Arthea'S Secret

Arthea menatap antusias perlengkapan sekolah yang Kendrick berikan. Dari mulai tas, pakaian sekolah, juga segala macam periintilannya. Fabian yang membawakan langsung pada Arthea. Sebab, Kendrick belum dapat pulang malam ini. Jadi, asistennya itu mewakilkannya.

"Kelen cemua ciii, tapi kenapa walna ping cemua?" Gumam Arthea.

"Mungkin ... karena perempuan suka warna pink?" Tebak Fabian

Arthea menggembungkan pipinya, "Enggak cemua deh. Om cuka walna apa?" Tanyanya pada Fabian.

Sejenak Fabian terdiam, ia seolah sedang berpikir. "Merah,"

Arthea mengerutkan keningnya dalam, "Melah? Melah ati? Melah gonjleng? Melah lidah? Melah tua? Melah muda? Melah ...,"

"Semua merah Mona, saya suka!" Fabian pusing dengan Arthea. Dia suka warna merah saja di tanya merah apa. Memang, wanita suka sekali bertanya.

Arthea membulatkan mulutnya, dia kembali mengecek perlengkapan sekolahnya. Hatinya berbunga-bunga, perasaannya terbang bahagia. Ini yang dirinya impikan dulu, dapat bersekolah seperti layaknya anak normal lainnya. Melihat dinia luar dan memiliki teman. Di kehidupan keduanya ini, Arthea mendapatkannya.

"Om ikut Ayah telus, nda punya kelualga? Belum nikah? Kenapa? Om kan nda jelek, kok nda ada pacal?"

Fabian berdehem, kata-kata Arthea begitu menvsuk dirinya yang memang belum menikah. "Saya masih ingin mecari banyak pengalaman, Nona."

Arthea memiringkan kepalanya, sejenak dia menatap lantai dan berpikir keras. "Pengalaman apa? Menikah dulu baru ada pengalaman, kalau sebelum nikah pengalamannya dari mana? Hais, apa orang dewasa begitu rumit?" Batinnya.

Arthea mengangguk paham, dia lalu memasukkan buku dan kotak pensilnya ke dalam tas kecilnya. Lalu, mencoba seragam barunya. Besok, dia akan bersekolah di sekolah yang sama dengan kakaknya. Hanya saja, dia beda tingkatan. Sekolah Jaya School memiliki tiga tingkatan pendidikan dalam satu daerah. Jadi, Arthea dan ketiga kakaknya hanya berbeda lingkungan saja tapi masih saling berdekatan.

"Apa Nona butuh sesuatu lagi?" Tanya Fabian.

Arthea menggeleng, "Nda ada, Althea ngantuk mau tidul. Om bica tidul juga, telima kacih."

Fabian mengangguk, dia pun keluar dari kamar Arthea dan tak lupa kembali menutup pintu. Selepas kepergian Fabian, Arthea naik ke atas ranjangnya. Dia merebahkan dirinya dengan kaki dan kedua tangannya yang terentang bebas.

"Becok cekolah, punya teman balu, ih cenangnyaaaa!" Arthea jadi tak sabar menunggu hari besok.

.

.

.

Lena mendandani Arthea lagi ini, dia menguncir rambut nonanya dengan lembut dan merapihkan pakaiannya. Dia benar-benar senang melihat Arthea akhirnya dapat bersekolah di luar. Dirinya pikir, Kendrick akan memutuskan agar Arthea homeschooling saja. Namun, ternyata pria itu mengizinkan Arthea keliar intuk bersekolah.

"Nona, nanti di sekolah jangan nakal yah. Dengarkan apa kata guru, kalau tidak paham dengan pelajarannya bisa langsung di tanyakan. Jangan berantem dengan teman, tidak ada yang bela Nona di sana nantinya." Peringat Lena sambil membenarkan dasi Arthea.

"Bibi Len tenang aja, Thea akan jadi anak baik."

"Ya, Nona Arthea adalah yang terbaik. Sudah ayo, Tuan sudah menunggu di depan." Lena beranjak berdiri, dia membawakan tas Arthea dan menggandeng gadis kecil itu keluar dari kamar menyusul Kendrick.

Di teras, Kendrick dan ketiga putranya menunggu. Tak lama, muncullah Arthea dengan tersenyum lebar. Mood anak itu pagi ini sangat bagus. Namun, lagi dan lagi Arsha menghancurkan moodnya.

"Muat juga seragam itu? Aku pikir, kancingnya akan lepas dengan perut gelembung mu hahaha!"

"Kak!" Elfian menegusnya, dia kesal jika Arsha sudah menjaili Arthea yang nantinya akan mengamuk.

Tapi tidak, Arthea tidak mengamuk. Anak itu memejamkan matanya, mengatur nafasnya dengan menarik pelan dan menghembuskannya secara perlahan. Dia tisak akan mau terpancing emosi pagi ini. Sebab, moodnya sedang sangat baik.

"Tak akan ku bialkan mucang catu itu menghanculkan pelacaan di pagi ini." Gumam Arthea.

"Kalian, masuklah ke mobil." Titah Kendrick pada ketiga putranya.

Axton masuk lebih dulu, di susul oleh Arsha yang menjulurkan lidahnya meledek Arthea sebelum masuk ke dalam mobil. Sedangkan Elfian, anak itu berlari mendekati Arthea dan menggandeng tangannya.

"Ayo Arthea, kita ...,"

"Arthea akan beda mobil denganmu, Elfian."

"Hah? Kok gitu!" Protes Elfian tak terima.

Kendrick menarik tangan Arthea dari tangan Elfian, ia lalu membawa Arthea ke mobil belakang dimana supir sudah menunggunya. Dia menaikkan gadis kecil itu ke dalam mobil dan salah seorang bodyguard menyusul masuk.

"Arthea, paman ini yang nantinya akan menjagamu." Ucap Kendrick.

Arthea menatap pria pemilik tubuh besar itu dan kembali menatap Kendrick. "Thea mau cekolah, ngapain bawa plang ini? Badannya becal, yang ada teman cekolah Thea takut."

"Enggak, dia akan perhatikanmu dari jauh. Ingat jni Arthea, jangan sebutkan nama margamu oke?" Kendrick membenarkan letak poni putrinya yang sedikit menutupi mata hadis kecil itu.

Arthea paham, Kendrick takut akan keselamatannya. Jadilah, Arthea mengangguk dan tak bertanya apapun lagi. Kendrick tersenyum, dia meng3cup kening putri kecilnya dan menutup pintu mobil. Membiarkan, mobil yang membawa Arthea jalan lebih dulu. Baru, dirinya masuk ke dalam mobil yang sudah di isi ketiga putranya

"Ayah, kenapa Arthea beda mobil dengan kita? Ayah tidak mau mengakui putri Ayah? Jahat sekali!" Seru Elfian yang mendapat pukulan di pahanya oleh Arsha.

"Jangan bicara sembarangan!" Bisik Arsha kesal.

"Habisnya, ayah membiarkan Arthea sendirian!" Pekik Elfian tak terima.

Kendrick menghela nafas kasar, dia menatap asistennya dan meminta untuk melajukan mobilnya. Kendaraan yang membawa mereka melaju dengan kecepatan sedang. Kendrick tiba-tiba berkata hal yang membuat ketiganya kaget.

"Jangan akui Arthea sebagai adik kalian di sekolah."

"Kenapa?" Bingung ketiganya.

"Demi keselamatannya, jangan. Kalian bisa membela diri kalian jika ada apa-apa, tapi Arthea tidak bisa. Jadi, jika kalian sayang dengannya ... sembunyikan identitasnya sebagai putri keluarga Edbert."

_________