Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
* * *
Zayn menelan ludah kasar, kedua tangannya meremas celana kerja di atas pahanya. Jantung pria itu berdegup kencang, namun bukan karena bahagia, melainkan karena rasa sakit di hatinya atas penuturan Naura barusan. Saat ini, mereka duduk berdua di taman perusahaan. Naura mengajaknya bicara empat mata, niat hati Naura untuk menjelaskan pada Zayn agar pria itu tidak merasa berharap lagi pada dirinya.
Zayn menghela nafas berat, pria itu melirik cincin di jari manis Naura. Patah hati, itulah yang dirasakannya saat ini. Naura mengatakan jujur pada Zayn jika dirinya sudah menikah. Hanya saja, Naura tidak bilang dengan siapa ia menikah. Zayn pun tidak memaksa Naura untuk jujur, ia menghargai privasi wanita itu. Apalagi, Naura mengatakan dengan jujur jika dirinya adalah istri kedua.
Zayn menunduk dan menatap Naura dengan sungkan, tentu ia jadi begitu karena Naura wanita yang sudah bersuami. "Maafkan aku, Naura."
Mata Naura mengerjap, "Kenapa jadi minta maaf? Seharusnya aku yang minta maaf, karena tidak bisa jujur tentang semuanya sama kak Zayn."
Zayn memberanikan diri menatap Naura, "Nggak apa, aku mengerti kok. Tapi, kamu mencintai dia, kan?"
Naura mengangguk tersenyum, "Iya, kak. Naura cinta dia."
"Dan dia, cinta sama kamu?"
Naura kembali tersenyum, "Cinta, kak."
"Yakin, kan? Maaf jika pertanyaanku menyinggung. Aku hanya ingin memastikan, kamu bersama pria yang tepat. Yang memang mencintai kamu dengan tulus."
Mata Naura berkaca-kaca, ia tersenyum haru atas penuturan Zayn, "Iya, kak. Aku percaya, dia mencintaiku dengan tulus. Dan juga, sebentar lagi aku akan menjadi istri satu-satunya. Kakak jangan khawatir, ada hal yang memang harus suamiku selesaikan. Dan InsyaAllah, semua itu adalah jalan yang benar."
Zayn mengangguk mengerti, ia tidak mau terlalu mencampuri urusan rumah tangga Naura tentunya. Namun ia percaya, jika Naura pasti memilih seseorang yang tepat dan benar. Apalagi, ia bisa melihat jika sinar dan raut wajah Naura membuktikan jika wanita itu sedang bahagia saat ini.
"Baiklah, aku mengerti dan percaya sama kamu. Semoga, pernikahan kamu bahagia selalu, berkah hingga sampai maut memisahkan. Semoga segera diberi momongan yang banyak, jadi anak soleh dan soleha. Intinya, kamu selalu bahagia menjalani hidupmu, Naura."
Bibir Naura bergetar menahan tangisnya, pria ini sungguh pria yang baik. "Kak Zayn, kakak pria yang sangat baik. Naura harap, kak Zayn menemukan jodoh secepatnya. Segeralah menikah, kak. Naura yakin, kak Zayn akan menemukannya dan hiduplah berbahagia seperti Naura sekarang."
Zayn tersenyum mengangguk, "Aamiin. Terima kasih banyak doanya."
"Sama-sama, kak. Terima kasih banyak juga atas kebaikan kak Zayn selama ini untuk Naura. Maaf, Naura tidak bisa melanjutkan bekerja sama kak Zayn. Ini semua, atas permintaan suami Naura."
"Ya, kamu harus patuh sama suami kamu, selagi itu hal yang baik dan dia bisa bertanggung jawab sama kamu."
Naura tersenyum lega, Zayn pun demikian. Pria itu tampak sudah berbesar hati saat ini. Rasanya begitu lega di hati keduanya. Setidaknya Zayn berhenti untuk berharap. Walau sakit di awal, namun setelahnya pasti akan membaik.
* * *
Zayn menghela nafas berat saat pulang dari kantor sore ini. Pemuda tampan itu berhenti sejenak di taman kota, guna menjernihkan pikirannya. Zayn turun dari mobil dan membeli minuman kaleng sejenak di pedagang pinggir jalan. Pria itu kemudian duduk di kursi taman seorang diri.
Tentu saja ia masih sedih, hal yang wajar karena ia memang menyukai Naura. Zayn pun menenggak minumannya dan menghela nafas berat. Pria itu menatap kosong ke depan, seperti melamun.
"Jadi begini rasanya patah hati. Belum sempat di ungkapi, dan bahkan dia sudah menikah." lirihnya.
Zayn merenung cukup lama di tempat itu, hingga ia bermaksud membuang minuman kalengnya yang sudah kosong ke tempat sampah yang tak jauh darinya. Pria itu melemparnya ke arah tempat sampah tersebut. Namun saat melemparkannya, nyatanya cukup tinggi. Dan tepat disaat itu, seorang gadis berhijab kebetulan lewat hingga mengenai kepala gadis tersebut.
"Akkh..!" ringis sang gadis memegang kepalanya dan menunduk.
Spontan Zayn berdiri, "Astagfirullah."
Zayn pun mendekat cepat, namun kian dekat keduanya sama-sama terkejut.
"Kak Zayn..?"
"Savina..?"
Ya, gadis itu adalah Savina. Gadis tersebut menatap Zayn dengan ekspresi galaknya sembari berkacak pinggang, "Sengaja ya lempar-lempar Savi?"
"Nggak, demi Allah. Nggak sengaja."
"Hmm, sakit tahu!"
"Maaf ya, Savi. Maaf banget."
Savina menatap Zayn, ia mengulurkan satu tangannya, "Biar gak jadi merajuk, minta es krim!"
Mata Zayn pun membulat, "Hah?"
* * *
Gadis ini tersenyum senang karena telah mendapatkan es krim cokelat kesukaannya. Zayn menatap Savina dengan menggeleng tersenyum, "Dasar, pintar sekali merampokku."
Savina menatap Zayn dan menjulurkan lidahnya mengejek, "Biarin."
"Kamu dari mana?"
"Dari pulang kursus."
"Kursus apa?"
"Untuk ujian Universitas Negeri. Kan Savi sudah mau kuliah, sebentar lagi tamat sekolah."
Zayn mengangguk mengerti, ia kemudian penasaran apakah Savina tahu jika Naura sudah menikah?
"Savi?"
"Ya, kak?"
"Kamu udah ketemu Naura?"
Savina menggeleng santai, "Belum. Biasanya hari minggu."
Zayn mengerti, pasti Savina tidak tahu soal pernikahan sang kakak. Zayn pun tidak mau ikut campur lagi. Pria itu menatap ke depan, ia hendak menyilangkan kakinya namun tanpa sengaja menjatuhkan kunci mobilnya. Dua insan itu sama-sama tersentak kaget, dan keduanya juga sama-sama membungkuk hendak mengambil kunci tersebut. Namun, kepala mereka justru beradu.
"Akh!" ringis Savina.
"Aduh!"
Keduanya kini jadi saling menatap, mata mereka mengerjap kala melihat pahatan wajah masing-masing dari dekat. Spontan keduanya bergeser cepat ke sudut kursi masing-masing. Zayn menelan ludah kasar, pria itu jadi salah tingkah. Begitupun Savina, jantungnya terasa berdegup kencang.
* * *
Naura baru saja turun dari bis setelah pulang dari kantor. Wanita itu berjalan tenang menuju rumahnya berada. Hingga tiba di gerbang rumah, Naura pun membukanya. Ia menutup gerbang itu lagi, dan berjalan menuju rumah. Namun, alisnya bertaut menatap mobil Zayad ada di halaman rumah mewah mereka.
Naura tersenyum senang, wanita itu pun berlari kecil menuju pintu dan membukanya, "Mas..Mas...!" teriaknya memanggil Zayad.
Tak ada jawaban, Naura mengedarkan matanya ke sekitar rumah. Hingga, ia kini tersentak saat suara seorang anak meneriaki namanya.
"Ummi...Ummi Naura...!"
Deg,
Mata Naura membulat, menatap Maryam berlari kecil dengan senyuman riangnya. Namun, air mata Naura seketika mengalir saat mendengar panggilan barunya dari Maryam.
"Ummi?" lirihnya.
Maryam semakin mendekat, dan Naura spontan berjongkok. Anak itu langsung berhambur ke pelukan Naura, "Ummi.." ujar Maryam tersenyum bahagia.
Naura masih terlihat syok, hingga kini matanya menatap ke arah Zayad. Suaminya itu, sedang tersenyum lembut padanya. Seketika Naura jadi semakin menangis dan memeluk Maryam dengan erat.
"Ya, nak. Ini Ummi..ini Ummi Maryam, hiks."
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂