Tolong berhentilah menebar pesona hanya mata terpejam bisa kurasakan, jangan biarkan cahayamu membutakan banyak hati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angguni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengabaikan Karin
Bobby Pov
Siang malam.... siang malam.... siang malam Tak terasa empat bulan telah berlalu. Liburan semester sudah di depan mata. Seminggu lagi! Gak sabar bakal ketemu si Desi. Setidaknya, aku bersyukur masih ada jarak. Allah masih menguji kami dan membiarkan rindu bertumpuk sampai tidak terkira.
"Mas, mas Bobby! "
Aku mendengar suara nyaring yang akhir akhir ini kembali akrab di telingaku. Entahlah, aku tidak mengerti dengan gadis ini. Dia orang Jawa! tapi, subhanallah... menurutku, dia mengalami penyimpangan. Tingkah lakunya astagfirullah, tidak ada lembut lembutnya sama sekali.
Aku lebih memilih berpura-pura tuli saat ini. Lindungi hamba dari godaan setan yang terkutuk, ya Allah.
"Mas, ini aku bawakan makan siang".
Aku tetap asyik dengan ponselku.
" Mas, ayo di makan! aku masak sendiri nih".
Tak kuhiraukan.
"Masss!!! " Dia mengguncang lenganku. Reflek aku menepisnya.
"Sudahlah, Rin. Aku sedang sibuk. Jangan nganggu aku. Kamu tahu kan, aku ini pria beristri! jadi, tolong jauhi aku! "
"Tapi, mas. Aku gak peduli kamu sudah punya istri. Aku cinta sama kamu tulus".Lagi, Karin mencoba mencengkram lenganku.
" Dan satu lagi, karin, berhenti mencoba menyentuhku! "
Drrrrtttt.... drrrrtttt
Sweet Heart Calling
"Assalamu'alaikum, Sayang".
"...... "
"Aku sedang di kantin mengerjakan tugas".
"..... "
Aku melirik karin yang menatap sebal ke arahku.
"Yah, seperti biasa..... ada karin di sini".
".... "
"Hey, ada apa? Sensitif sekali kamu, sayang. Apa bayi kita merepotkanmu ya? "
".... "
Hahaha, ya sudah, jaga diri kamu dan dedek bayinya ya, sayang. Jangan lupa istirahat,makan yang banyak, dan susunya jangan lupa ".
".... "
"Hahaha..... iya, sabarlah. aku juga kangen kamu. Ich leabay dech! "
"..... "
"Waalaikumsalam"
tut!
Aku tersenyum menatap layar hapeku. Lucu sekali.
"Ja.... jadi, gadis itu hamil? " karin menatapku tanpa ekspresi. Dengan jelas kulihat matanya mengandung air.
"Namanya Desi! " tega aku sambil melanjutkan mengerjakan tugas.
Biarlah aku di katakan jahat, tak punya hati, atau apa pun karena tega mengabaikan karin yang sesenggukan. Aku hanya tidak ingin rasa kasihanku di salah artikan. Kasihan anak orang kalau mau di buat baper. hahaha, karin pergi meninggalkanku, akhirnya!
Desi dan maya tampak sedang asyik berkutat dengan gadget masing-masing.
"Desi, ikut ke pantai kan sama anak kelas? " tanya mawar tiba-tiba.
Desi dan maya sontak menoleh. Mata Maya langsung berbinar, sementara Desi menatap lesu ponselnya.
Desi sekarang berada di kantin bersama teman teman sekelasnya yang lain. Fatiya dan Abrin sedang sibuk dengan kelompoknya, jadi terpaksa Desi bergabung dengan mereka.
"Entahlah, war. Sepertinya aku gak ikut", jawab Desi. Padahal setahunnya, Desi sangat suka laut, pantai, sungai, atau apa pun yang berhubungan dengan alam dan air.
" Eh.... anu.... aku... "
"Gue tahu lo suka pantai. Gak ada alasan! Tugas kan sudah kelar semua. Ini kan ajang pengakraban kita. Biar lo juga temannya gak itu itu aja".
" Aku ga bisa... gak dapet izin ".
" Yaelah, Desi. Bokap nyokap lo juga gak bakalan tahu ".
" Tapi, Rin, Allah kan Maha Tahu".
Maya dan Mawar mendelik mendengar ucapan Desi
"Ya kali, emang di sana mau ngapain? gak ngapa ngapain juga, kan".Mawar gerah juga mendengar ucapan Desi. Hari gini? Ke pantai saja mesti izin dulu?!
" Gini deh, gimana kalau kita yang mintain izin ke bokap nyokap lo? "
"Eh... anu, war, Gak perlu gak perlu".
" Ya udah, pokoknya satu kelas wajib ikut. Dan kalau lo gak ikut, berarti bukan bagian dari kelas! udah ah. Yuk, war, gua udah suntuk di sini".
Mawar berjalan menarik lengan Maya. Mereka meninggalkan Desi sendirian yang masih sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Bobby tidak mengizinkanku untuk ikut, tapi di sisi lain, teman temanku ikut semua. Dan yang tidak ikut di ancam tidak dianggap di kelas. Tapi, gimana dengan Bobby? Aku juga di sini gak mungkin kalau harus hidup sendirian. Pikiran bocah ternyata lebih mendominasi ego Desi saat ini.
"Desi.... "
"Bobby? eh...., kok kamu? "