Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Masih merasa belum mendapat jawaban semestinya. Irene langsung naik keatas menyusul sang Ayah.
"Pah, buka deh!" Pekiknya.
"Dua pilihan! Nggak jadi pergi, atau tetap ditemani Edward!" Putus Rayhan.
"Kalau Haikal dateng kerumah ... Apa Papah bakal izinin aku keluar?" Irene menatap dengan sorot memohon.
Rayhan sejujurnya ingin tertawa. Melihat wajah putrinya memelas, rasanya ia juga tidak tega. Tapi, Irene seorang gadis. Apalagi usianya masih belia. Rayhan takut, jika putrinya terjerumus dalam pergaulan bebas.
"Oke, papah izinin! Tapi-"
"Kok ada tapi tapinya sih Pah?" Sela Irene sudah tahu rencana Ayahnya.
"Edward akan mengikuti kemana pun kalian pergi!" Putus Rayhan mengangkat satu alisnya.
"Yah ... Nggak bisa cium Haikal dong nanti," gerutu Irene.
"IRENE ...." Rayhan sudah menopang kedua tangannya di pinggang. Matanya melotot, hingga membuat sang putri terkekeh.
"Duh Pah ... Garing banget sih, kan cuma becanda," setelah mengatakan itu, Irene langsung saja ngacir menuruni tangga.
Rayhan hanya mampu menggelengkan pelan kepalanya. Putri kecil yang ia timang dulu, rupanya sudah sebesar itu. 'Lihatlah Karolin, putri kita semakin menyebalkan'
Tidak dipungkiri, Rayhan sejujurnya juga teramat rindu dengan mendiang istrinya. Apalagi, wajah Irene sangat mirip dengan Ibunya.
*
*
*
"Mau kemana?" Sabrina yang baru saja selesai membereskan dapur, menatap putranya yang kini sudah rapi.
Haikal terkekeh, lalu menghampiri ibunya. "Mah, aku mau ke rumah Irene. Boleh 'kan?"
"Iya, boleh! Tapi ingat Haikal, jaga sopan santun mu saat nanti bertemu orang tuanya Irene" Sabrina hanya sekedar mengingatkan putranya.
Haikal mengangguk patuh. Sebelum jalan, tidak lupa ia memberikan kecupan hangat di pucuk kepala Ibunya. "Haikal berangkat dulu ya Mah."
"Hati-hati ... Jangan pulang malam-malam!"
Sabrina kembali masuk kedalam setelah tadi mengantarkan putranya sampai ambang pintu. Namun belum sampai masuk, ada mobil bewarna putih yang kini berhenti didepan gerbang rumahnya.
Dint!!!
Revan dan Ambar keluar, bergegas masuk kedalam.
"Dari mana?" Sabrina terkekeh melihat Ambar mengangkat satu kresek makanan.
"Ngidam, sejak kemarin pingin ngajakin kesini," Revan menimpali.
"Ayo masuk, kebetulan Mbak sudah masak! Haikal katanya mau makan diluar bareng temen-temennya!"
Ambar menggelengkan kepala, "Baru saja selesai makan, Mbak!"
Kini mereka sudah duduk diruang tamu yang tidak terlalu luas itu. Namun, bagi Sabrina ... Itu lebih dari nyaman, daripada ia tinggal di rumah mewah, namun kesakitan yang ia terima.
"Katanya Mbak Sabrina kerja?" Revan membuka suara.
"Iya Rev ... Mbak kerja di Perusahaan Pambudi! Dan Mbak rasa, memang saatnya Mbak harus bangkit kembali." Jabar Sabrina tersenyum hangat.
"Rencana Mbak kedepan?"
Sabrina menghela nafas lirih. "Mungkin setelah Mbak dapat gaji pertama, Mbak baru akan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama."
Ambar menyerongkan duduknya, sambil mengusap tangan Sabrina. "Mbak, pakai dulu uangku!"
Sabrina membalas usapan tangan Ambar. "Jangan! Kalian juga punya kehidupan sendiri. Mbak nggak ingin merepotkan kalian terus." Tolak Sabrina secara halus.
"Nggak papa, Mbak. Kalau Mbak segan, nanti dapat Mbak kembalikan setelah gajian. Yang terpenting, status Mbak sudah jelas." Revan juga ikut menimpali.
Sabrina terdiam sejenak. Ia menatap adiknya dan beralih kearah sang Ipar. Ambar mengangguk pelan, meyakinkan wanita didepannya kini.
Dan apa yang dikatakan Revan memang benar. Statusnya harus jelas, demi keselarasan hidupnya.
"Ya sudah, mbak mau!" Putus Sabrina.
"Besok Ambar temani Mbak!" Ambar memeluk tubuh Iparnya dari samping.
*
*
*
Sabrina terpaksa izin satu hari dari perusahaan, karena harus mengurus surat gugatan cerainya.
Setelah menyerahkan fotokopi buku nikah, kartu keluarga, akte lahir, kartu tanda pengenal, kini Sabrina diharuskan menunggu satu minggu lagi untuk melakukan sidang pertamanya.
Sabrina tidak mengandalkan pengacara untuk mengurus gugatannya. Ia lebih mampu, dan harus membiasakan diri untuk bersikap mandiri.
Merasa seperti ada yang kurang, Rayhan yang sudah masuk kedalam ruangannya, terpaksa keluar kembali.
Ia menatap karyawannya dengan intens, dan benar memang ada yang kurang.
Ruangan Sabrina kosong? Kemana orangnya?
"Sinta, ikut saya keruangan!" Setelah mengatakan itu, Rayhan langsung masuk begitu saja.
Edward menggaruk kepala, merasa bingung melihat sikap Tuannya.
"Ada apa, Tuan?" Ucap Sinta sedikit cemas, yang saat ini tengah tertunduk, takut melihat wajah Rayhan.
"Kemana Sabrina?" Sorot mata Rayhan tampak tidak sabar menunggu jawaban wanita di seberangnya itu.
"Mbak Sabrina kan sudah izin, Tuan? Katanya ada kepentingan yang harus dia urus. Untuk jelasnya apa, coba Anda tanyakan pada Bu Ami!"
Rayhan tampak manggut-manggut tipis. "Ya sudah, kamu boleh kembali!"
Begitu Sinta keluar dari ruangannya. Rayhan langsung menghadap kearah sang Asisten.
Seakan sudah tahu apa yang ada didalam pikiran Bosnya. Edward langsung bersiap, "Baik Tuan, saya permisi!"
'Urusan? Urusan apa sebenarnya?' Rayhan mengotak atik pulpen yang ia pegang, hingga fokusnya teralihkan oleh kedatangan sang Asisten kembali.
"Bagaimana Edward?"
"Tuan, menurut informasi dari Bu Ami, Mbak Sabrina sedang mengurus surat gugatan cerainya!"
Rayhan tersentak. Ia sampai berdiri, memajukan setengah badannya kedepan. "Jadi, rumah tangganya bermasalah?!"
"Saya rasa seperti itu, Tuan! Bu Ami juga mengatakan, jika rumah tangga Mbak Sabrina kurang sehat! Kan nggak mungkin, kalau ngga ada masalah, Mbak Sabrina sampai menggugat cerai suaminya." Dan sepanjang sejarah, baru kali ini Edward berkata panjang lebar.
"Kenapa sekarang kamu menjadi cerewet, Edward?!" Rayhan agak memicing.
'Salah lagi 'kan. Aku bilang apa' gerutu Edward dalam batinnya. "Maaf, Tuan. Saya hanya menyampaikan ucapan Bu Ami!" Jawabnya tertunduk.
*
*
*
Sore harinya, kediaman Rangga dikejutkan dengan kedatangan seorang petugas Pengadilan Agama, yang menyampaikan surat gugatan Sabrina.
"Permisi, apa Pak Rangga ada di rumah? Ada yang ingin saya bicarakan pada Pak Rangga," ucap Pria yang saat ini mengenakan kemeja batik.
Dan sialnya, orang yang saat ini berhadapan dengan petugas itu adalah Aruna. Wanita ular itu memicing, menelisik penampilan pria didepannya.
"Pak Rangga belum pulang, jadi sama saya juga tidak apa-apa, karena saya istrinya!" Jawab Aruna dengan wajah angkuhnya.
'pantas, pihak penggugat mengajukan gugatannya.' Petugas muda itu lalu masuk, dan langsung duduk setelah dipersilahkan.
"Saya dari Pengadilan Agama, dan ingin menyerahkan surat gugatan dari Bu Sabrina untuk Pak Rangga!" Petugas itu menyodorkan amplop coklat dengan logo Pengadilan Agama Surabaya.
"Sesuai jadwal, Pak Rangga diharapkan hadir dalam sidang pertamanya, pada hari Rabu minggu depan. Dan hanya Pak Rangga, pihak yang dapat menandatangani surat gugatan ini!" lanjut Petugas muda tadi.
'Akhirnya, Sabrina menceraikan Rangga juga! Bagus deh kalau gitu.' Aruna tersenyum culas sangat tipis sekali.
"Baik, Pak! Nanti setelah suami saya pulang, biar saya sampaikan semuanya." Sambung Aruna.
Setelah itu, Petugas muda itu langsung pamit pergi.
Dan Aruna, kini ia langsung menyambar amplop surat tadi. Sampai kapanpun, ia tidak akan menyerahkan surat itu kepada Rangga.
'Tenang Sabrina, aku tidak jahat kok! Ku permudah jalan ceraimu dengan Mas Rangga!' Aruna tersenyum puas, lalu segera masuk kedalam.
Selepas pulang sekolah, karena ada beberapa barang yang masih tertinggal, kini Haikal langsung menuju rumah lamanya, untuk mengambil barang-barang dirumah.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼