Zahira terpaksa bercerai setelah tahu kalau suaminya Hendro menikah lagi dengan mantan pacarnya dan pernikahan Hendro di dukung oleh ibu mertua dan anak-anaknya, pernikahan selama 20 tahun seolah sia-sia, bagaimana apakah Zahira akan melanjutkan pernikahannya atau memilih bercerai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KZ 25
Semua mata tertuju pada Zahira.
Hari ini, sebuah kenyataan mencengangkan mengguncang pikiran banyak orang.
Selama ini, Zahira dikenal cekatan, sopan, dan yang terpenting—jujur.
Namun kini, tumpukan baju itu menjadi ancaman besar, seolah siap meruntuhkan reputasi yang ia bangun dengan susah payah.
"Zahira!" bentak Romlah tajam. "Jelaskan, apa maksud semua ini?"
Dalam hati, Romlah bersorak penuh kepuasan. "Hari ini adalah kehancuranmu, Zahira. Menangislah… mohon ampun padaku."
Zahira menundukkan kepala, pandangannya tertuju pada tumpukan baju di lantai.
Romlah semakin yakin—Zahira tertekan, frustrasi, dan mungkin… setelah ini, ia akan memilihmengakhiri hidupnya daripada menanggung malu.
"Zahira, jelaskan semua ini!" bentak Romlah, tak sabar karena Zahira terus diam.
Dengan tenang, Zahira akhirnya bicara, "Ini baju-baju yang sudah aku gosok. Warnanya kuning, ada dua puluh set."
Semua orang langsung membelalak—apa maksudnya?
Alih-alih membela diri atau menyangkal tuduhan, Zahira malah menjelaskan hal sepele.
Beberapa orang mulai berpikir… mungkin dia benar-benar bersalah. Atau justru terlalu tenang untuk orang yang tak berdosa?
Sementara Romlah amarahnya sudah di ubun-ubun
"Zahira, kenapa kamu mencuri baju-baju ini?!" tuduh Romlah dengan suara tajam.
"Kamu tahu, kita rugi ratusan juta karena banyak pakaian hilang. Dan sekarang faktanya—kamu pelakunya!"
Anton hanya menatap Zahira tanpa ekspresi, dingin dan sulit ditebak.
Zahira menjawab tenang, "Atas dasar apa kamu menuduh saya mencuri?"
Ucapannya justru menciptakan kegaduhan. Ruangan mendadak riuh.
Padahal fakta sudah terpampang jelas. Bukti begitu nyata. Tapi Zahira masih juga bertanya soal dasar tuduhan?
Sebagian orang mulai geleng kepala—apa Zahira belum sarapan? Otaknya nggak nyambung?
"Pakaian ini ditemukan di dalam loker kamu. Sudah jelas, kamulah pencurinya!" tuduh Rina lantang, kini ikut berdiri di sisi Romlah.
Zahira menatap mereka berdua tanpa gentar.
"Dua orang ini mau bermain denganku? Baiklah... Akan kuajarkan apa arti permainan sebenarnya," batinnya dingin.
Dengan suara tenang dan sorot mata tajam, Zahira menjawab, "Aku tidak mencuri. Dan aku bisa membuktikan siapa pencuri yang sebenarnya."
Romlah langsung menimpali, "Omong kosong! Sudahlah, Zahira. Lebih baik kamu mengaku saja. Mungkin perusahaan masih mempertimbangkan untuk memaafkanmu. Tapi kalau kamu malah menuduh orang lain, hukumannya bisa lebih berat!" tekan Romlah, nadanya menuduh dan penuh tekanan.
Tiba-tiba, Zahira melangkah cepat. Dalam satu gerakan gesit, ia mengambil ponsel dari tangan Romlah, lalu dengan tenang menyelipkannya ke saku jas Pak Anton yang berdiri tidak jauh dari mereka.
"Zahira! Apa-apaan kamu?! Kamu sudah keterlaluan! Berani sekali bersikap tidak sopan kepada orang pusat!" bentak Romlah histeris.
Seisi ruangan langsung ribut. Bisik-bisik muncul di antara para karyawan.
Zahira bukan hanya dianggap pencuri, tapi kini juga dianggap kurang ajar. Mencuri—dan songong pula.
Namun Zahira tetap tenang. Ia menatap Romlah tajam dan bertanya,
"Menurutmu, siapa pencurinya?"
Romlah menjawab cepat dan penuh emosi, "Ya kamu, Zahira! Semua orang melihat kamu mengambil ponsel dari tanganku dan memberikannya pada Pak Anton!"
Zahira mengangguk pelan. Lalu dengan nada tajam ia berkata,
"Tepat. Dan sekarang aku akan menggunakan logika yang sama dengan yang kalian gunakan padaku. Jika kalian bisa menuduhku mencuri hanya karena baju-baju itu ada di dalam lokerku, maka aku juga bisa menuduh Pak Anton mencuri ponselmu… karena sekarang ponsel itu ada di saku jasnya, bukan di tanganku."
Ruangan mendadak hening.
Semua orang menatap satu sama lain, perlahan menyadari… logika Zahira masuk akal. Tuduhan mereka tadi, bisa saja keliru.
Zahira tak perlu membela diri dengan air mata. Ia cukup membalikkan permainan. Dan sekarang, semuanya terdiam
"Oke, aku tidak mencuri baju-baju itu. Dan aku bisa membuktikannya," ucap Zahira tenang, menatap semua orang di ruangan itu.
"Sudah, Pak. Mana ada pencuri yang ngaku? Dia cuma bermain kata saja!" sergah Romlah, masih berusaha menjatuhkan Zahira. Tapi dalam hatinya, ia mulai gelisah—ternyata tidak semudah yang ia bayangkan.
"Iya, Pak. Tangkap saja dia! Serahkan ke polisi. Polisi punya banyak cara untuk membuat orang seperti ini mengaku," timpal Rina, menyiram bensin ke api.
Tiba-tiba, suara lain terdengar dari sudut ruangan.
"Beri ibu ini kesempatan." Suaranya lembut, masih terdengar muda.
Romlah langsung menoleh dengan kesal. "Hei! Kamu anak magang, ya? Berani-beraninya bicara! Ini bukan urusanmu!"
Belum sempat yang lain bicara, Anton mendadak membentak, "Diam kamu, Romlah!"
Suara Anton keras dan tajam. Ruangan langsung hening.
Romlah terpaku, matanya membelalak. Tubuhnya gemetar mendengar bentakan yang tak pernah ia bayangkan keluar dari mulut Anton—orang yang selama ini ia kira sekutunya.
Anton lalu menoleh hormat ke arah gadis muda tadi.
"Beliau adalah Nona Muda Senja. Pemilik rumah produksi ini."
Semua orang, termasuk Romlah dan Rina, terdiam tak percaya.
Mata Romlah semakin membesar. Rahangnya turun perlahan.
Ternyata... gadis yang dibentaknya pagi tadi, bahkan hampir ia tampar karena menggores kecil mobilnya adalah bos perusahaan tempat dia bekerja perasaannya mulai tidak enak.
Senja berdiri tenang. Tubuhnya kecil, pakaiannya sederhana, namun setelah semua tahu bahwa dialah pemilik rumah produksi ini, auranya seketika berubah—karismatik, berwibawa, dan tak terbantahkan.
Ia menatap Romlah sejenak, lalu menyunggingkan senyum tipis yang menyeringai.
Tatapan itu cukup membuat Romlah gemetar. Jantungnya berdegup tak karuan.
"Perusahaan ini menjunjung tinggi keadilan," ucap Senja dengan nada datar namun tegas. "Jangan takut. Bicaralah, jika ibu bisa membuktikan bahwa kamu tidak bersalah."
Zahira menatap wajah tenang gadis muda itu. Dalam hati ia bergumam,
"Ternyata anak manis ini... pemilik perusahaan."
Ia menarik napas perlahan, lalu mulai bicara, suaranya tetap tenang namun tegas.
"Baik. Pertama-tama, baju-baju ini sebelum dipacking, digosok oleh saya. Perhatikan kemasannya—di sana tertera tanggal dan waktu otomatis dari mesin kita. Tertulis jam 13.00."
Semua mata kini tertuju pada tumpukan baju dan label waktu yang menempel jelas.
"Sedangkan pada pukul 13.00 sampai 14.00, saya tidak berada di ruangan ini. Saya mendapat perintah dari Bu Romlah untuk mengambil baju contoh di gudang."
Beberapa orang mulai saling melirik.
"Dan tahu apa yang terjadi? Saya ditertawakan oleh para staf gudang. Karena memang tidak ada yang namanya baju contoh di sana. Semua barang di gudang sudah dikemas dan siap distribusi. Perintah itu jelas-jelas tidak masuk akal. Tapi sebagai bawahan, saya jalankan saja."
Suara Zahira terdengar datar, namun setiap katanya terucap dengan jelas. Tak ada kemarahan, tak pula tekanan. Ia bagai air tenang—tak terlihat berbahaya, tapi diam-diam mampu menenggelamkan siapa pun yang lengah.
"Artinya, dari jam 13.00 sampai 14.00, saya tidak ada di area produksi. Jadi bagaimana mungkin saya menaruh baju-baju ini ke dalam loker saya sendiri?"
Ia memandang sekeliling, lalu melanjutkan,
"Saya sadar, ada yang tidak menyukai saya—berusaha menjebak dan memfitnah saya sebagai pencuri. Tapi sayangnya, pelaku terlalu ceroboh. Rencana yang disusun ternyata kurang profesional dalam menyusun langkah-langkahnya"
Ruangan kembali sunyi. Kata-kata Zahira menggantung tegas di udara.
"Dan saya tahu siapa orang yang sudah memfitnah saya" ucap Zahira tegas.
Romlah mencoba bersikap santai tapi Rina badanya sudah terlihat gemetar karena dialah eksekutor ya dan romlah orang yang ada di balik layar. Romlah tidak meninggalkan jejak dalam rencana ini
Pa lagi gk Ada cctv dan bekingan km akn kalah zahira.
sebagai orang Awam dan baru hrse diam dulu jng nantangin terang terangan.
kl dah lama dan tau kondisi lingkungan br lah gerak.
kl dah gini km bisa apa.😅.