(WARNING! banyak **** ***** dan tindakan yang buruk. Harap bijak dalam memilih bacaan dan abaikan buku ini jika membuat pembaca tidak nyaman.) Akira Kei, seorang bocah SMA yang yatim-piatu yang awalnya hidup dengan tenang dan normal. Dia hidup sendirian di apartemen setelah ibunya meninggal saat dirinya baru masuk SMA. Dan impiannya? Dia hanya ingin hidup damai dan tenang, meksipun itu artinya hidup sendirian. Tapi sepertinya takdir berkata lain, sehingga kehidupan Akira Kei berubah 180°. Apa Akira Kei bisa mewujudkan impiannya itu? Atau tidak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amigo Santos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ㅤ
Kei kemudian melepaskan topengnya dan berjalan menuju Sebastian yang duduk ditumpukan tembok yang roboh.
“Bagaimana keadaan di sekitar portal itu, kapten~” tanya Kei sambil menaik turunkan alisnya.
Sementara itu Sebastian langsung memegangi dahinya dan menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya pelan. Memang, sekarang Sebastian sudah diangkat menjadi kapten The Shatter oleh Edric sekitar 3 bulan lalu. Dan itulah awal mula semua anggota The Shatter mulai memanggil Sebastian dengan sebutan ‘kapten’ untuk menggodanya, tapi semakin lama semakin sedikit yang menggodanya kecuali Kei.
“Menurut info yang diberikan Marta sama Alaric sih ramai, soalnya semua monster berkumpul di sana.” Celetuk Rian yang berinisiatif menjawab pertanyaan Kei, karena melihat Sebastian sedang berusaha mati-matian menahan emosi.
Kei yang mendengar itu hanya mengangguk mengerti dan langsung terdiam selama beberapa saat, hingga membuat yang lain keheranan dengan tingkah Kei yang random ini. Karena meski mereka sudah bersama kurang lebih 10 bulan, mereka masih tidak terbiasa dengan tingkah random Kei, kecuali Yuna dan Wilona tentunya.
“Ya udah, kalau gitu gas aja! Kita farming EXP monster-aduiiihh! Kok dipukul sih kak?!” protes Kei yang awalnya penuh semangat tapi sekarang sedang memegangi kepalanya yang kesakitan karena dijitak oleh Yuna, kakaknya.
“Harus berapa kali ku bilang kalau exp monster itu berbahaya, Kei?” tanya Yuna dengan senyum ramahnya yang membuat Kei bergidik ketakutan.
“Y-yaa… soalnya EXP monster itu… nikmat- eh maksudnya bermanfaat untuk pistol ku ini, kak.” Ucap Kei dengan gagap, bahkan sampai salah memilih kalimat karena terlalu tegang di bawah senyum ramah kakaknya.
“Alah, alasan lo doang kali, Kei. Padahal aslinya pengen ngegunain pedangmu itu kan?” tuduh Rian sambil menunjuk ke arah dua pedang katana yang ada di pinggang Kei dengan dagunya.
Atensi mereka kemudian beralih ke arah pedang katana Kei yang masih belum bisa dirinya tarik dari sarung pedangnya, karena penguncinya belum terlepas. Sementara untuk melepaskan kuncian itu harus dengan EXP monster yang di bunuh.
Untuk EXP monster sendiri muncul ketika monster itu di bunuh, hanya saja monster yang memiliki EXP itu jarang muncul. Alhasil Kei sangat jarang menggunakan katana-nya itu dan Kei lebih sering menggunakan pistolnya yang sudah di upgrade oleh Edric, itu karena sekarang pistol Kei bisa menyerap energi Solus Seed tanpa batas sehingga Kei bisa dengan bebas menembak kapanpun yang dia mau.
“Kok tau sih?” ucap Kei sambil menoleh ke arah Rian dengan tatapan curiga.
“Ya kan pedangmu itu jarang bisa kau gunakan, terus waktu kau gunakan kau terlihat sangat gembira dan sangat senang. Ditambah di sekitar portal katanya banyak monster yang berkumpul, nah itu tidak menutup kemungkinan kalau di sana pasti ada beberapa monster yang memiliki EXP.” Ujar Rian yang sudah tau gelagat Kei.
“Nah! Aku baru pake ni pedang dua kali anjir! Mana cukup dua kali doang bjir.” Ucap Kei yang sebal karena baru bisa memakai pedangnya dua kali.
Oh, dan monster yang memiliki EXP baru ditemukan oleh pemburu yang lebih berpengalaman sekitar tujuh bulan yang lalu. Jadi EXP monster ini masih di teliti oleh para ilmuan, dan hasilnya adalah EXP monster berbahaya jika diserap langsung oleh manusia tapi aman jika di serap melalui senjata khusus, seperti katana milik Kei. Dan senjata yang menyerap EXP monster akan menjadi sangat tajam dan kuat, tapi kekurangannya adalah senjata itu tidak bisa digunakan jika kekurangan EXP, itulah mengapa Edric memberikan senjata seperti itu kepada Kei dengan tujuan untuk mengajari Kei bersabar.
“Ya udahlah… gas ae yok!” ujar Sebastian sambil beranjak dari tempat duduknya dan mulai menghibungi Marta serta Alaric, “Marta, beritahu Alaric kalau kita akan menyerang. Kami akan segera sampai kesana dalam dua detik.”
Tanpa menunggu jawaban dari Marta, Sebastian dan yang lain langsung menghilang dari reruntuhan gedung tadi, kecuali Kei.
“Ditinggal lagi gweh bangke.”
Kei kemudian berjalan keluar dari reruntuhan gedung itu sambil memakai kembali topengnya. Saat Kei keluar dari gedung itu, dirinya dibuat terkejut oleh pemandangan yang ada di depannya.
‘Apa… bagaimana bisa masih ada orang lain di tempat ini?’ tanya Kei di dalam benaknya sambil mengerutkan dahinya dan berjalan menghampiri dua orang yang memunggunginya.
“Permisi… apa kalian tersesat?” tanya Kei yang sedang berjalan ke arah dua orang itu.
Dua orang itu berbalik ketika mendengar suara Kei dan menatap Kei dengan tatapan tajam dan aura di sekitarnya seperti bukan manusia pada umumnya, dan hal itu membuat Kei melompat mundur dan langsung mengeluarkan pistolnya.
Tapi belum sempat Kei menodongkan pistolnya ke arah dua orang itu, Kei langsung merasa tangan kanannya yang memegangi pistol terasa kebas. Saat Kei menoleh ke kanan, dirinya mendapati tangannya sudah terputus dan sudah terjatuh di tanah.
“Eh…?”
Belum selesai Kei menatap tangan kanannya yang tergeletak, salah satu otang tadi melesat dengan kecepatan penuh ke arah dirinya, dan saat Kei menoleh, semuanya sudah terlambat… karena sebuah tangan menusuk tepat dari ulu hatinya dan menembus ke punggungnya.
Kei memperhatikan tangan orang yang menusuknya dengan tatapan tak percaya hingga dirinya mulai merasakan rasa nyeri dan darahnya mulai mengalir ke tanah dan menggenang di sana, serta lututnya yang tiba-tiba terasa lemas.
Kaki Kei sudah tidak kuat lagi sehingga dirinya terjatuh dengan berlutut sementara tangan orang yang menusuknya masih tertancap di tubuhnya. Dan saat Kei menatap orang yang menusuknya, Kei di buat terkejut karena orang yang menatapnya bukanlah manusia pada umumnya, tapi sesosok yang menyerupai manusia.
“Apa orang ini yang menjadi incaran kita, kak Amara?” tanya sosok yang menusuk Kei dengan tangannya.
Sementara sosok yang ditanyai berjalan menghampiri tangan kanan Kei yang terputus dan mengambilnya. Sosok itu mulai memperhatikan tangan kanan Kei sebelum membuangnya seperti membuang sampah.
“Tidak. Dia tidak memiliki tato di punggung tangan kanannya.” Jawab sosok yang di panggil Amara oleh sosok yang menusuk Kei.
“Yahh… salah sasaran dong. Mana udah ku buat donat pula.”
“Itu salahmu sendiri, Tina, ya udahlah ambil aja inti Solus Seed nya.”
Sosok yang di panggil Tina kemudian mengangguk dan mulai memejamkan matanya sebelum kembali membuka matanya dan menatap Kei dengan tidak percaya.
“Orang ini… tidak memiliki Solus Seed.” Ucap Tina tanpa menarik tangannya dari tubuh Kei.
Mendengar itu, Amara langsung menoleh dan menatap Kei dengan mata terbelalak sebelum menyeringai mengerikan. Amara berjalan mendekati Kei dan menariknya supaya terlepas dari tusukan Tina.
Saat tangan Tina terlepas, darah segar mengalir deras melalui lubang yang di bentuk oleh Tina di ulu hati Kei.
“Nasibmu sungguh malang, manusia…” ucap Amara sambil memeluk Kei sambil mengusap lembut rambutnya, “karena itu, aku, Dewi Amara dengan murah hati akan memberimu ini.”
Amara mulai mengeluarkan sebuah mutiara berwarna ungu gelap dan setitik cahaya di tengah mutiara yang berukuran seperti bola pingpong, kemudian memasukkannya ke dalam tubuh Kei melalui punggungnya yang berlubang.
Saat mutiara itu sudah ada di dalam tubuh Kei, perlahan tubuh Kei mulai menyembuhkan luka tusukan dari Tina dan tangannya yang terputus mulai tumbuh kembali. Tapi, sebuah tato dengan dua katana menyilang dengan warna ungu muncul di punggung tangan Kei dan kembali menghilang setelah muncul sesaat.
“Kak… inti itu kan…” ujar Tina dengan sedikit gugup karena baru menyadari mutiara apa yang di berikan oleh Amara kepada Kei.
“Iya… aku akan menunggu anak ini sampai di sana dan terlahir kembali menjadi sosok yang…” ucapan Amara terhenti ketika menyadari ada sesosok yang menuju ke arahnya dengan sangat cepat, “kita kembali dulu, Tina.”
Tina hanya mengangguk saja karena dirinya sudah tau Kei akan terlahir kembali menjadi sosok yang seperti apa. Dengan itu mereka berdua menghilang dari sana dan membiarkan Kei tergeletak di tanah dengan luka dan tangan yang sudah kembali pulih.
Yuna dengan Wilona sampai tak lama kemudian berssama dengan Sebastian. Saat mereka melihat Kei tergeletak tak berdaya di tanah dan ada genangan darah di sekitarnya, mereka bertiga langsung menghampiri Kei dan memeriksa keadaannya. Setelah mereka memastikan kalau tidak ada luka apapun, Sebastian menggendong Kei di punggungnya dan membawanya ke tempat yang lainnya berkumpul dengan Yuna dan Wilona mengikuti dari belakang.