saja di sini."

Tuan Tanah juga tidak mengerti kenapa Raja dan Ratu menyuruh mereka semua menunggu waktu yang tepat. "Raja Valerius dan Ratu Leonore memberi kami perintah untuk bertahan hidup dan menunggu 'sinyal' mereka. Sudah bertahun-tahun, Nona. Aku mulai berpikir sinyal itu tidak akan pernah datang."

Tuan Tanah terlihat putus asa. Namun, Shiera, yang memiliki pengetahuan dari dimensi lain, menemukan harapan dalam konsep 'menunggu' ini. Ia mengingat peringatan Bahamut tentang Indra dan Araya versi dunia ini.

"Tuan Tanah, jangan putus asa," kata Shiera, suaranya tegas. "Jika Raja dan Ratu menyuruh kalian menunggu, berarti mereka tahu bahwa kekuatan Darius akan melemah atau ada faktor eksternal yang akan berubah."

Shiera tersenyum tipis. "Percayalah padaku. Akan ada bantuan yang datang. Dan bantuan itu akan datang dari tempat yang paling tidak terduga. Tugas kita sekarang adalah memastikan desa ini aman, dan lencana itu tetap aman."

"Baik, saya akan menunggu. Tapi saya tidak akan diam saja. Saya akan membantu desa ini untuk bersiap. Saya akan menjadi Bayangan di salju. Dan ketika saatnya tiba, saya akan bergerak," kata Shiera, meminjam kata-kata yang pernah ia dengar dari Araya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah pertemuan penting dengan Tuan Tanah, Shiera kembali ke rumah Nenek dengan tekad baru. Ia kini memiliki tujuan yang jelas: beradaptasi, mencari informasi tentang Benua Glacio, dan menemukan cara untuk menemukan Kak Indra dari Kerajaan Sakura yang hilang.

Nenek menyambutnya dengan senyum hangat. Ia telah menghabiskan beberapa hari terakhir menjahit.

Setelah itu Shiera tinggal di rumah sang nenek dan ia dibuatkan pakaian yang sesuai dengan iklim dan gaya Benua Glacio yang kuno. Nenek menggunakan kain tebal berwarna gelap dan membuat jubah berkerudung yang dapat menyembunyikan identitas Shiera saat bepergian.

Shiera terlihat senang melihat pakaian barunya. Pakaian itu praktis, hangat, dan memberinya penampilan seorang musafir atau ranger, sangat berbeda dengan seragam Sakura Flurry-nya.

"Nenek, ini luar biasa. Terima kasih," kata Shiera dengan suara tulus.

Shiera kini mengenakan pakaian barunya yang nyaman. Ia memeriksa dirinya di pantulan air baskom. Rambut peraknya yang panjang terurai, dan matanya memancarkan ketajaman yang baru.

Ia menyentuh kacamata yang selama ini selalu ia kenakan, sebuah sisa dari masa lalunya di Sakura Flurry dan kebiasaan dari pelatihan di Akademi. Namun, ia merasakan ada perubahan signifikan.

Shiera melepaskan kacamata itu dan memandang sekeliling ruangan Nenek.

"Nenek," kata Shiera, membalik-balik kacamata di tangannya. "Aku... aku rasa aku tidak membutuhkan ini lagi."

Nenek yang sedang merajut di sudut ruangan mendongak. "Tidak butuh, Nak? Bukankah itu untuk membantumu melihat?"

Shiera mengangguk. "Ya, dulu. Tapi... saat aku tersadar di dunia ini, rasanya semua sensorku kalibrasi ulang. Aku bisa melihat benang-benang paling halus di rajutan Nenek. Mataku terasa sudah sembuh total. Mungkin karena tidak ada lagi chi yang mengganggu penglihatanku."

Nenek tersenyum, lembut. "Mungkin dunia baru ini memberikanmu hadiah, Cucu. Simpan kacamatamu, sebagai pengingat. Tapi matamu... matamu sekarang setajam elang salju."

Shiera tersenyum kecil, meletakkan kacamata itu di samping ranjang. Ia kini benar-benar memulai babak baru, tanpa beban fisik maupun spiritual dari masa lalunya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Shiera segera memeluk sang Nenek dengan erat. Pelukan itu bukan hanya ucapan terima kasih untuk pakaian, tetapi juga untuk kehangatan dan rasa aman yang Nenek berikan. Setelah kehilangan begitu banyak orang yang dicintai, menemukan kasih sayang yang tulus di dunia baru ini adalah anugerah.

"Kau adalah cucuku sekarang, Nak," bisik Nenek, membalas pelukan itu. "Istirahatlah. Di sini aman. Kau akan menemukan jalanmu."

Shiera melepaskan pelukan itu, senyumnya kini terlihat lebih tenang. Ia mengambil keputusan internal. Shiera hanya ingat Indra dari Sakura Flurry, yang merupakan saudaranya dan Rajanya. Dan ia akan mencarinya dengan perlahan tapi pasti. Ia akan menggunakan semua yang ia pelajari dari Sakura Flurry untuk berbaur, berjuang, dan mencari tahu jejak Kak Indra yang terlempar ke suatu tempat di dunia baru ini.

Ia akan memulai perjalanannya dari Benua Glacio, mencari tahu siapa Darius, dan pada saat yang sama, mencari tanda-tanda kehadiran Kak Indra.

.

.

.

.

.

.

End - Continue to Shirayuki Sakura Universe : Arc Glacio Continent

1
Dòng sông/suối đen
Susah move on
IND: betul 😭😭
total 1 replies
Kaylin
Bagus banget, sarat makna dan emosi, teruskan thor!
IND: akan ada lanjutannya Shirayuki Sakura judul nya nanti
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Duh, seru euy! 🥳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!