Meretas Batas : Titik Cinta!

Sudah seminggu, Liel tidak bertemu Jia, sejak peristiwa di ruangannya terjadi. Dia juga tidak membalas atau mengangkat telepon dari Liel. Jia benar-benar menghindarinya.

Pada saat Liel mengunjungi kliniknya, Jia sudah kembali ke apartemennya. Kemudian, pada saat Liel berada di depan pintu apartemennya, Jia sama sekali tidak membukakan pintu atau berada di luar entah ada di mana.

Sebenarnya, Liel bisa saja menyuruh beberapa orang untuk mencari Jia, namun Liel enggan dan lebih memilih mencari sendiri, agar terlihat sedang berjuang.

Namun nyatanya, Jia dengan gesit bersembunyi, tidak menampakkan batang hidungnya, setiap Liel berusaha menghampirinya.

Dia meremas kertas sisa coretannya dan melemparkannya ke bak sampah. Rasa sabar Liel pun mulai habis.

Dia menelpon Tony. Setelah sebelumnya berusaha sendiri, mengejar Jia tanpa bantuannya, yang berujung dengan menyerah. Liel bertekad, untuk bertemu dengannya hari ini, bagaimanpun caranya.

“Ya tuan, apa—”

“Cari keberadaan Jia, sekarang!”

Tony tidak menjawab.

“Hei, apa kamu mendengarku?”

“Ah, y–ya tuan, aku mendengarmu, bisakah anda memberiku waktu sekitar 25 menit?”

“Apa yang sedang kamu…”

Samar-samar Liel dengan pendengarannya yang tajam itu mendengar erangan seorang wanita dari ujung ponselnya, yang membuat Liel berujung kesal.

“Sial, mengapa kamu harus melakukannya di tengah hari seperti ini? Apa tidak bisa menunggu malam hari saja?”

“Ugh!! Hehe, suatu saat, tuan muda akan tahu, jika sudah memiliki pasangan, s3ks tidak mengenal waktu.”

Alis Liel bertautan diringi dengan kemarahan yang memuncak. “Jangan menjawabku!! Hentikan permainanmu itu dan lacak Jia untukku, SE–KA–RANG!!”

“Ba–baik, t–tuan!”

Liel mematikan teleponnya, kemudian bergumam pelan dengan suara beratnya, “My weird girl, where are you…”

(“Gadisku yang aneh, di mana kamu …”)

...****************...

Di sisi lain, di hari yang sama, Jia dan Nata berada di Bandara Soekarno Hatta, lengkap dengan koper dan barang bawaan yang sangat banyak.

“Kamu yakin, membawa barang sebanyak ini?” Nata menurunkan semua barang bawaan Jia dari belakang bagasi mobilnya.

Jia melirik dua koper dan tiga tas jinjing. “Yah, ini tidak terlalu banyak, aku hanya seminggu di sana.”

“Hei, kamu hanya menghadiri Pertemuan—”

“Drrt! Drrt! Drrt!”

Pembicaraan Nata harus terpotong saat ponselnya berdering. Liel meneleponnya.

“Ck, Lihat siapa yang mencarimu? Aku sudah muak, hampir 20 kali dia meneleponku hanya untuk mengetahui kabarmu, dan setiap hari juga aku harus berbohong demi dirimu!!”

Jia hanya meminta maaf sebelum akhirnya tertawa.

“Jangan tertawa!! Memangnya sampai kapan kamu ingin menjadi buronannya?!”

“Sampai aku siap.”

“Haaah, siapa suruh menciumnya secara brutal!” ucap Nata dengan lantang, membuat perhatian semua orang-orang yang lewat tertuju kepada mereka.

Jia menutup mulut Nata. “Ssttt diam! Orang-orang melihat kita?!”

Nata tertawa cekikikan. “Yah, sekarang aku mengerti mengapa kamu melampaui batas!!Wajah tampan, mata tajam, rahang yang tegas, bibir serta dada bidang yang seksi itu membuat seekor Jia terpana.”

Wajah Jia memerah, lalu mendengus kasar, “Seekor?! Haaah, Itu sebuah kesala—”

Nata pura-pura tidak mendengar, bahkan berlagak layaknya rapper.

“Nye nye nye … oh yeah? In your eyes, he’s really a hot and sexy man, right?”

“Ya ya ya, ledek lah aku sepuasmu! Aku akan memberimu oleh-oleh dan cokelat daerah khas di kota tersebut, jadi berhenti lah merajuk! Aku harus segera masuk ke dalam dulu, bye bitch!”

Nata tertawa seraya melambaikan tangannya sembari memberikan jari tengah kepada sahabatnya itu.”

“Kali ini, aku mohon, berbahagia lah, Jia.” Nata tersenyum sambil menutup bagasi mobil.