NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / Menikahi tentara
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Malam tiba, tetapi ketegangan di rumah Adnan tidak mereda. Setelah makan malam, Adnan mengurung diri di kamarnya. Insting lamanya sebagai pensiunan polisi meyakinkannya bahwa kebohongan di wajah Jhonatan, Alvino, dan Alif terlalu besar.

"Ada apa sebenarnya, aku tidak bisa tinggal diam." Adnan bertanya-tanya sendiri,Nia cukup penasaran.

Akhirnya Adnan mulai menghubungi koneksi lamanya, teman-teman lama di Mabes Polri dan beberapa wartawan di Jakarta. Ia tidak meminta detail bisnis, melainkan detail tentang skandal sosial yang mungkin melibatkan perwira TNI. Ia ingin tahu fakta di balik kecemasan mereka.

Setelah beberapa jam, ponsel Adnan berdering. Sebuah pesan masuk, berisi tautan ke sebuah berita yang dibagikan secara besar-besaran di berbagai platform.

Adnan menekan tautan itu. Matanya terpaku pada judul yang menusuk: "TEREKAM! Wanita Misterius Diduga Menggoda Perwira TNI AD Kaya Raya untuk Membatalkan Pertunangan Sang Perwira." Di bawahnya, terpampang foto Aresa duduk di kafe bersama Jhonatan. Foto yang polos dan kaku, kini dibingkai dengan narasi fitnah yang keji.

Wajah Adnan mengeras. Amarahnya memuncak, bukan karena putrinya bergaul dengan perwira, melainkan karena putrinya difitnah dan dipermalukan. Ia tahu, fitnah viral di media sosial ini bisa merusak nama baik yang ia jaga selama bertahun-tahun di lingkungan pesantren. Jhonatan tidak hanya membawa masalah, ia membawa aib.

"Ini tidak bisa dibiarkan, Putri kecil ku kalian permalukan dengan berita murahan seperti ini" lirih Adnan dengan marah.

Adnan menyingkirkan ponselnya. Ia memutuskan untuk tidak menghadapi Jhonatan malam ini. Amarahnya terlalu besar, dan ia membutuhkan strategi.

****

Di kamarnya, Jhonatan tidak bisa tenang. Ia menerima laporan dari Arian bahwa upaya menghapus berita di media sosial berjalan lambat, setiap satu tautan yang diturunkan, sepuluh tautan baru muncul.

Rasa bersalah menghantuinya. Aresa, wanita yang memilih tinggal di Spanyol demi mengembangkan karirnya sebagai ahli data, kini harus menghadapi konsekuensi dari masalah perjodohan Jhonatan. Ia merusak semua itu demi kenyamanannya sendiri.

"Maafkan aku Res, tak seharusnya aku berbohong waktu itu" gumam Jhonatan panik.

Jhonatan berjalan mondar-mandir. Ia harus jujur pada Adnan sebelum kebohongan Alvino terungkap, tetapi ia takut melihat kehancuran di mata Aresa saat mengetahui berita tentang dirinya sebagai wanita penggoda terungkap.

Tak lupa ia juga menelpon Jessica, ia ingin kakaknya tahu masalah ini. Dan semoga saja sang kakak bisa membantunya.

"Hallo kak"

"Iya Nat, kenapa?" tanya Jessica penasaran.

"Kakak udah lihat berita tentang aku?"

"Udah, kenapa bisa sampai seperti itu." jawab Jessica sedikit penasaran.

"Aku tidak tahu kak, tolong bantu aku meredam berita itu. Aku nggak mau nama Aresa jelek di mata publik" ujar Jhonatan tegas.

"Iya, kamu kabari terus kedepannya, kakak akan mengabari pengacara kita" jawab Jessica bijak.

"iya kak aku tutup dulu" Jhonatan langsung mematikan teleponnya.

****

Tepat pukul setengah dua malam, saat rumah sudah senyap, Jhonatan mendengar pintu kamar Aresa terbuka pelan. Ia segera keluar. Ia menemukan Aresa sedang berdiri di teras lantai dua, memandangi kompleks pesantren yang gelap.

"Res? Belum tidur?" panggil Jhonatan.

Aresa menoleh. "Belum. Kapten, Saya merasa aneh. Udara di rumah ini terasa berat, tidak seperti biasanya."

"Itu semua karena aku," bisik Jhonatan, mendekat. "Aku yang membawa beban itu ke sini."

Aresa tidak menyangkal. Ia berjalan ke kursi panjang di teras, duduk, dan menepuk tempat di sampingnya. "Duduk, Kapten."

Jhonatan duduk, merasakan kelelahan membebani bahunya.

"Saya tahu Anda sedang tertekan," kata Aresa, suaranya lembut. "Saya terbiasa melihat ketegangan tim saya ketika balapan sedang berlangsung di Paddock . Masalah yang Anda hadapi pasti sangat personal."

Aresa kemudian melakukan sesuatu yang spontan. Ia meraih tangan Jhonatan, menggenggamnya erat, memberikan sentuhan dukungan yang jauh lebih nyata daripada kata-kata. "Tidak peduli seberat apa pun beban data yang saya analisis, saya tahu saya bisa pulang. Anda juga harus bisa pulang, Kapten. Jangan biarkan beban itu merusak Anda."

Jhonatan merasakan sentuhan Aresa. Kehangatan yang menjalar dari tangan Aresa seolah meredakan semua amarah dan ketakutannya. Ia menatap Aresa, tatapannya penuh rasa bersalah.

"Res, dengar aku. Aku... aku dalam masalah yang sangat besar. Dan karena kamu ada di dekatku, kamu dalam bahaya. Bahaya yang akan merusak namamu," ucap Jhonatan, suaranya tercekat. "Aku minta maaf."

Aresa menggeleng. "Saya tidak takut bahaya, Kapten. Tapi saya takut melihat Anda kalah. Anda tidak terlihat seperti perwira yang bisa memecahkan masalah. Anda terlihat seperti orang yang sedang kalah perang."

"Mungkin memang begitu," ucap Jhonatan ragu. "Aku takut karena aku sudah berjanji pada Ayahmu, dan sekarang aku akan melanggar janji itu. Aku takut melihat konsekuensi masalahku pada kehidupanmu yang sudah tenang ini."

Aresa tersenyum tipis. Untuk mengalihkan beban Jhonatan, ia mulai berbicara tentang hal-hal random yang jauh dari masalah mereka.

"Tahu nggak, Kapten? Di Spanyol, saat pekerjaan saya sedang banyak banget, bukannya mengerjakan malah saya lebih suka pergi makan paella, hanya untuk menenangkan diri," cerita Aresa, suaranya tenang. "Itu konyol. Tapi suasana di sana benar-benar beda. Kota tua itu sangat ramai, tapi rumah saya tenang. Seperti kampung di sini, terus saya juga entah kenapa suka banget sama churros, tapi di makannya pakai saus sambal."

Jhonatan mendengarkan cerita Aresa. Cerita yang ringan tentang paella dan churros itu terasa seperti penawar racun. Tanpa ia sadari, rasa lelah, rasa bersalah, dan tekanan yang ditanggungnya selama berminggu-minggu akhirnya melumpuhkannya.

Jhonatan perlahan menyenderkan kepalanya di bahu Aresa.

Aresa tertegun sejenak. Ia merasakan berat kepala Jhonatan, dan ia tidak bergerak. Ia membiarkan Kapten yang kaku dan gagah itu menemukan sedikit sandaran dalam kegelapan. Ia melanjutkan ceritanya tentang bagaimana susahnya mendapatkan data akurat dari satelit lama, sementara tangannya yang satu masih menggenggam erat tangan Jhonatan, memberikan dukungan tanpa syarat.

Mereka tetap di sana sampai udara subuh mulai menusuk, berbagi keheningan yang intim dan jujur.

****

Keesokan paginya, setelah Sholat Subuh berjamaah, seluruh keluarga berkumpul untuk sarapan. Suasana di meja makan terasa luar biasa dingin.

Adnan duduk tenang di kursinya. Ia sudah tahu seluruh kebenaran. Ia sudah melihat berita fitnah viral itu. Namun, ia tidak bicara. Ia hanya memancarkan aura es.

Jhonatan, Alvino, dan Alif duduk kaku. Mereka tahu, keheningan Adnan lebih menakutkan daripada amukan.

Hera menyajikan teh hangat. "Jhonatan, minum tehnya. Semalam tidak tidur ya? Wajahmu pucat."

"Terima kasih, Bu," jawab Jhonatan, suaranya tertahan.

Aresa duduk di antara Hera dan Jhonatan. Ia mulai menyendok kan nasi goreng untuk Jhonatan. Aresa, yang sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sudah menjadi topik hangat di media sosial, hanya bersikap normal.

"Mas, jangan lupa nanti siang kita harus ke kebun belakang. Pisangnya sudah matang," ujar Aresa pada Alvino.

"Iya, Res," jawab alvino, matanya cepat-cepat beralih dari ponselnya yang tersembunyi.

Jhonatan menatap Aresa. Ia melihat ketenangan yang harus ia lindungi. Ia melihat kebaikan yang tidak pantas dihancurkan oleh fitnah murahan. Ia tahu, Adnan sedang mengawasinya.

Adnan mengangkat cangkir tehnya, menatap lurus ke Jhonatan. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi pesannya jelas: Aku tahu segalanya.

Jhonatan kini tahu bahwa ia harus memilih: mengakui semuanya pada Adnan dan siap dengan murkanya, atau membiarkan Adnan mengungkapkan kebenaran viral itu di depan Aresa sendiri.

1
Embhul82
💪 semangat 👍
Embhul82
menarik Thor
yu kak saling sapa mampir beri dukungN ke karyaku juga
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat
rokhatii: hehe tunggu aja kak🤭. konfliknya santai kok
total 1 replies
aisssssss
💪
aisssssss
👍
rokhatii
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!