Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Pesan Yang Ditunggu
Pesan Yang Ditunggu
“Selamat datang, Tuan Julian.” Bu Narsih, wanita paruh baya yang sudah hampir belasan tahun bekerja sebagai kepala pelayan di kediaman keluarga Smith itu, menyapa dengan penuh hormat begitu tuan mudanya menginjakkan kaki di kediaman orangtuanya setelah beberapa tahun turun pindah dari kediaman itu.
“Apa kabar, Bu Narsih?” Sembari berjalan masuk, Julian menyunggingkan senyumnya.
Hampir lima tahun ia tinggalkan, kediaman keluarganya ternyata tidak banyak yang berubah. Semua interiornya masih sama seperti sewaktu ia tinggalkan.
“Baik, Tuan. Tuan muda mau minum apa, biar saya siapkan,” tawar Narsih.
“Tidak perlu, Bu Narsih. Aku tidak haus. Oh ya, Ayah di mana?”
“Di halaman belakang, Tuan. Sedang bersama Pak Ridwan.”
“Oh, ya sudah.”
Di rumahnya sendiri Julian tidak perlu mencari di mana letak halaman belakang. Kakinya langsung melangkah ke sana melewati beberapa ruangan yang cukup besar.
Di halaman belakang yang cukup luas dan asri dengan banyak ditanami berbagai jenis bunga serta dilengkapi dengan sebuah kolam renang itu, Kevin sedang berbincang dengan Ridwan, salah satu orang kepercayaannya di Royale Group.
Perhatian Kevin dan Ridwan langsung teralihkan begitu melihat kedatangan Julian.
“Halo, Ayah. Bagaimana kabar, Ayah?” Julian langsung memeluk Kevin begitu ia dekat. Lalu melepas pelukan dan berganti menyalimi Ridwan.
“Ayah sudah lebih baik sekarang,” kata Kevin seraya tersenyum bahagia.
“Waaah ... Lama tidak bertemu, kamu semakin gagah saja. Kamu sendiri bagaimana kabarmu, Julian?” tanya Ridwan, pria paruh baya yang sudah seperti keluarga sendiri. Karena sudah hampir puluhan tahun ia ikut bersama Kevin, bekerja keras membesarkan Royale. Itu sebabnya mengapa Ridwan menjadi salah seorang yang paling dipercaya Kevin menjalankan perusahaan selama Kevin terbaring di rumah sakit.
“Aku baik, Pak Ridwan.”
“Oh ya, katanya kamu akan menikah. Waaah, selamat ya. Siapa sih gadis yang beruntung itu?”
Julian hanya tersenyum. Kabar itu sudah pasti didapat Ridwan dari orangtuanya sendiri.
“Ini yang sedang kami bahas sekarang. Selain tentang penunjukanmu untuk menantikan posisi Ayah, juga tentang pernikahanmu. Apakah sebaiknya pernikahanmu dilaksanakan setelah kamu menjabat sebagai CEO, atau sebelum itu. Ini yang sedang menjadi pertimbangan kami sekarang,” ujar Kevin.
“Apa aku boleh memilih?” tanya Julian.
“Silahkan, Nak Julian,” jawab Ridwan.
“Apabila hal ini tidak akan menjadi hambatan untuk jabatan yang sedang menantuku, aku ingin pernikahannya dilangsungkan lebih dulu. Aku punya alasan dan beberapa pertimbangan untuk itu. Itupun jika Ayah tidak keberatan.”
Julian memang harus mendahulukan keselamatan Alexa. Jika pernikahannya segera dilangsungkan, maka hal itu bisa menyelematkan nama baik Alexa yang tengah hamil diluar nikah. Saban hari perut Alexa akan bertambah besar. Jadi, semakin cepat pernikahan itu dilangsungkan akan semakin baik.
“Bagaimana, Pak Ridwan?” Kevin bertanya, menoleh pada Ridwan.
“Kok, malah tanya saya, Pak Kevin. Julian kan putra semata wayang Pak Kevin. Setiap orangtua sudah pasti ingin mendahulukan kebahagiaan putranya. Tapi saran saya, jika bisa dilaksanakan secara bersamaan, mengapa tidak,” jawab Ridwan.
“Kalau begitu, kita butuh pendapat ibumu, kapan sebaiknya kita mempersiapkan lamaran resminya,” kata Kevin dengan wajah berseri-seri seraya menatap Julian.
***
Sejak pergi bertemu Robin dan Julian, Alexa belum menyentuh ponselnya. Malam hari usai membersihkan diri ia duduk bersandar pada tempat tidur dengan ponsel di tangan. Beberapa saat lalu kepalanya sedikit pusing dan perutnya terasa mual sampai ia harus memuntahkan isi perutnya.
Mengandung pada trimester pertama memang kurang nyaman rasanya. Sebentar-sebentar perutnya mual. Bahkan penciumannya menjadi sensitif pada aroma-aroma tertentu. Ketika mual menyerangnya, ia berusaha menyembunyikan hal itu dari ibunya. Tak heran mengapa ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar.
Ibunya seharian berada di toko kue. Ayahnya pun demikian sibuk sampai jarang berada di rumah. Hal itu memberikan sedikit kelonggaran buatnya agar ia tak selalu bertemu ayah dan ibunya. Sehingga kehamilannya pun masih bisa ia sembunyikan.
“Waaah ... Apa ini?” Wajah Alexa langsung berseri-seri begitu ia membuka sebuah pesan Whats App yang masuk ke ponselnya. Pesan yang ia tunggu-tunggu hampir sebulan lamanya itu akhirnya ia dapatkan.
“Benarkah ini? Aku diterima?” pekiknya senang. Pasalnya dari sekian banyak perusahaan tempat ia mengirim lamarannya, ada satu perusahaan yang cukup bonafit yang menerima surat lamarannya. Royale Group. Perusahaan itu termasuk dalam salah satu daftar perusahaan yang menjadi incarannya.
Perusahaan yang memiliki brand terkenal itu memproduksi berbagai jenis produk yang laris di pasaran. Produk-produk yang diproduksi oleh Royale Group itu beberapa diantaranya adalah jam tangan mewah, pakaian olahraga, perlengkapan olah raga, sepatu, tas, perhiasan dan masih banyak lagi. Merupakan sebuah keberuntungan bisa bekerja di perusahaan itu, dan keberuntungan itu juga menjadi milik Alexa.
“Akhirnya, Ya Tuhan. Tidak sia-sia aku menahan haus dan lapar. Akhirnya Tuhan mendengar doa-doaku,” ucapnya penuh syukur dengan perasaan gembira. Ia pun lantas turun dari tempat tidur menuju lemari pakaian, hendak mencari pakaian terbaik untuk dikenakannya pada hari pertama ia bekerja.
Pada saat bersamaan pintu kamarnya dibuka. Sandra datang dengan sekotak kue kesukaan putrinya.
“Al, ini ada lebihan kue kesukaan kamu,” kata Sandra sembari menaruh kotak kue di atas meja.
“Kamu ngapain sih? Malam-malam begini mau ke mana?” tanyanya kemudian, melihat sang putri tengah memilah pakaian yang diletakkannya berjejer di atas tempat tidur.
“Bantu aku milih bajunya dong, Ma. Menurut Mama yang mana yang paling bagus?”
“Semuanya bagus. Tapi kamu mau ke mana sih?”
“Aku diterima di Royale Group, Ma. Mulai besok aku sudah mulai bekerja. Makanya aku tanya sama Mama, yang mana yang paling bagus. Soalnya besok hari pertamaku, Ma. Aku harus tampil berkesan.”
“Waaah ... Beneran kamu diterima?”
Alexa mengangguk mantap. Saking senangnya, Sandra langsung memeluk putrinya.
“Selamat ya, sayang. Mama doakan semoga semua pekerjaanmu lancar, dan dimudahkan semua urusanmu.”
“Makasih, Ma.”
“Nah, sekarang kamu coba deh, Mama bikin resep baru. Mama mau dengar pendapat kamu tentang rasanya.” Sandra kemudian mengambil kotak kue, membuka kotak kue itu dimana di dalamnya terdapat dua jenis kue. Kue lapis legit kesukaan Alexa dan kue bolu keju yang ia buat untuk tambahan menu di toko kuenya.
Ia mengambil sepotong bolu keju, hendak menyuapkannya pada Alexa. Namun Alexa langsung menutup mulut dan hidungnya seolah tidak menyukai aroma kue itu.
“Loh, kenapa, Al? Emang kuenya bau?” tanya Sandra berkerut dahi heran melihat respon putrinya.
“Bukan. Cuma baunya aneh saja. Bau telurnya menyengat sekali.”
“Masa sih?” Sandra sampai mengendus-endus aroma kue buatannya itu saking heran dengan tanggapan Alexa.
“Tidak juga. Justru aromanya wangi kok. Wangi keju dan vanilla. Kamu aneh, Al.”
“Huek ...” Alexa tak tahan dengan aroma tajam telur di dalam kue itu sampai membuat perutnya mual. Bergegas ia pergi ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya di sana.
Sandra yang keheranan melihat tingkah Alexa itu pun ikut menyusul ke kamar mandi usai menaruh kembali kue ke atas meja. Tangannya langsung mengelus-elus punggung Alexa untuk memberinya rasa nyaman.
“Kamu kenapa, Al?” tanya Sandra.
Alexa menggeleng. Kemudian berjalan keluar kamar mandi diikuti oleh Sandra. Mendadak wajahnya pucat lantaran cemas jika ibunya curiga.
“Aku tidak apa-apa, Ma. Cuma masuk angin mungkin,” kilahnya.
“Kamu sudah makan?”
Alexa mengangguk.
“Sudah minum obat?”
Alexa menggeleng. “Belum.”
“Ya ampun, kamu ini gimana sih. Udah tahu masuk angin, belum lagi besok hari pertama kamu masuk kerja, kok malah tidak menjaga kesehatan dengan baik. Ya sudah, Mama ambilkan dulu obatnya. Kamu berbaring, istirahat saja.”
“Baik, Ma. Makasih ya, Ma?”
To Be Continued ...
mending nikah