Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8: Painting
Museum ... tempat di mana segala hal yang berharga dan bernilai sekali, terletak di sini semuanya. Segala bentuk seni atau apapun itu, ada. Hari ini ... ada sebuah pameran. Berbondong-bondong, orang-orang masuk ke dalam. Sebuah lukisan aneh karya dari seseorang yang aneh.
Entah ia pria atau wanita, yang pasti ... karyanya tidak bisa diremehkan. Gumpalan warna merah yang terkumpul di sebuah danau. Wanita rambut merah panjang tersenyum manis ke arah para pengunjung di sisi kiri danau.
Tanah penuh tengkorak adalah tempatnya berpijak. Para pria bergerombolan bukan untuk melihat latar belakang, melainkan objek manusia. Wanita yang sangat cantik ini katanya ... akan menemanimu sampai kau ingin mati bersamanya.
“Aku sangat suka tengkorak. Kalau kan menjadi tengkorak, aku akan semakin menyukaimu lho!”
Ucapan manis disertai senyuman palsu membuat para pria terpikat. Kenapa? 1000 orang yang menjadi 1000 tengkorak di dalam lukisan, adalah ... yang terkena rayuannya.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah lukisan ini hidup?
Hidup ... mati ... hanyalah permainan kecil dihadapan para kanibal. Kebiasaan yang selalu mereka lakukan, itulah hidup dan mati. Apakah itu berarti, lukisan ini adalah salah satu dari senjata pemerintahan?
Lorenzo terlihat sedang duduk di meja restoran yang ada di depan hotel. Saat berada di dalam restoran megah bintang lima ini dengan Liliana juga duduk di kursi yang sama, apakah ... semuanya baik-baik saja?
Senyum palsu penuh ketakutan terpampang jelas di wajahnya. “Kalau kau tidak mau memakannya, aku saja yang memakannya,” candanya kepadanya untuk sedikit mencairkan suasana.
“Eeehh ... aaa, aaa ... tenang saja. 5$ ku tidak akan terbuang sia-sia.” Ia mengambil garpu yang terletak di sisi kanan dengan tangan kanannya, menusuk potongan kecil daging sapi, dan memakannya dengan lahap.
Saking lahap serta kecepatan makannya sangat cepat, makanannya habis begitu saja. Karena tidak banyak juga, sudah tentu cepat. Liliana memakan sedikit demi sedikit potongan-potongan kecil daging babi, meminum sedikit winenya, dan diakhiri dengan mengelap mulutnya dengan tisu.
Selesai makan ... pelayan restoran mengambil dua piring dan dua gelas yang sudah kosong isinya. Setelah suasana restoran seperti dunia mereka berdua, Liliana bertanya kepadanya. “Kau mimpi buruk kah?”
Ia sedikit terkejut dengan kedua matanya menjadi bulat besar, sedikit khawatir, ketakutannya berkurang, dan menundukkan kepalanya. “Ya,” jawabnya singkat dan jujur.
“Hari ini ... maukah kau pergi ke museum bersamaku!” tawarnya kepadanya.
Dirinya teringat sesuatu yang cukup penting. “Benar juga, aku hari ini ada shift kerja bukan?”
Liliana yang teringat langsung memberitahunya. “Ya. Dan juga ... shiftmu itu. malam. Sekarang baru jam ...” membalikkan kepalanya ke belakang. “07.00. Jam 20.00 adalah shift kerjamu hari ini. Jadi, mau pergi ke museum bersamaku kah!”
Ajakannya yang masih sama membuatnya mengembuskan napas dan menerimanya begitu saja. “Baiklah.” senyuman pun muncul di wajahnya. “Ayo.” Mungkin karena merasa Liliana mau membuatnya tenang, hal terbaik adalah ... mengikuti arus.
Langkah kaki dari depan pintu keluar ke kanan adalah tempat yang akan mereka tuju. Kendaraan, manusia, bangunan, pemandangan, semuanya di lewati begitu saja. Tanpa penghalang yang berupa zebra cross, terus lurus setelah belok ke kanan, akhirnya ... sampai di tujuan.
Belok lagi ke kanan, dan ... berada di depan museum sekarang. 20 menit perjalanan, jarak sekitar 2,5 meter ... waktu yang tidak terlalu lama dan ... aman ... mungkin ... tidak.
Pria bergerombol di dalam situ. Omongan-omongan nggak jelas terdengar keras sampai ke telinga mereka berdua. Mereka berdua yang melihatnya ... penasaran.
Mengeceknya ... ide buruk atau ... ide bagus?
Berusaha masuk ke dalam dan saat sampai di tempat utama ... hal mengerikan terlihat dengan jelas. Kepala seorang pria yang penuh hawa nafsu dipegang dengan kedua tangan wanita cantik yang ada di dalam lukisan. Kepala itu perlahan-lahan berubah menjadi ... tengkorak.
Kulit, darah, mata, gigi, mulut, apapun yang ada di kepala ... mencair seperti es yang terkena sinar matahari. Lorenzo hanya bisa menutup mulutnya dengan tangan kanannya dan Liliana berusaha menenangkan dirinya, tapi tetap saja ... tekanan bagian belakang ... sudah tidak terkendali.
Para pria mulai mendekati lukisan dan ... badan mereka terpisah dengan kepala. Kepala pria itu masuk ke dalam lukisan, badan terbaring dengan punggung di atas menghadap wanita yang ada dalam lukisan.
Badan dua pria yang sudah mencoba hilang dan muncul dalam lukisan sebagai penambah danau darah. Berbondong-bondong orang masuk, Lorenzo dan Liliana hanya bisa menjauh dari rombongan pria-pria gila.
Mereka berdua hanya bisa melihat dengan ketakutan menyelimuti tubuh mereka. Ingin muntah, tapi ... tahan saja, karena ... ini semua belum berakhir. Sesudah tak ada siapapun dan hanya tersisa mereka berdua, mereka berdua memutuskan untuk berdiam diri menghadap depan lukisan mengerikan.
Lukisan itu hanya berdiam diri saja dan Lorenzo langsung bertanya kepada lukisan tersebut. “Ke mana ratusan pria tadi pergi?”
“Kalau ingin mengetahuinya ... mau masuk ke dalam duniaku!” tawarnya kepadanya.
Lukisan yang bisa berbicara, sangatlah menakutkan. Lorenzo yang berani melangkahkan kaki kanan ke depan, dan Liliana menahan tangan kanannya. “Tunggu sebentar, jangan terburu-buru!” perintahnya dengan kembali seperti semula.
Keberaniannya menjadi normal dan tak ada rasa benci, marah, maupun takut, dan yang ada hanyalah ... rasa keingintahuan.
“Aku mengerti.” Berdiri diam dan lukisan tersebut langsung tertawa. “Ahahaha ... pengecut sekali. Lalu, aku sepertinya sedikit menyukaimu, eeemm ... namamu siapa, pria tampan?” tanyanya kepadanya dengan nada suara senyum manis.
Lorenzo sedikit tersipu malu, wajahnya memerah, dan langsung menjawabnya. “Lorenzo Irsyadul. Nama nona siapa?” tanyanya balik kepadanya.
“Fufufu, kau ini lucu sekali ya. Yahh ... khusus untukmu, aku akan memberitahu namaku. Clayra Vabripo sang wanita tercantik di dunia ini. Semua pria adalah mainan, dan satu pria adalah ... hewan peliharaan.”
Ucapannya langsung dibalas dengan senyum kecil. “Begitu ya. Liliana, mau masuk ke dalam!” ajaknya kepadanya.
Berpikir sebentar dengan menundukkan kepalanya, matanya tertutup rapat, dan diakhiri pandangan kembali melihat ke atas serta matanya terbuka lebar dengan tampang wajah yang masih sama. “Wanita tercantik di dunia ini ya! Clayra Vabripo ... sepertinya tidak rugi kalau aku masuk ke dalam. Yahh ... aku juga ... ingin masuk ke dalam.”
Clayra langsung membalas perkataan yang diucapkan oleh Liliana. “Maafkan aku, aku hanya menerima seorang pria saja.” Balasan penuh lemah lembut itu, membuat Liliana sedikit kesal dan diakhiri dengan mengembuskan napas.
Ia hanya berdiam diri saja. Lorenzo menatapnya dan Liliana hanya menganggukkan kepalanya saja. Lorenzo pun menjadi berani dan berjalan menuju ke dalam sana. Clayra yang melihatnya, hanya bisa tersenyum manis.
Saat berada di depan lukisan, hal yang hebat terjadi. Kedua tangan Clayra memegang sisi kiri dan kanan kepalanya serta perlahan menariknya ke dalam lukisan.
Perlakuan khusus yang benar-benar berbeda, ia berikan kepada Lorenzo. Menarik paksa dan asal cabut kepala dari badan, tidak dilakukannya kepadanya. Apa alasannya?
Setelah seluruh bagian tubuh dirinya masuk ke dalam tanpa ada yang ditinggalkan di bawah lantai museum ini, lukisan berubah. Liliana terkejut saat melihat lukisannya berubah.
Sebuah kota modern yang sangat cantik terlihat. Kota masa depan yang dirancang arab untuk tahun 2030an lebih terpampang jelas di sini. Penuh teknologi, memanjakan mata, fokus hanya satu, dan ... tidak membuat pusing saat melihatnya.
“Kota! Hebat sekali!” pukaunya saat melihatnya. “Dan juga ... Lorenzo di bawa ke mana olehnya!”
Liliana berpikir cukup keras dan pemikirannya pun ia akhiri dengan mempercayakan segalanya kepada Lorenzo. “Yahh ... tidak usah terlalu dipikirkan. Saat ini ... aku hanya harus percaya serta ... melihatnya dari sini.”
Kemana Lorenzo di bawa pergi? Apakah ia di bawa pergi ke tempat yang terlihat di dunianya atau ... tempat lain?
Saat Lorenzo sampai ke dalam, hanya terlihat ... kegelapan saja sejauh mata memandang. Tak ada cahaya sama sekali, sunyi, sepi, dan ... hampa. Lorenzo hanya bisa berbicara sendiri sambil melihat ke depannya dengan kepala kesana dan kemari. “Di mana ini?” tanyanya.
Dalam hitungan detik, suara yang sangat bahagia serta teriakan kencang muncul hanya untuk menyebut namanya saja. “Selamat datang di duniaku, Lorenzo Irsyadul!!!”
“Suara ini ... Clayra ya. Sekarang, aku harus ke mana?” tanyanya kepada suaranya.
Clayra hanya terdiam dan sebuah suara besar muncul di belakangnya. Saking besarnya, badannya sampai terduduk jatuh. Ia cukup kesakitan, berdiri perlahan, dan membalikkan badannya ke arah belakangnya.
Sesuatu membuatnya terkejut dan pandangan matanya ... tak bisa berhenti melihatnya. “Ca-cahaya apa itu?” tanyanya saat melihatnya.
Cahaya berbentuk pintu tiba-tiba muncul dibagian tengah tempat ini dan hanya ada satu. Suara muncul kembali dengan nada dan volume suara yang sama. “Masuk ke dalam, Lorenzo Irsyadul!” perintahnya kepadanya.
“Aku mengerti.” Hanya dengan jawaban singkat, suara itu berhenti tanpa bicara apapun lagi, Lorenzo melangkahkan kakinya menuju ke pintu cahaya, dan ... sesuatu membuatnya terkejut saat melihat apa yang ada di dalam pintu cahaya ini.
“A-apa-apaan ini?!”
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani